IZIN PERCERAIAN ANGGOTA TNI/POLRI
Oleh: Drs. Herman Supriyadi
(Wakil Ketua Pengadilan Agama Sarolangun - PTA Jambi)
PENDAHULUAN
Pada saat melaksanakan akad nikah setiap pasangan tentulah berharap, berkeinginan ataupun bercita-cita untuk hidup bersama selama-lamanya sampai ajal datang menjegal ataupun maut datang menjemput. Sebuah rumah tangga yang bahagia, sejahtera, kekal dan abadi yang dinaungi suasana sakinah, mawaddah dan rahmah selalu menjadi dambaan setiap insan. Harapan dan keinginan tersebut adalah wajar karena memang telah sesuai dengan tujuan dari suatu perkawinan sebagaimana yang dikehendaki pasal 1 Undang-undang nomor 1 tahun 1974 dan pasal 3 Kompilasi Hukum Islam di Indonesia.
Disisi lain harapan, keinginan dan cita-cita luhur tersebut sering tidak dapat diraih oleh suatu pasangan akibat suatu sebab atau keadaan. Dalam mengarungi bahtera rumah tangga tidak sedikit pasangan yang kandas di tengah perjalanan. Perbedaan prinsip, pandangan, kepentingan dan lain-lain sering membuat sebuah pasangan terpaksa harus berjalan sendiri-sendiri atau bercerai meskipun agama yang dianut masing-masing yang merupakan sendi sebuah perkawinan semua tidak menghendaki adanya perceraian. Dalam Islam “perceraian adalah perbuatan yang halal tapi dibenci oleh Allah”. Kalimat tersebut mengandung sifat yang kontradiktif sebab biasanya suatu perbuatan yang halal tidak mungkin akan dibenci Allah dan sebaliknya perbuatan yang dibenci oleh Allah tidak mungkin perbuatan yang halal, oleh karenanya konsep tersebut perlu pemahaman yang mendalam. Pemahan tersebut antara lain meskipun halal jangan sembarangan menjatuhkan talak atau melakukan perceraian, sebaliknya meskipun dibenci perceraian dapat dilakukan apabila keadaan sudah memaksa.
selengkapnya KLIK DISINI
1.Bahwa konsekwensi dari pd permohonan/guga tan perceraian/cera i talak dari TNI seyogyanya yg dikedepanlan adalah izin atasan/komandan ada izin ataukah tdk.
2. Bahwa persoalan izin atasan/komandan sdh diatur sebagaimana penjelasan penulis di atas, tinggal sejauh mana kekuatan aturan tsb bisa dpt menggurkasn proses yg sedang berjalan di Pengadilan ataukah tdk apabila ybs mengajukan/ memasakan kehendak tanpa izin atasan/komandan .
3. Bahwa dgn demikian maka persoalan ada izin ataukah tdk proses persidangan tetap berjalan sebagaiaman yg dikehendaki oleh pemohon dgn segala konsekwensinya. Kalau itu sdh menjadi tekad dgn segala konsekwensinya maka tdk ada alasan hukum bagi hakim utk menunda nunda proses persidangan, sesuai dgn asas peradilan.
Dari sini Saya berharap PANGLIMA TNI dan MENHAN juga tanggap jangan membiarkan juga kekerasan yang dilakukan di rumah tangga hanya selesai dengan aturan internal dan nama baik saja. Kasian seorang wanita
4.untuk memberi waktu bagi Pegawai Negeri Sipil tersebut mendapatkan izin pejabat yang dimaksud, sidang ditunda selama-lamanya untuk 6 (enam) bulan dan tidak akan diperpanjang lagi;
5. apabila setelah waktu yang diberikan menurut butir 4 di atas lewat, dan Pegawai NegeriSipil tersebut tidak mencabut surat gugatan cerai atau permohonan beristri lebih dariseorang, maka Hakim diharuskan memberikan peringatan kepada yang bersangkutan
dengan menunjuk ketentuan-keten tuan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983
yang memuat sanksi-sanksi pemberhentian sebagai Pegawai Negeri Sipil;
6. Setelah usaha-usaha pada butir 5 di atas dilaksanakan, maka perkara dilanjutkan pemeriksaannya;
Bukan cemerlang" Cuma kesal dari tahun 2007 gak selesai2 masalah ini. ingat wktu kita di pangkal pinang.
