logo web

Dipublikasikan oleh Ridwan Anwar pada on .

Diskusi Paperless PA Pelaihari Menuai Tanggapan Netizen Badilag.net

Nara sumber (tengah) sedang memaparkan makalah yang sehari sebelumnya telah diupload oleh website badilag.net (Foto: Bagus).

Pelaihari | pa.pelaihari.go.id.

Kamis (6/3/2014) PA Pelaihari memulai diskusi perdananya di tahun 2014.  Berbeda dengan tahun sebelumnya tahun ini PA Pelaihari melakukan diskusi dengan sistem paperless. Acara selama 1,5 jam berlangsung di ruang perpustakaan mulai Pukul 10.30 s.d 12.00 waktu setempat. Moderator diskusi Drs. H. Fathurrohman Ghozalie, Lc., MH. mempersilakan Muh. Irfan Husaeni, S.Ag., MSI. untuk mempresentasikan makalahnya.

Moderator mengingatkan agar nara sumber dalam menyampaikan makalah berjudul Pemohon Mendalilkan Telah Talak Tiga di Luar Pengadilan, Bagaimana Sikap Hakim?, cukup disampaikan poin-poin pentingnya saja karena pada dasarnya peserta sudah membaca makalah yang telah diupload di website pa.pelaihari.go.id 3 hari sebelumnya.

Setelah nara sumber selesai mempresentasikan makalah, giliran peserta menyampaikan tanggapan. Namun sebelum tanggapan peserta, nara sumber mengajak mereka yang hadir untuk membuka website badilag.net. Nara saumber menyampaikan bahwa dengan mengirimkan makalah diskusi ke badilag.net sebelum hari pelaksanaan ada keuntungan karena pemakalah akan mendapatkan masukan, kritik dan saran dari nnetizen badilag.net.

Dengan kata lain diskusi tidak hanya diikuti oleh 10 hakim PA Pelaihari namun seluruh pembaca yang tertarik dengan judul dimaksud. “Saat ini sudah 400 orang yang membuka makalah dan ada sebagian netizen badilag.net dari Sumatera, Jawa, Bali  dan Maluku Utara telah berkenan memberikan komentar atau pendapatnya seperti:

Drs. HM. Affan, MA. (Hakim PA Gresik): Kalau nikahnya dulu dicatatkan di lembaga Negara yang namanya KUA maka untuk cerainya juga harus dicatatkan di lembaga Negara yang namanya PA. Kalau Pemohon sudah mengucapkan talak 3 di luar sidang, ya belum jatuh talaknya karena talak itu belum dicatatkan di PA melalui sidang. Kalau nikahnya tidak dicatakan di KUA alias Nikah sirri jika Suami menjatuhkan talak 3 terhadap isterinya, ya terserah keyakinannya jatuh apa tidak. Karena KUA sebagai lembaga negara yang sah maka pejabat KUA pasti berpegang teguh pada bukti yang tertulis yang ada di akta cerai yang dikeluarkan oleh PA bukan berpegang pada pengakuan suami atau isteri yang tidak tertulis itu.

Drs. Alimuddin M. (Hakim PA Denpasar): Mestinya jangan cuma talak/cerai saja yang diterapkan terhadap hadis di atas sehingga nikah dan rujuk bisa terjadi hanya dengan 'main-main' saja,  na'uzubillah. Bagi Hakim PA, suami yang sering menalak isteri atau isteri sering minta cerai itu baru sebagai indikasi bahwa rumah tangga mereka cekcok dan telah pecah.

Moh. Jatim, S.Ag., MHI. (Hakim PA Tabanan): Namun kearifan lokal tetap menjadi sebuah pertimbangan untuk putusan yang adil dan benar.

