logo web

Dipublikasikan oleh Iwan Kartiwan pada on . Dilihat: 4797

MENGAPA MARAK TERJADI PERCERAIAN?

Oleh : Muhamad Isna Wahyudi

(Hakim Pengadilan Agama Kotabumi, Lampung Utara)

Lagi-lagi sistem peradilan satu atap yang menempatkan Peradilan Agama di bawah Mahkamah Agung dituduh sebagai penyebab tingginya tingkat perceraian di Indonesia. Hakim-hakim di Pengadilan Agama dianggap terlalu mudah memutuskan perkawinan karena menghindari penumpukan perkara dan mengejar kredit poin untuk karir mereka. Asusmsi demikian sudah beberapa kali disampaikan kepada publik oleh seorang guru besar yang juga Wakil Menteri Agama, Nasarudin Umar.

Tentu saja asumsi demikian muncul karena pengetahuan yang tidak menyeluruh tentang faktor penyebab tingginya tingkat perceraian di Indonesia. Faktor tersebut dapat dibagi menjadi dua, faktor internal yang menyangkut proses litigasi di pengadilan, dan faktor eksternal, yang lebih terkait dengan kondisi sosiologis masyarakat.


selengkapnya KLIK DISINI

.
Comments  
# abdurrahman_pa_dompu 2013-01-22 10:16
Ass...
tulisan yang responsif,,pema paran sederhana tetapi pemetaan masalahnya dalam dan gampang dipahami,,ditun ggu tulisannya pak isna,,tahun ini ga masuk 10 besar, :-)
Reply | Reply with quote | Quote
# daswir tanjung 2013-01-22 10:26
Pertanyaan dari Judul tulisaan ini,menurut saya ada yang salah, sesuai Perma No.1 tahun 2008 tentang mediasi, masalah pelaksanaan mediasi dalam perkara perceraian tidak maksimal, sering dilaksanakan secara sumir, mediator sebagian besar adalah Hakim yang menyidangkan perkara, tidak bersungguh- sungguh melakukan mediasi, contoh, hari dan tanggal Penetapan mediator,dengan pelaksanaan mediasi oleh mediator terhadap para pihak dan laporan hasil mediasi dilakukan pada tanggal yang sama,hal ini sebenarnya tidak logis, tentu hasil yang diharapkan tidak maksimal, begitu juga, pemeriksaan perkara perceraian dilakukan secara sumir, seolah - olah mempermudah perceraian, Hakim dalam memeriksa bukti juga tidak maksimal, ada yang beralasan karena perkara terlalu banyak, kalau tidak begitu, akan terjadi tunggakan perkara yang mengunung. maka ke depan sebaiknya Mediator dalam pelaksanaan mediasi tidak lagi dilaksanakan oleh Hakim yang menyidangkan perkara tersebut, dan perkara perceraian yang tidak sesuai dengan ketentuan pasal 19 PP o.9 th 1975, ada keberanian untuk menolak atau setidaknya tidak menerima.Seharu snya kita bangga , banyak perkara yang bisa diselesaikan secara damai, berkat hasil mediasi, dan kurang masyarakat yang bercerai di Pengadilan, bukan sebaliknya, malah bangga perkara perceraian meningkat dari tahun-ketahun.d imasa yang akan datang perlu merubah mind set masing - masing.
Reply | Reply with quote | Quote
