Kontroversi Taklik Talak Di Indonesia
Oleh: Muhammad Novriandi SHI
Pernikahan merupakan sesuatu yang sakral. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT yang artinya “Dan pergaulkanlah isteri-isteri mu dengan cara yang baik (mu‘asyarah bil ma’ruf)”. Allah SWT dalam hal ini memerintahkan kepada hambanya untuk berbuat baik terhadap isterinya dan keluarganya. Suami isteri harus tahu hak dan kewajibannya masing-masing. Demi mengikat dan menekankan janji untuk mu‘asyarah bil ma’ruf tersebut, perlu adanya suatu ungkapan janji oleh salah satu pihak di mana pihak yang berjanji bukan hanya berjanji untuk pasangannya, melainkan janji tersebut juga antara dirinya dengan Allah SWT yang disaksikan oleh para malaikat ketika akad tersebut diucapkan.
Hakekatnya perkawinan bukanlah hubungan yang kekal dan abadi, karena mahligai perkawinan masih dapat dibubarkan jika mengandung maslahat dan manfaat yang lebih besar. Hal tersebut sejalan dengan ketentuan Pasal 19 Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan undang-undang no. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan. Banyaknya perceraian yang terjadi dewasa ini telah menggambarkan bahwa persamaan persepsi terhadap tujuan perkawinan antar suami dan isteri tidak banyak yang terwujud. Oleh karena itu ada aturan yang membolehkan diadakannya sebuah perjanjian perkawinan yang disebut dengan taklik talak sebagaimana di atur di dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI), dengan tujuan memperjuangkan hak-hak isteri yang umumnya tidak dikenal, dengan menggantungkan talak suami kepada beberapa syarat yang telah diformulasikan. Hal ini juga ditujukan untuk mengurangi kemungkinan adanya penguasaan terhadap isteri yang berlebihan terutama mengurangi kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). namun demikian, apakah pada saat ini aturan tersebut masih urgen jika tetap dilaksanakan dan bagaimana relevansinya dengan banyaknya kasus cerai gugat di Pengadilan Agama?.
selengkapnya KLIK DISINI
.