HUKUM PERDATA ISLAM DAN REALITAS YANG “SALING MENYAPA”
Peresensi: Abdul Halim
Hakim Pengadilan Agama Bawean, Gresik
|
Resensi Buku : Pembaharuan Hukum Perdata Islam: Pendekatan dan Penerapan Penulis : Muhammad Isna Wahyudi Penerbit : CV. Mandar Maju Cetakan : 2013 |
penulis mencoba konsisten dengan teori yang dibangunnya, mencoba memberi makna pada setiap teks dan mencoba menghidupkan sakralitas yang justru selama ini tersembunyi dibalik ketidakpekaan zaman yang kita alami
Pada akhir tahun 2013 lalu, ketika berjalan-jalan santai di sebuah toko buku, mata saya tertuju pada subuah buku bersampul ungu dengan judul Pembaharuan Hukum Perdata Islam: Pendekatan dan Penerapan. Sepintas saya tidak tertarik terhadap judul buku ini yang kesannya seperti buku bahan ajar kuliah, atau buku-buku hukum yang serius lainnya, tapi sepintas saya melihat nama pengarangnya, yang sepertinya saya sering dengar, yang ternyata seorang hakim muda peradilan agama. Setelah saya baca bagian kata pengantarnya, pak Wahyu Widiana (Dirjen Badilag waktu itu), menyatakan diperlukan “kehati-hatian” dalam membaca buku ini dan Nadirsyah Hosen (Dosen senior Fakultas Hukum, University of Wollongong, Australia) menyebut buku ini sangat progresif dan “berani”. Sebuah pengantar yang cukup membuat saya penasaran.
Menelisik penerapan hukum islam di Indonesia, sepertinya tak jauh berbeda dengan Negara-negara muslim lainnya, hukum perdata islam cenderung lebih masif dijalankan ketimbang hukum pidananya. Ini dikarenakan hukum perdata yang terkait erat dengan masalah masing-masing individu sebagai subjek hukumnya, yang pada gilirannya lebih mudah diterapkan dalam sistem suatu Negara yang bahkan plural seperti di Indonesia. Namun karena sifat personalnya itu jugalah hukum perdata Islam menjadi cukup sulit untuk didekati secara kritis, karena ia berhubungan dengan kalam Tuhan yang posisinya sangat sakral bagi umat muslim. Al-Qur’an dan Hadis memberikan ketentuan ketentuan yang cukup lengkap dan terperinci mengenai aspek-aspek hukum perdata, lebih khusus lagi hukum keluarga yang mendominasi sebagian besar sengketa yang masuk ke pengadilan.
selengkapnya KLIK DISINI
.
Sehingga tulisan/artikel bahkan buku penulis harus dibaca dengan lebih kritis atau penuh "kehati-hatian" --meminjam istilah Pak Wahyu-- karena penulis cukup "berani" mengobrak-abrik kemapanan yang telah lama ada dan bercokol di masyarakat.
Teruslah "berijtihad"!
Semoga maksud penulis tercapai!