# Nurdin PA Subang 2013-01-23 14:35
Kita sepakati bersama bahwa pelaksanaan mediasi ( PERMA No.1 tahun 2008 semaksimal mungkin, bahkan kebanggaan bagi kami yang dilapangan bila berhasil mendamaikan para pihak. dan di kami di PA SUBANG, mediator bukan hakim yang menyidangkan perkara tersebut,melain kan hakim mediator yang bertugas pada hari itu sebagai mediator, sehingga untuk melaksanakan mediasi waktunya sangat leluasa, meskipun mediasi dilaksanakan pada hari itu juga. Kami juga dalam melaksanakan mediasi sangat tergantung kepada kondisi RT para pihak, kalau dngan mediasi mereka malah tambah bertengkar, karena sama2 ingin cerai, ya mediasi cukup hanya satu kali, tetapi ketika para pihak masih ada celah2 untuk damai, mediator itu sendiri memberikan kesempatan kepada pihak2 untuk mediasi kembali. Namun yang kami temukan dilapangan, di PA SUBANG tahun 2012 yang jumlahnya 2822 perkara, yg dimediasi 179 perkra jadi hanya 8% saja yang dihadiri kedua belah pihak, dari 179 yg dimediasi hanya 5 perkara yang berhasil damai. jadi sisanya diputus tanpa hadir termohon ( VERSTEK )Adapun perceraian yang tidak memnuhi unsur2 pasal 19 PP No. 9 tahun 1975, ya jelas pasti hakim juga memutus dg putusan ditolak, atau mungkin dari awal juga di N.O, Namun demilian mudah2an pelaksanaan mediasi akan semakin baik, maksimal sehingga banayk yg berakhir dengan damai.
Reply | Reply with quote | Quote
# anwaruddin, kupang 2013-01-22 12:01
Sekarang ini kelihatannya yang lebih banyak mengajukan perceraian adalah pihak istri atau cerai gugat, mungkin karena kaum ibu semakin sadar hukum sehingga berani menuntut hak2nya apabila tidak dipenuhi oleh suami sehingga angka perceraian semakin meningkat. Disamping itu kemiskinan sering membuat rumah tangga tidak rukun disamping perlunya penyuluhan hukum tentang bagaimana membina rumah tangga agar sakinah, mawaddah dan rahmah.
Reply | Reply with quote | Quote
# Munir-PA Kis 2013-01-22 13:23
Kenyataannya perkara yang banyak diselesaikan oleh Lembaga Perdailan Agama adalah perkara perceraian, dari tahun ketahun terus meningkat, masayarakat sudah mengetahui bahwa perceraian itu hanya di Pengadilan, tidak lagi menganggap perceraian diluar Pengadilan suatu hal yang benar. Semoga saja Hakim-hakim di Lembaga Peradilan semakin objektif dan teliti dalam memeriksa alasan dan buktui-bukti yang diajukan. Bapak Wamenag juga harus memahami bahwa menyelesaikan perkara bukan mengejar kredit point, tetapi adalah semata memberi keadilan.
Reply | Reply with quote | Quote
# Nurdin PA Subang 2013-01-22 13:48
Dalam menjawab "MENGAPA MARAK TERJADI PERCERAIAN " tidak semudah apa yang dibayangkan melainkan perlu adanya suatu analisa yang komprehensif, tidak mesti memandang miring terhadap Pengadilan Agama. Karena berdasarkan pengalaman saya dilapangan, ternyata banyak faktor yang menyebabkan meniningaktnya perceraian'

