MENGINTIP ORANG MISKIN DI NEGERI KAYA
(Tinjauan Politik Hukum Ekonomi)
Oeh: Alimuddin,. SHI,.MH.[1]
PROLOG
Kemiskinan terus menjadi masalah fenomenal sepanjang sejarah Indonesia sebagai nation state, sejarah sebuah negara yang salah memandang dan mengurus kemiskinan. Kita selalu dibuat tertegun, prihatin, dan mengelus dada, saat membaca atau mendengar berita di berbagai media massa tentang kemiskinan di Indonesia.
Bagaimana tidak, setiap tahunnya angka kemiskinan selalu menjadi kenyataan pahit yang menyedihkan. Kemiskinan kemudian lebih sering digunakan untuk sekadar untuk mendongkrak popularitas. Data kemiskinan dipolitisir dan “diplintir” untuk menaikkan pamor menjelang Pemilihan Umum (Pemilu) dan Pemilihan Presiden (Pilpres), sementara rakyat yang berkubang dalam lumpur kemiskinan tetap saja sebagai penderita atau korban. Rakyat persis sama dengan apa yang diutarakan oleh tokoh bangsa terkenal, Sutan Sjahrir. “Aku cinta negeri ini dan orang-orangnya....Terutama barangkali karena mereka selalu kukenal sebagai penderita, sebagai orang yang kalah. Jadi biasa saja, simpati kepada underdogs, orang-orang yang ditindas”.
Berdasarkan data Biro Pusat Statistik (BPS), jumlah orang miskin di Indonesia mencapai 36,1 juta orang atau setara dengan 16,66 persen dari jumlah penduduk Indonesia. Dari jumlah itu, Provinsi Jawa Timur menduduki posisi puncak dalam daftar penduduk miskin di tanah air. Di provinsi ini, jumlah penduduk miskin sekitar 7,3 juta atau sama dengan 23 persen dari jumlah penduduk miskin di Indonesia. Daerah lain di luar Pulau Jawa yang memiliki angka kemiskinan tertinggi adalah Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Barat, Papua, dan Sumatera Utara. Dari angka ini dapat dipastikan masih ada sekitar 30 persen masyarakat miskin yang akan semakin miskin.[2]
[1] Hakim Pengadilan Agama Pandan/Redaktur Majalah Digital Peradilan Agama (Badilag)
[2] Lihat Liputan 6 SCTV, “Benang Kusut Kemiskinan Indonesia”, 3 Oktober 2013.
selengkapnya KLIK DISINI