2. tidk ada yg dapt memaksa majelis hakim dalam memutuskan perkara, apalagi hanya tulisan yang bersifat wacana.
3. Seandainya tidak ada himbauan agar SEMA No 5 tahun 1984 dikesampingkn bagi anggota TNI/POLRI tentu tidak perlu ada tulisan semacam ini.
4. Atas suport yg diberikan di ucapkan terima kasih, terutama kepda saudara ku : H. Fauzi (PA Amuntai) H. Ribat (MS Langsa) Ikhsanudin (PA. Wates) Mila (PTA Maluku Utara) Ustd Habib (PA sijunjung) Doni Dirmansyah( PA Sarolangun) dll serta Team Redaksi Badilag MA RI dan Jurdilaga PTA Jambi
sebab jika dijadikan syarat FORMIL, yg pada akhirnya jika tidak ada izin atasan, pengajuan cerai di NO, maka rumah tangga anggota TNI/POLRI yang sudah "amburadul" apa tetap harus dipertahankan ?, padahal aturan tentang izin atasan dari TNI/POLRI tidak ada limit waktu
bahkan jika yang mengajukan perceraian adalah istri dari anggota, ada indikasi atasan mempersulit memberi izin bagi anggota TNI/POLRI(Tergugat/Termoh on)
Majelis Hakim tidak wajib mempertimbangan "ketersinggunga n" institusi, tetapi mempertimbangka n keadaan rumah tangga dari pengaju (Pemohon/Penggugat)
dan seharusnya SEMA No.5 Tahun 1984 diberlakukan kepada anggota TNI/POLRI baik sebagai Penggugat/Pemoh on maupun sebagai Tergugat/Termoh on
oleh karena itu, seharusnya anggota TNI/POLRI sebagai pihak Tergugat/Termoh on wajib hadir, agar majelis dapat memerintah Tergugat/Termoh on tersebut, bukan kepada Penggugat/Pemoh on yang notabene bukan anggota TNI/POLRI, serta bukan pula Ketua Pengadilan membuat/mengiri m surat ke atasan (komandan)
kalo ada istri anggota yang ingin cerai dan belum mengantongi izin dari instansi suaminya ya diperiksa saja.. klo memang terbukti harus cerai ya diceraikan saja.. tidak ada aturan yang dilanggar.
jika ada anggota TNI/Polri sebagai pihak Tergugat/Termoh on, belum ada ijin atasan (surat keterangan melakukan perceraian dari atasan), bilamana anggota tersebut hadir dalam sidang maka sidang ditunda paling lama 6 bulan untuk memberi kesempatan kepada pihak Tergugat/termoh on untuk mengurus ijin dimaksud, tetapi jika anggota tidak hadir, majelis tidak wajib memerintah kepada Penggugat/Pemoh on, majelis cukup menunda sidang dengan perintah untuk memanggil Tergugat/Termoh on.
Disini, pihak Tergugat/Termoh on yang anggota TNI/Polri tersebut seharusnya hadir di persidangan (anggota TNI/Polri setelah mendapat surat panggilan (relaas) melaporkan ke atasan, atasan/komandan setelah mendapat laporan tsb seharusnya memerintahkan kepada anggota untuk hadir di persidangan) bukan malah sebaliknya tidak hadir
bukan pula atasan/komandan mengajukan keberatan atas proses pengadilan atau mengajukan ke PTUN ....itu arogan namanya.
apakah rumah tangga yang kacau balau, terjadi pertengkaran terus menerus, bahkan terjadi KDRT harus tetap di-pertahan-kan ????
Mohon direnungkan oleh yang MULIA ...
Untuk contoh surat pengajuan cerai ke kabintal sendiri apa ada?