logo web

Dipublikasikan oleh Iwan Kartiwan pada on . Dilihat: 14169

GUGATAN NAFKAH ANAK LUAR NIKAH SEBAGAI TAZIR DAN PENYELESAIANNYA DI PENGADILAN AGAMA

Oleh: A. Mukti Arto

Pendahuluan

Rakernas Mahkamah Agung RI Tahun 2012 telah menetapkan bahwa anak yang lahir dari hubungan di luar nikah dan pernikahan di bawah tangan (nikah sirri termasuk nikah muth’ah) berhak mendapakan nafkah dan pembagian sebagian harta peninggalan bapak biologisnya melalui wasiat wajibah. Terobosan hukum tersebut merupakan konsekuensi yuridis atas putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010, dalam uji materiil atas pasal 43 ayat (1) UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Hal ini tentu menimbulkan permasalahan hukum yang baru dan cukup pelik bagi para hakim di lingkungan Peradilan Agama sebagai pengadilan yang berwenang memeriksa dan mengadili perkara tertentu saja, yakni perkara yang terhadapnya berlaku dan tunduk pada hukum syariah Islam. Banyak sudah diskusi yang dilakukan untuk membahas masalah ini guna menemukan jawaban yang tepat sesuai tuntunan syariat.


selengkapnya KLIK DISINI

.
Comments  
# burman tual 2013-02-18 06:42
klo nikh sirri at muth'ah, "mungkin", krna ada aqad. tp bp biologis 'hanya melepas benih' tanpa akad, kmdian mniggal, apa bisa anak seperti ini diberikan jatahnya?
Reply | Reply with quote | Quote
# daswir tanjung 2013-02-18 06:52
Dalam hal menyelesaikan perkara tentang nafkah dan waris bagi anak nikah sirri atau diluar nikah sah sesuai peraturan perundang-undan gan yang berlaku perlu extra hati - hati, apabila kita terlalu mudah mengabulkan atau menolaknya mempunyai dampak, hal ini sangat mempengaruhi kepada perkawinan sah dan membuka peluang untuk melakukan perkawinan sirri.apabila hal ini perlu ada revisi terhadap Undang - undang Perkawinan.seka li lagi dalam menyelesaikan kasus ini perlu extra hati - hati.
Reply | Reply with quote | Quote
# Muh. Irfan Husaeni/PA Pelaihari 2013-02-18 07:44
Sangat setuju bahwa antara MK dengan MUI tidak ada perbedaan secara esensi untuk menghukum kepada ayah biologis sepenjang dapat dibuktikan secara hukum hanya perbedaan bahasa. MK memakai istilah hubungan perdata dan MUI menggunakan istilah fiqh Takzir.
Tulisan ini sangat membantu kami jika suatu saat ada gugatan nafkah anak yang dilahirkan di luar perkawinan.
Namun yang disayangkan masyarakat awam itu (ibu yang potensi dirugikan)suka bermain api, ketika sudah terjadi kebakaran baru teriak-teriak minta tolong kepada catatan sipil, pengadilan, DPR, Komnas HAM dll. seakan-akan lembaga itu sebagai pemadan kebakaran.
Penyuluhan hukum dan pembinaan mental dari keluarga sebagai solusi sebagai upaya preventif, namun secara kuratif pengadilan siap menerima, memeriksa, mengadili dan menyelesaikan perkara yang diajukan. Terimakasih Bapak Dr. H. A. Mukti Arto atas pencerahannya.
Reply | Reply with quote | Quote
# Pa. Yadi. PTA, Ambon 2013-02-18 10:13
Saya pikir tulisan ini sangat menarik untuk disimak. Akan tetapi menjadi pekerjaan rumah bagi numat Islam untuk memperjuangkan hukum pidana jinayah agar diterapkan bagi mereka yang beragama Islam, sehingga dpt meminimalisir pernikahan dibawah tangan yg berdampak bagi kehidupan anak yg dilahirkan tanpa pernikahan yg sah. Tanpa perjuangan yg besar dari umat Islam terhadap hukum pidana jinayah utk diberlakukan maka praktek pernikahan sirih tdk dpt dibendung dan anak yg dilahirkan