logo web

Dipublikasikan oleh Iwan Kartiwan pada on . Dilihat: 3440

Meramal Nasib Status Anak Machica

Oleh : Muhamad Isna Wahyudi

(Hakim PA Kotabumi, Lampung Utara, alumni Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. )

Meski Machica telah mengantongi kartu akses untuk mendapatkan kepastian hukum status anaknya hasil perkawinan siri dengan almarhum Moerdiono, Muhammad Iqbal, dengan dikabulkannya gugatan uji materiil terhadap Pasal 43 ayat 1 UU Perkawinan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) berdasarkan putusan Nomor: 46/PUU-VIII/2010 sehingga berbunyi: “Anak yang dilahirkan di luar perkawinan mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya serta dengan laki-laki sebagai ayahnya yang dapat dibuktikan berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi dan/atau alat bukti lain menurut hukum mempunyai hubungan darah, termasuk hubungan perdata dengan keluarga ayahnya,” langkah Machica belum tentu berjalan mulus.

Putusan MK tentang status anak di luar nikah tidaklah serta merta mengantarkan Machica meraih asa agar anaknya secara hukum diakui sebagai bagian dari keluarga Moerdiono. Machica masih perlu menempuh langkah hukum yang lain dengan mengajukan permohonan penetapan asal-usul anak kepada Pengadilan Agama. Dengan pengajuan permohonan itupun belum ada jaminan akan terwujudnya asa Machica, karena penentu terakhir adalah Majelis hakim yang memeriksa perkara tersebut. Di sinilah, hakim memiliki peran sentral dalam membentuk hukum, karena bisa jadi hakim memiliki keyakinan yang berbeda dengan putusan MK, dan selama tidak ada pelanggaran kode etik, hakim tidak dapat disalahkan karena putusannya, apalagi dipidana, seperti dalam RUU MA terbaru yang sedang digodok DPR. Hak imunitas yang melekat pada jabatan hakim adalah jaminan independensi hakim dalam memutus perkara.


selengkapnya KLIK DISINI


 

.
Comments  
# someone madiun 2013-02-06 09:04
Disinilah peran hakim PA sebagai wakil Tuhan akan menjadi suatu hal yang berarti bagi adanya babak baru perkembangan hukum perdata di Indonesia, Bravo Hakim PA!!!
Reply | Reply with quote | Quote
# prihatin 2013-02-06 10:37
sayang judulnya terlalu tendensius kearah "Mistik/paranor mal"seyogyanya seorang ahli hukum/praktisi hukum memunculkan judul yang sesuai dgn koridor hukum,,,,,tapi keskipun demikian isinya sangat bagus, smg menjadi ilmu yg bermanfaat
Reply | Reply with quote | Quote
# basir. paniai 2013-02-06 13:05
membuka ruang IFTIRADI dalam berijtihad :lol:
inspitartif
Reply | Reply with quote | Quote
# Rusliansyah - PA Nunukan 2013-02-06 13:49
Hakim itu bukan corong UU (hukum).
Hakim adalah pembuat hukum (judge made law).
Apapun bentuknya, dia adalah putusan hakim yang harus dipatuhi oleh pihak2.
Apalagi, dengan mengatasnamakan "kode etik" lalu hakim dihukum atas putusannnya.
Maka ketika itu, tunggulah saat2 kehancuran.

