Meramal Nasib Status Anak Machica
Oleh : Muhamad Isna Wahyudi
(Hakim PA Kotabumi, Lampung Utara, alumni Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. )
Meski Machica telah mengantongi kartu akses untuk mendapatkan kepastian hukum status anaknya hasil perkawinan siri dengan almarhum Moerdiono, Muhammad Iqbal, dengan dikabulkannya gugatan uji materiil terhadap Pasal 43 ayat 1 UU Perkawinan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) berdasarkan putusan Nomor: 46/PUU-VIII/2010 sehingga berbunyi: “Anak yang dilahirkan di luar perkawinan mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya serta dengan laki-laki sebagai ayahnya yang dapat dibuktikan berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi dan/atau alat bukti lain menurut hukum mempunyai hubungan darah, termasuk hubungan perdata dengan keluarga ayahnya,” langkah Machica belum tentu berjalan mulus.
Putusan MK tentang status anak di luar nikah tidaklah serta merta mengantarkan Machica meraih asa agar anaknya secara hukum diakui sebagai bagian dari keluarga Moerdiono. Machica masih perlu menempuh langkah hukum yang lain dengan mengajukan permohonan penetapan asal-usul anak kepada Pengadilan Agama. Dengan pengajuan permohonan itupun belum ada jaminan akan terwujudnya asa Machica, karena penentu terakhir adalah Majelis hakim yang memeriksa perkara tersebut. Di sinilah, hakim memiliki peran sentral dalam membentuk hukum, karena bisa jadi hakim memiliki keyakinan yang berbeda dengan putusan MK, dan selama tidak ada pelanggaran kode etik, hakim tidak dapat disalahkan karena putusannya, apalagi dipidana, seperti dalam RUU MA terbaru yang sedang digodok DPR. Hak imunitas yang melekat pada jabatan hakim adalah jaminan independensi hakim dalam memutus perkara.
selengkapnya KLIK DISINI
.
inspitartif
Hakim adalah pembuat hukum (judge made law).
Apapun bentuknya, dia adalah putusan hakim yang harus dipatuhi oleh pihak2.
Apalagi, dengan mengatasnamakan "kode etik" lalu hakim dihukum atas putusannnya.
Maka ketika itu, tunggulah saat2 kehancuran.
Terima kasih atas tulisan kreatifnya.
Semoga maksudnya tercapai!
Langkah awal pengesahan nikah machica telah ditolak, sehingga IKBAL yang didalilkan lahir dalam perkawinan sirrinya pun sulit mendapatkan payung hukum. sementara pengesahan anak yang diajukan di PA jak-sel akan terbentur pada pembuktian pasalnya hanya tes DNA sebagai bentuk pembuktian ilmu pengetahuan dan teknologi yang mampu menjadi bukti primer sebagaimana maksud putusan MK, namun persoalannya untuk tes DNA dibutuhkan sampel bagian tubuh orang yang terkait dengan anak machica dalam hal ini keluarga Murdiono dengan posisi sebagai Tergugat, sehingga sulit pihak Tergugat akan membantu pembuktian Penggugat dan kemungkinan, ramalan saya, pekara tersebut ditolak oleh Pengadilan karena tidak terbukti...
Rasanya kita sepakat, bahwa Pengadilan sekalipun tidaklah berwenang untuk MENCIPTAKAN hubungan nasab seseorang dengan orang lain, tetapi hanya MENETAPKAN nasab yang telah tercipta, melalui sebentuk pemeriksaan/pem buktian yang cermat, dalam, berdasar Syara'.
Pertanyaan paling besar adalah "Apa yang menyebabkan terciptanya hubungan Nasab itu?
Idealnya hubungan nasab (sebagai salah satu hubungan perdata) tercipta sebab HUBUNGAN BIOLOGIS yang HALAL/NIKAH.
Mana yang Utama, Hubungan Biologisnya atau Nikah/akadnya?
Putusan MK, menjawabnya dengan menunjuk hubungan biologislah yang menjadi penentu, bukan nikahnya. Padahal, amanat pasal 28B Ayat (1)UUD 45, kelanjutan keturunan/anak yang dijamin hak/diakui keabsahannya oleh Negara itu adalah yang melalui/akibat dari perkawinan yang sah.
Jadi Konstitusi yang mana yang dikawal..?
Bagaimana sudut pandang tenang konstitusionali tas putusan itu...?
Artinya UUD 45 telah lama mengajak untuk membangun keturunan secara luhur dan bermartabat, sebagaimana Syariat yang juga telah berteriak menyeru urgennya hifz nasal lewat nikah.
Hubungan Nafkah, dan hak-hak anak itu pun menunjuk ikatan nikah sebagai alas haknya? Bukan semata biologisnya.
Maka agaknya Itsbat Nikahnya Machica-Mrdiono itulah yang menjadi fundamental, baru kemudian membuktikan bahwa benar M Iql sebagai anak yang lahir akibat dari nikah itu.
Sama halnya Penetapan Asal Usul anak, pun dengan demikian tidak terpaku pada pembuktian biologis, tp juga alas hak hubungan biologis itu (nikah atau bukan). Atau Komulasi IN dan AUA.
Wallahu A'lam.