YANG TERABAIKAN OLEH HAKIM PERADILAN AGAMA
Oleh : Ahmad Choiri[1]
PENDAHULUAN
Seminar 10 tahun kerjasama Mahkamah Agung RI dengan Family Court Of Australia dengan Tema:” Perjalanan 10 tahun Kerjasama Dalam Memberi Keadilan Bagi Para Pencari Keadilan” yang berlangsung pada tanggal 2 – 3 September 2015 di Aula Badilag, telah memunculkan satu masalah yang menjadi salah satu agenda kerjasama Mahkamah Agung RI dengan Family Court Of Australia pada tahun-tahun yang akan datang yaitu tentang perlindungan hukum terhadap anak yang menjadi korban perceraian orang tuanya.
Kerjasama Mahkamah Agung RI dengan Family Court Of Australia yang difasilitasi oleh IALDF (Indonesia Australia Legal Divelopment Facility) yang dimulai pada tahun 2005 membawa perubahan ke arah kemajuan yang sangat signifikan terutama bagi kemajuan Peradilan Agama dalam ikut serta mewujudkan visi Mahkamah Agung RI yaitu terwujudnya Badan Peradilan yang Agung, yaitu memberikan layanan keadilan yang prima bagi seluruh masyarakat pencari keadilan sesuai dengan perkembangan dan kemajuan teknologi informasi global sehingga dapat memberikan kemudahan dan kepuasan bagi masyarakat terhadap pelayanan Pengadilan.
[1] Hakim PTA Jakarta.
Selengkapnya KLIK DISINI
Peristiwa di depan peradilan adalah peristiwa khusus. yaitu adanya sengketa.
Maka jika ada hakim yang tidak menghukum seorang untuk memberikan hadlonah, nafkah, biaya pendidikan,mask an dll dalam putusannya, tidak bisa dikatakan serta merta abai terhadap perlindungan anak.Itu bukan perintah kepada hakim. Hakim wajib memutuskan hak-hak tersebut jika di sengketakan (murafaat) dihadapannya;at as dasar perintah-perint ah tersebut.
Hal ini sangat berbeda dengan apa yang disebut hak ex officio istri, karena perintah memberikan nafkah iddah, muth'ah adalah perintah khusus/tertentu bagi laki-laki yang hendak menceraikan istrinya.
Untuk pengayaan Ada baiknya jika kita baca Bab Ahkamul Murafaat oleh Syaikh Muhammad Mu'izzuddin Al-Qudwani (Kepala Jurusan Qadla' Unif Al-Azhar-Mesir)
Begitu yg saya pahami.