logo web

Dipublikasikan oleh Iwan Kartiwan pada on . Dilihat: 6962

MENDISKUSIKAN KRITERIA PLURIUM LITIS CONSORSIUM DALAM GUGATAN WARIS

Oleh : Drs. H. Abd. Salam, S.H.M.H.

Wakil Ketua Pengadilan Agama Sidoarjo

 

Latar Belakang Masalah

Dalam sengketa pembagian harta warisan kebanyakan praktisi berpendapat bahwa seluruh ahli-waris harus dilibatkan sebagai pihak, jika tidak demikian maka gugatannya cacat. Yahya Harahap, S.H. Mantan Hakim Agung yang pemikiran dan pendapatnya banyak dikutip dan diikuti oleh orang, dalam bukunya Hukum Acara Perdata pada Halaman 121 juga berpendapat demikian, arus besar yurisprudensipun mengarah demikian.

Sengketa pembagian harta waris yang diajukan ke pengadilan seringkali tidak sederhana sebagaimana contoh kasus dalam pelajaran ilmu faraid ketika kita masih di pesantren maupun diperkuliahan, karena sengketa diajukan atas peristiwa kematian pewaris yang sudah lampau puluhan tahun. Pihak-pihak yang bersengketapun bukan lagi anak-anak pewaris (generasi pertama), tetapi mereka adalah antara cucu dan cicit pewaris dimana orang tua mereka juga sudah meninggal dunia, padahal harta warisan yang disengketakan merupakan hak genersi petama yang belum dibagi dalam ilmu faraid disebut masalah munasakhoh (pewaris serial).


selengkapnya KLIK DISINI


 

.
Comments  
# Alimuddin M.PA. Denpasar 2013-04-16 09:31
Kalau meng-NO suatu gugatan karena suatu argumen subtantif untuk kepentingan kepatian hukum dan kemaslahatan pencari keadilan, itulah yang diharapkan dan seharusnya terjadi.
Tetapi tidak sedikit putusan NO itu diambil hanya karena alasan formalitas belaka, alias hakimnya tidak mau pusing.
Reply | Reply with quote | Quote
# ikhsanuddin, pa wates. 2013-04-16 10:33
pendapat yg bagus dan dapat dipertimbangkan untuk dipedomani dalam memeriksa perkara waris. pendapat ini bersesuaian dengan pendapat Bapak Mukti Arto. perlu terus didiskusikan menuju pengkongkritan hukum acara.
Reply | Reply with quote | Quote
# Natsir Asnawi, PA Jogja 2013-04-16 14:13
Alhamdulilah, cukup mencerahkan dan memberi wawasan baru bagi saya khususnya tentang bagaimana mengadili sengketa waris yang kurang pihak. Hanya saja, pendapat penulis pada bagian akhir yang menyatakan bahwa pihak yang tidak masuk dalam gugatan (bukan pihak) dapat mengajukan eksekusi masih perlu didiskusikan. Karena, dalam Pasal 196 tegas disebutkan bahwa yang berhak mengajukan permohonan eksekusi adalah pihak yang menang. Siapa pihak yang menang? Pihak yang menang adalah salah satu pihak dalam suatu gugatan perdata, boleh jadi Penggugat, boleh jadi Tergugat. Mungkin itu yang perlu dicermati kembali. Selain dan selebihnya, saya sepakat dan mudah-mudahan kamar agama dapat memberikan perhatian lebih terhadap hal ini sehingga ke depan terjadi unifikasi pendapat dan putusan hakim berkaitan dengan hal ini. Syukran kepada penulis. Wassalam.
Reply | Reply with quote | Quote
# Abd. Salam PA. Sidoarjo 2013-04-17 08:59
Trimakasih atnsinya, Ya memang pendapat saya agak aneh, bukan pihak formil kok boleh mengajukan eksekusi. Putusan Pengadilan itu kalau sudah BHT mengikat semua pihak, tidak hanya pihak formil. Buktinya apabila ada pihak luar yang tidak puas, ia harus melawan, kalau tidak melawan putusan itu tetap akan dieksekusi, rugilah dia.
Maka hukum harus memberikan hak yang sebaliknya, kalau ia dinyatakan berhak, tentunya ia boleh mengajukan eksekusi.
Masak dia harus melawan dulu ?
Inilah kaitannya dengan hak Ijbari dalam hukum waris. Hakim sebagai corong Tuhan.
Kalau harus pakai melawan, maka perkara tidak lagi sederhan.
Reply | Reply with quote | Quote
# Abd. Salam PA. Sidoarjo 2013-04-17 12:35
Alasan lain:
Dalam hukum bezit, kan pemegang benda (tirkah)atau Tergugat sementara dianggap pemilik benda (fungsi polisionil), dengan digugatnya oleh sebagian ahli-waris (Penggugat) maka hak Tergugat yang menguasai barang sudah diuji kebenarannya di depan hukum; bila ahli-waris yang pasip (bukan pihak) meminta haknya, maka tidak berarti melawan hak Tergugat, karena kadar nisab hak Tergugat sudah diuji oleh hukum di depan persidangan (dalam proses), Dengan kata lain, bila ahli-waris yang pasip (bukan pihak) meminta haknya, maka tidak berarti melawan hak Tergugat;(semog a paham).
Reply | Reply with quote | Quote
# MIRWAN-PA BITUNG 2013-04-17 14:45
Memang aneh kalau hanya karena kurang pihak langsung di NO, seharusnya yag di gugat itu hanya pihak yang menguasai objek..sedangka n yang lain yang tidak menguasai objek atau yang tidak mau menuntut cukup dijelaskan kedudukannya di posita sehingga jelas bagi hakim siapa2 saja ahli warisnya (yang tentunya nanti akan dibuktikan), kemudian kalaupun di dalam petitum penggugat hanya meminta hak dia saja tanpa menyinggung ahli waris yang lain, toh di bagian akhir surat gugatan ada kalaimat 'apabila majelis hakim berpendapat lain mhn putusan yang seadil2nya"
Reply | Reply with quote | Quote
# AN. Huda Bangkalan 2013-04-17 14:51
Pendapat yang menggelitik. Jadi ingat para kyai ( Bukan Guru Spiritual lho ) saat ummat datang minta fatwa waris. Azas yang berlaku adalah Tanpa Hukum Acara, tanpa lama ( ummat crita langsung fatwa keluar ) dan tanpa biaya. Bravo Gus.. Trims pencerahannya. ... he.. he... he...
Reply | Reply with quote | Quote
# Rochmat-PA Serui 2014-11-25 14:00
Pembahasan yg menarik.
Reply | Reply with quote | Quote
Add comment

Hubungi Kami

Gedung Sekretariat MA (Lt. 6-8)

Jl. Jend. Ahmad Yani Kav. 58 ByPass Jakarta Pusat

Telp: 021-29079177
Fax: 021-29079277

Email Redaksi : Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.
Email Ditjen : Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.

Lokasi Kantor

 Instagram  Twitter  Facebook

 

Responsive Voice