MENYOAL “VISIBILITAS HILAL” SEBAGAI KRITERIA PENETAPAN AWAL BULAN QOMARIYAH
Oleh : Drs. H. Abd. Salam, S.H. M.H.
(Wakil Ketua Pengadilan Agama Watansoppeng)
Pendahuluan
Hampir dapat dipastikan untuk mengawali puasa Ramadlan 1434 H. nanti ummat Islam Indonesia akan berbeda lagi, hal ini disebabkan karena ketinggian dan posisi hilal pada tanggal 29 Sya’ban 1434 H. bertepatan dengan tanggal 08 Juli 2013 di seluruh wilayah Indonesia dari Sabang sampai Meroke tidak ada yang mencapai 2° diatas ufuk saat matahari terbenam (ghurub). Untuk kota Surabaya misalnya ghurub pada tanggal 08 Juli 2013 tersebut ketinggian hilal haqiqi hanya 00°39’45” diatas ufuk, Jakarta 00º43’13”, Pelabuhan Ratu: 00°47’49”, Yogyakarta: 00º43’51, Sabang: 00º08’19” ; Kota-kota bagian timur Indonesia: Meraoke: -00º08’01”, Menado: -00°23’38”, Ujung Pandan: 00°09’51”, Mataram: 00°27’27”, wal hasil hampir sebagian besar wilayah Indonesia masih minus, utamanya wilayah timur Indonesia. Pada posisi tersebut Muhammadiyah yang kukuh dengan kriteria “wujudul hilal” akan memulai puasanya pada hari Selasa Wage tanggal 9 Juli 2013, dan Pemerintah cq. Kementrian Agama yang cendering pada kriteria imkanur rukyah akan menetapkan awal puasa hari Rabu Kliwon, tanggal 10 Juli 2013.
Perbedaan memulai maupun mengakhiri puasa bagi ummat Islam Indonesia bukanlah terjadi sekali dua kali, tetapi telah berkali-kali dan telah berjalan puluhan tahun silam. Secara berturut-turut penetapan 1 Syawwal 1332 H dan 1433 H yang lalu terjadi perbedaan antara Pemerintah c.q. Kementrian Agama yang diikuti oleh sejumlah besar ormas-ormas Islam disatu pihak dengan Majelis Tarjih Pimpinan Pusat Muhammadiyah dipihak lain. Dan insyaallah untuk berhari raya tahun 1435 yang akan datang nantipun akan berbeda juga, sehingga tidak salah bila orang mengatakan bahwa perbedaan ini dikatakan perbedaan yang klasik tetapi uptodate.
selengkapnya KLIK DISINI
.
Sehinga untuk menentukan hilal pun dibatasi dengan " hilal hakiki " ala ru'yah atau "wujudul hilal " yang cukup dengan hitungan (hisab).
jadi sdh waktunya ada paradigma baru tentang penentuan awal bulan qamariah. Berbagai organisasi-tanp a harus menyalahkan salah satu pihak-sdh waktunya duduk bersama, dalam suasana dan semangat mempertemukan kembali tentang kemungkinan perbedaan yg ada. Terus terang, kita juga sdh capek menghadapi kondisi status quo, semntara di negara lain, hal ini relatif bisa diatasi dg semangat "untuk saling mengalah".
Wassalamu'alaikum
2. @pak Rahim manado...puasax yg ibadah mahdah..jkalau tata cara memeulai atau berhenti puasa..itu bukan ibadah, hanya tekhnis aja dalam memahami ibadah...bahkan rukyat yg dimaksud hadits itu belum tentu melihat mata kepala sebagaimana org2 tradisional lakukan.
3. @ Bismillah dari Palu...justru apa yg ditulis dalam tulisan ini bukanlah pemikiran sendiri tapi itulah pemahaman yg benar dan sesuai dengan makna islam yg diinginkan oleh Nabi.
MAKANYA SAYA BERHARAP BAGI YG MASIH BERFAHAM TUKYAT...LEBIH BANYAK BELAJAR ILMU HADITS DAN PENAFSIRANNYA.