dari perkawinan tsb semakin menjamur. Walaupun payung hukum terhadap anak yg dilahirkan diluar perkawinan yg sah tetapi ada hubungan biologis dgn ayahnya setelah dibuktikan dgn ilmu pengetahuan dan teknologi sebagaimana Keputusan MK. Nomor 46/PUU-VIII/201 0 tdk menyurut pelaku pernikahan dibawah tangan berkurang. Hal ini karena ada kelonggaran/cel ah hukum yg diberikan oleh MK kpd pelaku pernikahan dibawah tangan.Lagi pula didukung oleh MUI dgn menjatuhkan ta'zir kpd ayah biologisnya. Sepanjang hukum pidana jinayah blm diterapkan kpd pengadilan yg berwenang maka sulit mengimplementas ikan hukum syari'ah yg sesungguhnya, krn MK sendiri melokalisir perkawinan diluar perkawinan yg sah dgn mengakui ayah biologis sbg ayah dari anak tersebut padahal kt ketahui bahwa hubungan antara seorang laki-laki dgn seorang perempuan yg bukan dlm suatu ikatan perkawinan yg sah adalah perbuatan zina. Akibat ulah dari pada orang tua yg tdk taat hukum menyebabkan hukum itu sendiri tercabik-cabik seperti masalah anak yg lahir bkn dlm ikatan perkawinan yg sah.
Reply | Reply with quote | Quote
# Rusliansyah - PA Nunukan 2013-02-18 11:07
RUU Hukum Terapan Peradilan Agama juga mencantumkan pasal2 sanksi pidana bagi pelanggar ketentuan UU, yang dapat ditafsirkan sebagai ta'zir bagi pelakunya.
Mungkin ke sinilah larinya ta'zir bagi ayah biologisnya pasca putusan MK itu, jika itu mau diterapkan di PA.
Hanya masalahnya putusan MK itu masih terus menimbulkan pro-kontra di masyarakat (hukum) dan RUU itu tidak ada kabar beritanya lagi.
Setelah sebelumnya ada tulisan PA mana yang berwenang mengadili perkara gugatan nafkah anak perkawinan di luar nikah atau bawah tangan, kembali kali ini kita disuguhkan tulisan artikel yang sangat menarik dari Bpk. A.Mukti Arto, WKPTA Ambon, sebagai bahan diskusi bulanan di masing2 satker.
Syukron atas artikel Bapak yang sangat mencerahkan pikiran kami para hakim.
Kami tunggu tulisan Bapak berikutnya!
Reply | Reply with quote | Quote
# H.BARMULA PTA AMBON 2013-02-19 06:59
Sangat setuju demi memuliakan jg, bahwa anak itu jg manusia ciptaan tuhan, dilain sisi bahwa didalam pemeriksaan perkara bagi pembuat putusan hrs hati2 pula didalam memutuskan hrs melihat aspek hukum lainnya. Dan trima kasih Bpk penulis dan ini pengatahuan baru jg bagi sy.
Reply | Reply with quote | Quote
# Drs.Rahmani, SH., PA.kotamobagu. 2013-02-19 10:33
Sepertinya klo bp biologis itu dihukum dg hukum takzr tidak tepat, krn hubungan di luar nikah "resmi" itu adalah bentuk zina.Bagaimana klo anak itu misalnya diakibatkan dg kawin sirri kan tidak ada unsur pidananya.Yang tepat adalah mempertanggunja wabkan perbuatannya terhadap org lain "anak biologisnya"> krn apabila tidak demikian anak bisa rugi materi, nafkah lahir juga rugi secara sasial, anak itu bisa minder bahkan merasa terhukum krn tidak ada ayah yg bertanggung jawab kepadanya.
Reply | Reply with quote | Quote
# ayep SM PA Tasikmalaya / Singaparna 2013-02-19 13:46
Bagus ya, dengan putusan MK kita ilmu kita jadi berkembang
Reply | Reply with quote | Quote
Add comment

Hubungi Kami

Gedung Sekretariat MA (Lt. 6-8)

Jl. Jend. Ahmad Yani Kav. 58 ByPass Jakarta Pusat

Telp: 021-29079177
Fax: 021-29079277

Email Redaksi : Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.
Email Ditjen : Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.

Lokasi Kantor

 Instagram  Twitter  Facebook

 

Responsive Voice