Drs. Mawarlis, MH. (Wakil Ketua PA Solok): Secara agama itu kan ada khilafiyahnya, sehingga keabsahan debatable. kalau berdasarakan pendapat Iman Syafi’i harus ada saksi yang adil dan sekarang mungkin susah mencari laki laki yang adil dan kesaksiannya tidak ada yang bisa bertahan atau permanen, sehing kepastian hukumnya tidak bisa tercapai, lagi pula kan thalak itu ada sunni dan ada bid’i. apakah masyarakat faham masalah itu?

H. Lukman H. Abu Bakar, SH. (Hakim Tinggi PTA Maluku Utara): Memang benar masih sering kedengaran baik masyarakat berpendidikan maupun masyarakat biasa apalagi masyarakat awam yang mengatakan bahwa telah terjadi talak tiga terhadap istrinya yang dikikuti oleh sang istri membenarkan bahwa saya telah ditalak tiga, bahkan ada suami yang menjadi wali nikahnya, dan yang paling sadis itu adalah masih adanya kepala KUA yang sering mengeluarkan akta cerai berdasarkan pengucapan tadi.

Demikian nara sumber membacakan pendapat netizen badilag.net. yang telah masuk hingga Kamis (6/3/2014) Kepada netizen badilag,net nara sumber mengucapkan terimakasih atas partisipasinya karena telah memberikan kontribusi sebagai penunjang jalannya diskusi.

Moderator memberikan kehormatan kepada Ketua PA Pelaihari Drs. H. Amir Husin, SH. untuk menjadi penanggap pertama. Dalam komentarnya Ketua menyampaikan apresiasi kepada nara sumber dan menilai secara keseluruhan makjalah sudah bagus. Selanjutnya Ketua menyampaikan pendapat bahwa carai itu ada pandangan secara lembaga peradilan dan pandangan masyarakat. Atau cerai secara hukum positif dan hukum agama. Bagaimanapun di Indonesia masih kuat umat Islam yang berpegang pada kitab fiqih. Masyarakat tetap berpegang hadis tentang nikah, talak dan rujuk. Ketua sependapat dengan nara sumber hanya saja redaksinya diperhalus yaitu talak yang yang dijatuhkan di luar pengadilan agama baik talak satu, dua dan tiga tidak mempunyai kekuatan hukum. Kalau dikatakan tidak sah itu dapat menyinggung persaan masyarakat.

Sebagian masyarakat menganggap talak yang di ucapkan di luar sidang itu adalah sah, namun sebagai seorang hakim harus berpendirian bahwa itu baru merupakan bukti awal adanya indikasi keretakan dalam rumah tangga dan itu memerlukan pembuktian selanjutnya. Setelah pembuktian baru dijatuhkan putusan baik talak raji, khuluk ataupun lian semua tergantung pada pembuktiannya. Hakim juga harus memperhatikan perkembangan hukum di masyarakat.

Sementara H. Khoirul Huda juga sependapat dengan nara sumber bahwa talak yang dilakukan di pengadilan agama akan melindungi hak-hak istri dan anak. Namun dalam pemeriksaan hakim harus mempertimbangkan hukum di masyarakat sebagaimana telah diatur dalam KHI. Pertanyaannya kepada nara sumber, apakah mungkin hakim PA menjatuhkan putusan yang amarnya menetapkan telah jatuh talak 3 pemohon?

Hal yang menarik disampaikan HM. Jati Muharramsyah yang menginfokan bahwa ada Abah Guru yang menjatuhkan talak 1 kepada istrinya, lalu rujuk dan talak lagi untuk yang kedua kalinya. Abah Guru mengajukan permohonan ke pengadilan agama dan dalam petitumnya minta agar pengadilan agama memberi izin untuk menjatuhkan talak 3. Permohonan diterima dan dalam akte cerai juga tertulis talak 3. Selanjutnya bertanya kepada nara sumber, apakah hakim harus terikat dengan intrumen yang ada sebagaimana cirikhas PA dari dulu?

