MENGAPA MARAK TERJADI PERCERAIAN?
Oleh : Muhamad Isna Wahyudi
(Hakim Pengadilan Agama Kotabumi, Lampung Utara)
Lagi-lagi sistem peradilan satu atap yang menempatkan Peradilan Agama di bawah Mahkamah Agung dituduh sebagai penyebab tingginya tingkat perceraian di Indonesia. Hakim-hakim di Pengadilan Agama dianggap terlalu mudah memutuskan perkawinan karena menghindari penumpukan perkara dan mengejar kredit poin untuk karir mereka. Asusmsi demikian sudah beberapa kali disampaikan kepada publik oleh seorang guru besar yang juga Wakil Menteri Agama, Nasarudin Umar.
Tentu saja asumsi demikian muncul karena pengetahuan yang tidak menyeluruh tentang faktor penyebab tingginya tingkat perceraian di Indonesia. Faktor tersebut dapat dibagi menjadi dua, faktor internal yang menyangkut proses litigasi di pengadilan, dan faktor eksternal, yang lebih terkait dengan kondisi sosiologis masyarakat.
selengkapnya KLIK DISINI
.
tulisan yang responsif,,pema paran sederhana tetapi pemetaan masalahnya dalam dan gampang dipahami,,ditun ggu tulisannya pak isna,,tahun ini ga masuk 10 besar, :-)
Diantaranya : 1. meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap hukum, bahwa betapa pentingnya suatu peristiwa diakui secara legal formal oleh lembaga hukum (PA) sehingga perceraian bukan hanya sekadar melepas ikatan yang bebas dilakukan oleh suami istri, dimana saja dan kapan saja. sehingga mereka ingin cdrai di PA. Bahkan pasanagn suami istri yang tidak tercatat pernikahanya, melakukan perceraian di PA.
2. Kultur suatu daerah juga sangat menentukan, sebab ada suatu daerah yang sepertinya menjadi suatu kebiasaan yang bersifat musiman
bagi kelompok tertentu. sehingga melakukan kawin cerai tidak cukup sekali.
3. Faktor ekonomi, sebahagian masyarakat banyak yang tidak tahan dengan himpitan ekonomi yang serba sulit untuk mendapatkan uang,karena terbatasnya lapangan kerja sehingga banyak perempuan yang mengadu nasib, menjadi TKW ke berbagai negara. Hampir 90 persen mereka rumah tangganya berakhir dengan perceraian.
4. karena faktor pendidikan, tapi itu tidak jadi jaminan, karena banyak juga yang pendidikannya memadai tapi juga bercerai. Kalau bicara masalah mediasi, kita jangan terlalu meremehkan peran hakim, pelaksanaan mediasi sangat kondisional, kalau pasanagan suami istri sudah sangat sulit didamaikan melalui mediasi, ya mau apa lagi, hakim harus menyelesaikan sengketa mereka, wallahu'alam...
Tugas PA hanya menyelesaikan konflik2 yg terjadi dlm rumah tangga..., jika tdk mgkn didamaikan lg, maka tdk mgkn dipaksakan utk tetap hidup dlm satu atap,krn akan lbh bnyk madaratnya drpd manfaatnya, krnnya jalan yg terbaik adalah perceraian...
oleh karena semua gagal dilakukan, makanya perkawinan banyak yang tidak berkualitas, lalu berahkir di Palu PA. Lalu integrasi PA ke MA dituding menjadi Pemicu...? Ayyu Buhtanin Hadza...!