“LOGISCHE SPESIALITEIT” SAKSI KELUARGA
DALAM PERKARA PERCERAIAN
Oleh: Muhamad Rizki, SH
( Hakim Pengadilan Agama Atambua NTT ).
A. PENDAHULUAN
Mungkinkah keluarga dekat seperti ibu bapak akan berlaku adil dalam memberikan kesaksian terhadap perkara perceraian ? penulis yakin bahwa ibu dan bapak akan cenderung membela dan membenarkan anaknya, tetapi mengapa keluarga dekat dibenarkan menjadi saksi di PA ? ulah menantu terkadang membuat mertua bisa membenci sang menantu, dalam kondisi kebencian dan ketidaksenangan terhadap menantu, mungkin ibu dan bapak mertua akan adil dalam memberikan kesaksian ? ayat suci mengatakan “ janganlah karena kebencianmu pada seseorang, membuatmu tidak berlaku adil ?,
Sesuai pasal 49 Undang undang nomor 7 tahun 1989 Pengadilan Agama mempunyai tupoksi memeriksa memutus dan menyelesaikan perkara perkara di tingkat pertama antara orang orang yang beragama Islam di bidang ( a ) perkawinan, ( b ), kewarisan wasiat dan hibah yang dilakukan berdasarkan hukum Islam, ( c ) wakap dan sadakoh, yang oleh Undang undang nomor 3 tahun 2006 tupoksi tersebut bertambah luas meliputi sengketa ekonomi syariah.
selengkapnya KLIK DISINI
.
Secara filosofis saya melihat bahwa saksi keluarga dibolehkan dalam perceraian dengan semua sebab yang ada pada peraturan karena saksi keluarga tersebut memiliki pengetahun yang lebih tentang suatu keluarga.
secara yuridis, saksi penyebab perceraian selain perkara syiqoq, bisa diterapkan, anda bisa melihat pasal 145 ayat (2) HIR/pasal 172 ayat(2) R.Bg yang menyatakan “Akan tetapi kaum keluarga sedarah dan keluarga semenda tidak dapat ditolak sebagai saksi dalam perkara perselisihan kedua belah pihak tentang keadaan menurut hukum perdata atau tentang sesuatu perjanjian pekerjaan.”
Lalu dalam penjelasan Pasal 145 H.I.R, sangat jelas ditemukan redaksi sebagai berikut:
Yang dimaksud "tentang keadaan menurut hukum perdata" yaitu "tentang kedudukan warga" dalam bahasa Belanda tentang "burgerlijke stand", seperti misalnya perselisihan tentang perkawinan, perceraian, keturunan dan lain sebagainya.
jadi menurut saya, saksi keluarga untuk semua sebab perceraian dapat diterima kesaksiannya
Serta diatur dalam Pasal 1910 KUH Perdata berbunyi:
“…Namun demikian anggota keluarga sedarah dan semenda cakap untuk menjadi saksi:
1 dalam perkara mengenai kedudukan keperdataan salah satu pihak;
2 dalam perkara mengenai nafkah yang harus dibayar menurut Buku Kesatu, termasuk biaya pemeliharaan dan pendidikan seorang anak belum dewasa;
3 dalam suatu pemeriksaan mengenai alasan-alasan yang dapat menyebabkan pembebasan atau pemecatan dari kekuasaan orang tua atau perwalian;
4 dalam perkara mengenai suatu perjanjian kerja. Dalam perkara-perkara ini, mereka yang disebutkan dalam pasal 1909 nomor 1° dan 2°, tidak berhak untuk minta dibebaskan dan kewajiban memberikan kesaksian.
Lebih jelas lagi dalam penjelasan Pasal 145 H.I.R, ditemukan redaksi sebagai berikut:
Yang dimaksud "tentang keadaan menurut hukum perdata" yaitu "tentang kedudukan warga" dalam bahasa Belanda tentang "burgerlijke stand", seperti misalnya perselisihan tentang perkawinan, perceraian, keturunan dan lain sebagainya.
Penjelasan pasal tersebut secara tegas menyatakan saksi keluarga cakap didengar kesaksiannya dalam “seperti misalnya perselisihan tentang perkawinan, perceraian, keturunan dan lain sebagainya”. Bertolak dari redaksi penjelasan pasal tersebut, dapat ditarik benang merah: maksud dari “perkara perselisihan kedua belah pihak tentang keadaan menurut hukum perdata” dalam Pasal 145 H.I.R. tersebut adalah perkara perkawinan, perceraian, keturunan dan lain-lain.
Masalah saksi keluarga utk perkara perceraian di PA masih beragam:ada yg berpendapat bhw saksi keluarga bisa diterapkan utk perkara perceraian dg semua alasan perceraian sbgmn diatur dlm Psl 19 PP No.9/1975. Tetapi ada yg memilah bhw saksi keluarga hanya utk perkara perceraian dg alasan Psl 19 huruf(f) atau perkara syiqoq. Shg utk perceraian dg alasan pelanggaran sighat taklik talak atau salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 tahun berturut-turut tanpa izin dst harus orang lain saksinya. Begitu pula berkaitan dg gugat rekonpensi yg berupa harta bersama, saksinya hrs orang lain. Hal ini menurut saya perlu segera mendapatkan pencerahan bagaimana yg seharusnya, krn bila masih beragam penerapan dan pemahaman ttg saksi keluarga di kalangan hakim sendiri, bisa jadi kita akan dinilai tidak profesional oleh para lawyer saat mereka mengajukan saksi yg ternyata ditolak misalnya. Oleh karenanya barangkali perlu disepakati detail cakupan Pasal 145 ayat (2) HIR seperti misalnya yg ditulis Bapak M. Yahya Harahap (Hukum Acara Perdata) hlm.634. Terima kasih atas tanggapannya.
Pertanyaan saya pak : apakah anak kandung dapat menjadi saksi dalam pengajuan gugatan cerai di Pengadilan Agama?
Karena Ibu sebagau penggugat adalah anak yatim piatu dan tidak memiliki saudara di kota tempat perkara diajukan. Dan penggugat tidak pernah menunjukkan apalagi membahas masalah rumah tangga kepada orang lain.
Hanya kami, anak-anak yang sangat tahu dan menjadi saksi bagaimana kondisi rumah tangga mereka.Apa yang dialami Ibu kami. Usia saya sudah 32 tahun dan adik saya juga sudah berusia 22 tahun.
Mohon bantuan saran dari Bapak-Bapak sekalian.
Terima kasih sebelumnya.
Karena dari pihak ibu, beliau anak tunggal dan orang tua sakit serta terlalu tua sehingga tak bisa keluar terlalu jauh dan terlalu capek