H. Ahmad Zaki Yamani berpendapat bahwa hakim dalam mengambil putusan tidak hanya mengacu kepada hukum positif tapi juga hukum adat yaitu nilai hukum agama yang ada di masyarakat. Hakim tidak bergantung dengan hukum Negara, hakim dapat menciptakan hukum sendiri. Maka dalam memutus perkara hakim harus memadukan ketiganya.

Sedangkan H. Sugian Noor juga menyumbangkan buah pikirannya bahwa talak termasuk hak suami sebagaimana tertulis dalam QS. Al Ahzab 49. Pengadilan sifatnya hanya menyaksikan talak suami terhadap istri. Pengadilan hanya memutuskan sidang penyaksian. Kalau ada alasan yang cukup maka diputus. Sebagaimana hukum yang hidup di masyarakat hakim harus memadukan kedua hukum yang hidup yaitu hukum agama dan hukum positif. H. Sugigian juga mengaku pernah ditanya para pihak “Apakah hakim berani menjamin hubungan kami tidak berdosa padahal kami sudah talak 3?”

Pendapat yang brilian datang dari Hj. Noor Asiah yang berpendapat bahwa Hukum Negara dan Hukum Agama itu sama yaitu Hukum Islam. Selama ini kita hanya berpegangan dengan hukum Negara. Ia berpendapat hukum positif itu hukum produk Negara dan Hukum Islam yang berlaku di masyarakat. Yang berlaku di masyarakat itu berarti hukum positif selama tidak bertentangan dengan Hukum Islam.

Sebagai Moderator, Wakil Ketua H. Fathurrohman Ghozalie mengajak peserta untuk berfikir lebih luas karena dalam menyelesaikan perkara hakim di hadapkan pada 2 persoalan yaitu apakah undang-undang sebagai perintah Negara harus ditaati atau boleh disimpangi? Ahli tafsir mengatakan perintah harus dilaksanakan selama perintah itu tidak keluar dari syariah. Dan persoalan kedua bahwa dalam memahami urusan talak ulama juga terpecah pendapatnya. Seperti talak bain itu talak yang dikaitkan dengan talak 3 kali dan juga yang berpendapat bisa dengan dijatuhkan talak 3 sekaligus seperti kamu kutalak 3. Maka disinilah letaknya wilayah hakim untuk berijtihad. Fiqih adalah hukum dan  hakim bebas berijtihad untuk membuat hukum.

Dua pendapat yang berkembang selama ini tetap sulit disatukan. Namun Hukum positif itu mengambil pendapt kedua dengan alasan masyarakat tidak tahu hukum talak kecuali kelasnya kyai. Bahwa pengadilan agama sangat sulit menggali kasus talak dengan sedalam dalamnya karena perlu pemeriksaan yang lama. Maka pengadilan agama tutup mata dengan talak yang terjadi di luar pengadilan oleh karena itu talak yang ke-3 tetap dihukumi talak-1 dan  Isbat talak di pengadilan agama sudah lama ditiadakan.

Pendapat Modertor tampaknya telah mewakili dan membantu nara sumber untuk menjawab persoalan. Atas tanggapan peserta nara sumber berterimakasih. Dan terhadap informasi adanya  pengadilan agama menjatuhkan talak-3 nara sumber meragukan karena tidak disertai bukti di PA mana, nomor perkara berapa siapa majelis hakimnya. Namun secara keseluruhan tidak ada peserta yang menyatakan tidak setuju dengan pemakalah. Adapun terhadap beberapa pertanyaan peserta, pemakalah tetap pada pendiriannya. (Muh).

Hubungi Kami

Gedung Sekretariat MA (Lt. 6-8)

Jl. Jend. Ahmad Yani Kav. 58 ByPass Jakarta Pusat

Telp: 021-29079177
Fax: 021-29079277

Email Redaksi : Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.
Email Ditjen : Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.

Lokasi Kantor

 Instagram  Twitter  Facebook

 

Responsive Voice