Pak Dirjen Juga Muadzin
oleh : Asep Nursobah, S.Ag (Hakim Yustisial MA)
Kalau ditanya apakah di kantor bapak/ibu ada mushola, dipastikan sebagian besar akan menjawab ada. Atau, apabila ditanyakan apakah pimpinan bapak/ibu suka memimpin sholat berjamaah (imam) di kantor, dipastikan banyak yang menjawab “ya”. Sebagian yang menjawab tidak, semata-mata karena Ketua atau wakilnya perempuan. Namun, apabila ditanya, apakah pimpinan-mu suka azan di mesjid kantor. Nah ini yang saya duga jawabannya tidak ada. Kalaupun ada yang mengaku, pasti yang dimaksud adalah azan magrib.
Akan tetapi jika ditanyakan kepada pegawai Ditjen Badilag, apakah Pak Dirjen suka azan di mushola kantor. Secara mutawatir akan menjawab “iya”. Benar, Pak Wahyu seringkali mengumandangkan azan di mushola Al-Hikmah, baik waktu shalat zuhur maupun ashar. Mushola Al-Hikmah adalah mushola yang berada di lantai tiga gedung Ditjen Badilag lama, di Jalan Pegangsaan Barat, Cikini, Jakarta Pusat
Meski oleh pengurus DKM tidak dijadwalkan sebagai muazin, seringkali, secara tiba-tiba terdengar alunan suara azan beliau. Saya sendiri, yang ruangan kerjanya paling dekat dengan mushola, jujur, hingga mutasi ke Palembang tidak pernah azan untuk sholat dzuhur dan ashar. Tapi kalau untuk sholat magrib, sesekali pernah, itu karena seluruh pegawai sudah pulang, dan itu pun tanpa pengeras suara.
Saya tidak menganggap “jabatan” muadzin lebih rendah dari eselon IV sehingga ketika Dirjen yang eselon I mengumandangkan azan dianggap “nggak level”. Saya melihat dari perspektif lain, bahwa Pak Wahyu tidak saja menjadi top manajer yang menggerakkan anak buahnya untuk mencapai tujuan organisasi yang diwujudkan dalam Rencana Kerja Tahunan (RKT), atau Renstra atau sejenisnya. Tetapi, Pak Wahyu juga menerapkan manajemen langit “Celestial Management”, dimana Ia melalui panggilan azan menyeru anak buahnya untuk bersama-sama denganya menggapai kebahagiaan dunia dan akhirat.
Pak Wahyu telah menggerser paradigma manajemen konvensional yang bertumpu pada konsep getting things done through the people menjadi “manajemen langit” yang bertumpu pada paradigma getting God’s will done by the people..
Memang dampak suara azan dari pak Dirjen luar biasa. Indikatornya adalah jumlah jamaah yang membludak. Apakah membludaknya jamaah karena seruannya yang menggetarkan jiwa atau karena takut diabsen, itu bukan persoalan. Karena secara formal para pegawai melakukan sholat berjamaan.
Dengan “termobilisasinya” staff untuk sholat berjamaah melalui instrumen azan, adalah bukti bahwa Pak Dirjen tidak hanya menggerakan stafnya untuk rapat dinas, atau rapat koordinasi, tetapi juga menggerakan stafnya untuk melakukan kewajiban hakiki sebagai seorang muslim, beribadah kepada Allah.
Sekedar informasi, Pak Wahyu sangat tidak berkenan apabila “tanpa alasan yang sah” ada pegawai Badilag yang melakukan aktivitas di kala waktu shalat berjamaah. Dan…alasan yang sah itu, hanya berlaku bagi kaum hawa. Sehingga apabila ada bukan kaum hawa yang tidak berjamaah, maka yang bersangkutan akan diduga berganti kelamin. Hi….…. tuduhan yang menyeramkan!!!.
Merespon hal tersebut, DKM Al-hikmah pun secara rutin menerbitkan statistik jumlah jamaah setiap waktu shalat dalam periode tertentu.
Kembali ke persoalan!. Tidak hanya shalat berjamaah, Pak Wahyu membuat kebijakan bahwa setiap selesai sholat berjamaah selalu diadakan ceramah. Setiap hari Senin, ceramah agama. Sedangkan hari Selasa hingga Kamis, ceramah mengenai tugas pokok masing-masing. Penceramahnya pun dijadwal, semua mendapat giliran, baik berperan sebagai penceramah atau sebagai moderator.
Aktivitas pasca shalat berjamaah ini yang saya lihat sebagai sesuatu yang istimewa. Di forum tersebut terjadi internalisasi nilai-nilai organisasi. Sehingga “gelombang” nilai-nilai organisasi yang dirumuskan dalam cetak biru pembaruan peradilan (misalnya) akan tune in dengan nilai-nilai individu. Sehingga manajemen perubahan akan dilakukan secara bersama-sama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya. Forum dan kesempatan penanaman nilai inilah yang tidak dimiliki oleh semua lembaga. Kebanyakan forumnya sangat terbatas di acara rapat koordinasi. Itupun pesertanya dibatasi oleh kemampuan anggaran.
Sepertinya Pak Wahyu mengambil filosofi www.[badilag.net]. Sebuah frasa yang sangat dekat dengan telinga warga peradilan agama. Kalau dalam konteks badilag.net, www itu akronim dari world wide web. (Meski ada juga yang memplesetkan menjadi website wahyu widiana…maaf pak!!!). Maka “www” dalam konteks keseharian di Badilag adalah worship, wealth, dan warfare. Sebuah konsep yang dikembangkan oleh Riawan Amin, dalam bukunya the Celestial Management. Artinya Badilag sebagai tempat beribadah (worship), Badilag sebagai tempat berikhtiar mendapatkan kesejahteraan (wealth), dan Badilag sebagai tempat berjuang /berkompetisi (warfare). an.