Diantaranya : 1. meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap hukum, bahwa betapa pentingnya suatu peristiwa diakui secara legal formal oleh lembaga hukum (PA) sehingga perceraian bukan hanya sekadar melepas ikatan yang bebas dilakukan oleh suami istri, dimana saja dan kapan saja. sehingga mereka ingin cdrai di PA. Bahkan pasanagn suami istri yang tidak tercatat pernikahanya, melakukan perceraian di PA.
2. Kultur suatu daerah juga sangat menentukan, sebab ada suatu daerah yang sepertinya menjadi suatu kebiasaan yang bersifat musiman
bagi kelompok tertentu. sehingga melakukan kawin cerai tidak cukup sekali.
3. Faktor ekonomi, sebahagian masyarakat banyak yang tidak tahan dengan himpitan ekonomi yang serba sulit untuk mendapatkan uang,karena terbatasnya lapangan kerja sehingga banyak perempuan yang mengadu nasib, menjadi TKW ke berbagai negara. Hampir 90 persen mereka rumah tangganya berakhir dengan perceraian.
4. karena faktor pendidikan, tapi itu tidak jadi jaminan, karena banyak juga yang pendidikannya memadai tapi juga bercerai. Kalau bicara masalah mediasi, kita jangan terlalu meremehkan peran hakim, pelaksanaan mediasi sangat kondisional, kalau pasanagan suami istri sudah sangat sulit didamaikan melalui mediasi, ya mau apa lagi, hakim harus menyelesaikan sengketa mereka, wallahu'alam...
Reply | Reply with quote | Quote
# Mahzumi PA Fakfak 2013-01-23 06:27
sebenarnya yang menjadi akar masalahnya bukan PA nya setelah masuk satu atap di MA sehingga perceraian marak, tetapi para pihak yang mengajukan perkara di PA itulah yang harus diriset
Reply | Reply with quote | Quote
# Mazharuddin_Arga makmur 2013-01-23 08:32
seharusnya adalah tugas kementerian agama utk memberikan pencerahan dlm rangka mewujudkan keluarga yg sakinah mawaddah dan rahmah, bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan yme,
Tugas PA hanya menyelesaikan konflik2 yg terjadi dlm rumah tangga..., jika tdk mgkn didamaikan lg, maka tdk mgkn dipaksakan utk tetap hidup dlm satu atap,krn akan lbh bnyk madaratnya drpd manfaatnya, krnnya jalan yg terbaik adalah perceraian...
Reply | Reply with quote | Quote
# Al Fitri - PA Manna 2013-01-23 08:50
Kalau bisa tulisan ini dikirm ke website Kementerian Agama atau dikrim ke Wakil Menteri Agama agar beliau membaca sehingga menambah wawasan yang bersangkutan tentang peradilan agama dan masalah perceraian.
Reply | Reply with quote | Quote
# Rijal Mahdi PA Jambi 2013-01-23 09:55
Untuk menjawab sebuah pertanyaan, "kenapa marak terjadi perceraian"? tidak bisa dijawab sepotong sepotong, harus dilihat secara komprehensih. Rumah tangga dibangun bukan secara kebetulan, akan tetapi dimulai dari proses, mulai dari pendidikan, lingkungan, agama dan sosial kemasyarakatan. Tak terkecuali pendidikan buat calon pengantin, apakah pasangan suami isteri telah punya bekal untuk itu. Pengadilan Agama adalah institusi untuk mengurus persoalan rumah tangga, merukunkan suami isteri harus dibangun sejak awal, bukan hanya mengandalkan lembaga mediasi saja, Peran pemerintah termasuk dalam hal ini. Trkash
Reply | Reply with quote | Quote
# Erfani 2013-01-23 11:34
Tidak Bermaksud memperuncing hubungan PA Dan Mantan Induknya Depag/Menag, namun perceraian marak sebab Depag sebagai perpanjangan tangan Eksekutif GAGAL menjalankan amanat UUD 45 yang menjamin terlaksananya ajaran agama (Islam) termasuk pernikahan, secara sakral, tertib, dan gagal pula mengndalikan lembaga perkawinan agar sedianya berkualitas. Bukan cuma mengatur akad nikah saja, tetapi segala pernak pernik menuju pernikahan itu pun mestinya diawasi.
oleh karena semua gagal dilakukan, makanya perkawinan banyak yang tidak berkualitas, lalu berahkir di Palu PA. Lalu integrasi PA ke MA dituding menjadi Pemicu...? Ayyu Buhtanin Hadza...!
Reply | Reply with quote | Quote
# Syafli usman PA Dabosingkep 2013-01-24 10:57
selain dari di kemukakan Erfani diatas, saya tambahkan lagi, pembinaan di KUA tdk maskimal, bila dibandingkan dg perkawinan yg dilakukan tetangga Malaysia, di KUA masih lebih cendorong mementingkan materi, kalau uangnya banyak, persyaratan tidak terlalu diutamakan, bagaimana mau menciptkan perkawinan berkualitas, sementara lembaganya saja begitu, kalau di Malaysia org yg mau menkikah betul-betul di diklatkan, tidak asal-asalan sperti di KUA. yaa ... tidak lama ke PA juga.
Reply | Reply with quote | Quote
# komarudin. kpa limboto 2013-01-24 19:27
kita berlindung kepada allah swt dari sgl fikir negatif ttg peradilan agama. smg sj apa yang kita kerjakan ttp dlm koridor tgs dan wwnang lmbaga kita.tdk mencari perkara dan tdk bermaksud mencari popular. yg pasti lembaga peradilan agama adalah slh st lembaga negara.
Reply | Reply with quote | Quote
# komarudin. kpa limboto 2013-01-24 19:21
kita berlindung dari segala macam gangguan fikir dan rasa yang negatif kepada allah swt atas sebuah lembaga apapun di Indonesia tercinta ini. Namun yang jelas kita tidak mencari perkara dan tidak bermaksud mencari popularitas. meningkatnya perkara di pangadilan agama husuhnya perceraian setidaknya ada dua faktor besar, pertama kesadaran hukum di masyarakat muslim dan kedua menggambarkan tidak cukup cerdasnya dalam mempertahankan cinta dan kasihnya kepada pasangan.
Reply | Reply with quote | Quote
Add comment

Hubungi Kami

Gedung Sekretariat MA (Lt. 6-8)

Jl. Jend. Ahmad Yani Kav. 58 ByPass Jakarta Pusat

Telp: 021-29079177
Fax: 021-29079277

Email Redaksi : Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.
Email Ditjen : Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.

Lokasi Kantor

 Instagram  Twitter  Facebook

 

Responsive Voice