Terima kasih atas tulisan kreatifnya.
Semoga maksudnya tercapai!
Reply | Reply with quote | Quote
# abdurrahman_pa_dompu 2013-02-06 14:05
ass..
Langkah awal pengesahan nikah machica telah ditolak, sehingga IKBAL yang didalilkan lahir dalam perkawinan sirrinya pun sulit mendapatkan payung hukum. sementara pengesahan anak yang diajukan di PA jak-sel akan terbentur pada pembuktian pasalnya hanya tes DNA sebagai bentuk pembuktian ilmu pengetahuan dan teknologi yang mampu menjadi bukti primer sebagaimana maksud putusan MK, namun persoalannya untuk tes DNA dibutuhkan sampel bagian tubuh orang yang terkait dengan anak machica dalam hal ini keluarga Murdiono dengan posisi sebagai Tergugat, sehingga sulit pihak Tergugat akan membantu pembuktian Penggugat dan kemungkinan, ramalan saya, pekara tersebut ditolak oleh Pengadilan karena tidak terbukti...
Reply | Reply with quote | Quote
# anwaruddin, kupang 2013-02-06 15:16
Dengan putusan MK No.46/PUU-VIII/ 2010, semoga masyarakat tidak salah memahami antara anak yang lahir dalam perkawinan yang sah dan yang lahir tidak melalui perkawinan yang sah alias kumpul kebo dan dari perzinaan.
Reply | Reply with quote | Quote
# Erfani 2013-02-06 21:33
Tulisan yang Renyah. Mengalir. logis, bijak.
Rasanya kita sepakat, bahwa Pengadilan sekalipun tidaklah berwenang untuk MENCIPTAKAN hubungan nasab seseorang dengan orang lain, tetapi hanya MENETAPKAN nasab yang telah tercipta, melalui sebentuk pemeriksaan/pem buktian yang cermat, dalam, berdasar Syara'.
Pertanyaan paling besar adalah "Apa yang menyebabkan terciptanya hubungan Nasab itu?
Idealnya hubungan nasab (sebagai salah satu hubungan perdata) tercipta sebab HUBUNGAN BIOLOGIS yang HALAL/NIKAH.
Mana yang Utama, Hubungan Biologisnya atau Nikah/akadnya?
Putusan MK, menjawabnya dengan menunjuk hubungan biologislah yang menjadi penentu, bukan nikahnya. Padahal, amanat pasal 28B Ayat (1)UUD 45, kelanjutan keturunan/anak yang dijamin hak/diakui keabsahannya oleh Negara itu adalah yang melalui/akibat dari perkawinan yang sah.
Jadi Konstitusi yang mana yang dikawal..?
Bagaimana sudut pandang tenang konstitusionali tas putusan itu...?
Artinya UUD 45 telah lama mengajak untuk membangun keturunan secara luhur dan bermartabat, sebagaimana Syariat yang juga telah berteriak menyeru urgennya hifz nasal lewat nikah.
Hubungan Nafkah, dan hak-hak anak itu pun menunjuk ikatan nikah sebagai alas haknya? Bukan semata biologisnya.
Maka agaknya Itsbat Nikahnya Machica-Mrdiono itulah yang menjadi fundamental, baru kemudian membuktikan bahwa benar M Iql sebagai anak yang lahir akibat dari nikah itu.
Sama halnya Penetapan Asal Usul anak, pun dengan demikian tidak terpaku pada pembuktian biologis, tp juga alas hak hubungan biologis itu (nikah atau bukan). Atau Komulasi IN dan AUA.
Wallahu A'lam.
Reply | Reply with quote | Quote
# Pa. Yadi. PTA, Ambon 2013-02-07 08:16
Saya pikir status anak Machica adalah sebuah kesalahan besar yang dilakukan dahulu oleh Machica tanpa memikirkan akibat hukumnya. Bicara hukum kt harus melihat dari sisi hukum itu sendiri sejauh mana masyarakat menjunjung tinggi hukum itu. Kalau masyarakat sadar hukum termasuk Murdiono tdk kt temukan masalah saat ini apalagi menyangkut status anak.Anak tdk bersalah yg salah adalah ibunya yg melahirkan. Krn itu hukum tdk berpihak kpd yang salah. Jgn kemudian menghalalkan semua cara utk kepentingan tertentu sehingga mengorbankan hukum itu sendiri. Hukum hrs ditegakan setegak tegaknya tanpa harus ada intervensi dari siapapun termasuk pejabat Nagara. Oleh krn perkawinan yg dilangsungkan dahulu adalah perkawinan siri yg tdk terdaftar yg menyimpang dari ketenuan UU No. 1/1974 psl. 2 ayat 2 maka otomatis perkawinan tsb tdk mempunyai kekuatan hukum dan oleh sebab itu perkawinannyapu n tdk sah. Kalaupun saat itu ada keinginan Murdiono utk beristeri lbh dari seorang, maka ada jaminan hukum untuk mengajukan permohonan poligami ke PA. Kenapa hal itu tdk dilakukan malah nikah siri. Hal ini adalah mencederai hukum itu sendiri dan oleh karena itu tdk ada jalan hukum utk menyelesaikan pelanggaran hukum. Apapun upaya yg dilakukan Machica hrs disadari bahwa hal itu adalah hukuman bagi sang ibu dlm hal ini Machica yg tdk menghargai hukum itu sendiri. Dampaknya tentunya bagi anak sbg keturunan yg tdk mendapat kepastian hukum krn melanggar hukum. Tdk boleh ditolirir kesalahan yg dilakukan oleh masyarakat yg nyata-nyata menyimpang dari ketentuan. Al Qur'an juga telah menjelaskan dalam surat An- Nisa' ayat 3 utk beristeri lebih dari seorang. Status Mordiono telah berkeluarga bkn dalam status jejaka/cerai kenapa tdk saja ajukan permohonan beristeri lbh dari satu orang ke PA malah melakukan nikah siri. Karena itu adalah pelanggaran baik terhadap UU peradilan Agama maupun UU tentang perkawinan.
Reply | Reply with quote | Quote
# M.Yusuf PA Kendari 2013-02-07 08:37
Sudah saatnya sekarang untuk memberikan sanksi yang tegas terhadap pelanggaran perkawinan, sebab dengan cara seperti inilah diharapkan bisa meminamalisir pelanggaran-pel anggaran yang selama ini terjadi dimana-mana.Kat akanlah yang benar itu adalah benar dan salah itu adalah slah.Thank atas ramalannya.
Reply | Reply with quote | Quote
# Nurhadi, MS-Lhoksukon 2013-02-07 12:55
Machica sudah mengajukan permohonan pengesahan anak secara volunter di PA. Tigaraksa, di NO lalu kasasi dikuatkan. Sekarang mengajukan lagi di PA. Jakarta Selatan perkaranya sedang berjalan dipegang langsung oleh KPA-nya, kita lihat nanti ramalannya terbukti atau tidak..
Reply | Reply with quote | Quote
# Ahmad PA.MTR 2013-02-08 08:51
Ya benar, bahwa apapun dalilnya, maka jangan pernah mengorbankan anak hasil perbuatan zina atau perkosaan justru pelakunyalah yang mesti dirajam, karena setiap anak yang lahir adalah steril dari segala noda dan dosa, gunakanlah legal reasoning yang bening dalam menganalisa permasalahan ini kagak perlu dengan kecemasan yang berlebihan, ok.
Reply | Reply with quote | Quote
# lin, pta mndo 2013-02-08 14:00
setuju dgn pak yusuf dari kendari.ya betul katakan benar kalau itu benar, katakan salah kalau itu salah.
Reply | Reply with quote | Quote
Add comment

Hubungi Kami

Gedung Sekretariat MA (Lt. 6-8)

Jl. Jend. Ahmad Yani Kav. 58 ByPass Jakarta Pusat

Telp: 021-29079177
Fax: 021-29079277

Email Redaksi : Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.
Email Ditjen : Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.

Lokasi Kantor

 Instagram  Twitter  Facebook

 

Responsive Voice