SITA PERSAMAAN DALAM PRAKTEK PERADILAN
Oleh: Drs. H. Abd. Salam, S.H. M.H.
Wakil Ketua Pengadilan Agama Mataram
Pendahuluan
Berdasarkan pengamatan penulis, Sita Persamaan atau Sita Bandingan (Vergelijkende Beslag) jarang dilakukan dalam praktek peradilan. Hal ini bukan berarti tidak ada kasus yang perlu diterapkannya Sita Persamaan, tetapi nampaknya karena hakim sering menganggap bahwa terhadap benda yang telah diletakkan sita atau menjadi jaminan kredit atau sedang diletakkan Pembebanan Hak Tanggungan tidak boleh diletakkan disita. Sehingga ketika dalam sengketa terdapat permohonan penyitaan atas barang-barang sebagai tersebut diatas bisanya ditolak oleh hakim. Persepsi yang demikian menurut hemat penulis tidaklah tepat dan kita perlu mencermati kembali ketentuan yang mengatur Sita Persamaan.
Seiring dengan pesatnya laju pemberian Kredit Perumahan Rakyat (KPR) maupun pemberian kredit produktif dan pembiayaan yang pelunasannya membutuhkan waktu yang cukup lama, Lembaga perbankan maupun non Bank selaku kreditur biasanya mempersyaratkan adanya barang jaminan yang diikat dengan Pembebanan Hak Tanggungan. Akibatnya peristiwa penjualan lelang hampir tak dapat dipisahkan dari kesibukan pelayanan peradilan, sesuai dengan semakin berkembangnya pertumbuhan lalu lintas kegiatan perekonomian. Kehidupan masyarakat sudah dimasuki semangat kegairahan berusaha, sehingga lembaga perjanjian hutang-piutang dan perkreditan sudah lumrah terjadi. Bentuk-bentuk perjanjian groses akta hipotik maupun pernyataan hutang semakin luas. Semua ini merupakan faktor penyebab semakin seringnya terjadi adanya permohonan penyitaan dalam sengketa di depan pengadilan.
Selengkapnya KLIK DISINI