logo web

Dipublikasikan oleh Iwan Kartiwan pada on . Dilihat: 8338

PENETAPAN ASAL USUL ANAK :

SEBUAH ALTERNATIF DALAM PERLINDUNGAN ANAK

Oleh: H. Yayan Liyana Mukhlis

A. PENDAHULUAN

 

Dalam Kamus Bahasa Indonesia2, anak dirumuskan sebagai keturunan yang kedua. Fakta di masyarakat, keturunan kedua tersebut dapat dibedakan setidaknya kepada 4 jenis anak:

  1. anak yang lahir dari perkawinan yang sah secara materil dan formil (pernikahan yang sah menurut agama/kepercayaan dan ada pencatatan, atau perkawinan yang mengikuti prosedur Pasal 2 ayat 1 dan ayat 2 UU Nomor 1 Tahun 1974);
  2. anak yang lahir dari perkawinan yang sah secara materil saja (pernikahan yang sah menurut agama/kepercayaan tanpa ada pencatatan, atau perkawinan yang mengikuti prosedur Pasal 2 ayat 1 UU Nomor 1 Tahun 1974 saja);
  3. anak yang lahir di luar perkawinan yang sah secara materil dan formil sehingga perkawinannya itu tidak dapat dilegalkan menurut hukum, seperti perkawinan yang fasid;
  4. anak yang lahir akibat hubungan tanpa ikatan perkawinan/perzinahan (overspel).

Hal-hal yang melatarbelakangi lahirnya keempat jenis anak tersebut masing-masing memiliki implikasi hukum yang berbeda. Bagi anak yang lahir sebagai akibat dari perkawinan yang sah secara materil dan formil berhak secara sempurna memiliki hubungan keperdataan dengan kedua orang tuanya, hal ini sebagaimana dimaksud Pasal 42 UU No.1 Thn 19743. Bagi anak yang lahir dari perkawinan yang sah secara materil saja dapat memiliki hubungan keperdataan dengan kedua orang tuanya secara sempurna apabila pernikahan orang tuanya itu telah memiliki legalitas atau telah disahkan menurut peraturan perundang-undangan yang berlakau. Bagi anak yang lahir di luar perkawinan yang sah secara materil dan formil, maka anak tersebut hanya memiliki hubungan keperdataan dengan ibunya dan keluarga ibunya serta dengan seorang laki-laki yang telah terbukti sebagai ayah biologisnya. Sedangkan anak yang lahir akibat hubungan tanpa ikatan perkawinan/perzinahan (overspel) menurut hukum Islam (fiqih) hanya memiliki hubungan keperdataan dengan ibunya dan keluarga ibunya.


selengkapnya KLIK DISINI

.
Comments  
# m hara 2013-09-25 14:08
kalau ada perkawinan yg sah tanpa pencatatan maka ada perceraian yg sah tanpa sidang di Pengadilan, mesyinya anda mengatakan bahwa perkawinan yang tidak dicatat tidak sah, demikian juga percraian diluar sidang pengadilan tidak sah
Reply | Reply with quote | Quote
# Abd. Salam PA. Sidoarjo 2013-11-12 08:04
Ini memang delematis sejak dirumuskannya UU No. 1/1974;
Reply | Reply with quote | Quote
# h.yayan 2013-09-26 14:48
perkawian yg tidak dicatat belum tentu tidak sah, coba anda buat konstruksi mulai dari mulai psl 28B ayat (1)Jis. 28D ayat (1), Psl 29 UUD 45, dan psl 2 ayat (1) UU No.1/74, insaallah ketemu. Berbeda dgn perceraian, cerai diluar sidang pengadilan positif tidak sah
Reply | Reply with quote | Quote
# Kamilah 2021-01-19 15:52
Sya dulu nikah siri ..terus hamil..terus nikah KUA setelah anak lahir ...terus gimana ya cara buat asal usulnya...apa perlu isbat nikah
Reply | Reply with quote | Quote
Add comment

Hubungi Kami

Gedung Sekretariat MA (Lt. 6-8)

Jl. Jend. Ahmad Yani Kav. 58 ByPass Jakarta Pusat

Telp: 021-29079177
Fax: 021-29079277

Email Redaksi : Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.
Email Ditjen : Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.

Lokasi Kantor

 Instagram  Twitter  Facebook

 

Responsive Voice