EKSEKUSI PUTUSAN DECLARATOIR
Oleh : M. Natsir Asnawi, S.HI.[1]
A. Pendahuluan
Falsafah suatu putusan pengadilan adalah ketetapan bahwa suatu perkara atau sengketa telah diadili dan diputus dengan benar dan telah (dapat) diselesaikan, baik secara sukarela oleh pihak yang kalah maupun melalui eksekusi jika pihak yang kalah tersebut tidak bersedia melaksanakan putusan secara sukarela. Eksekusi demikian bersifat memaksa (enforced) dan melibatkan perangkat-perangkat tertentu, baik dari pengadilan itu sendiri maupun dari institusi lain seperti kepolisian, kelurahan, jawatan kantor lelang, dan sebagainya.
Pada asasnya, putusan yang dapat dieksekusi adalah putusan yang telah berkekuatan hukum tetap (kracht van gewijsde) yang di dalamnya mengandung amar condemnatoir yang berarti amar penghukuman untuk melakukan sesuatu (condemn dalam bahasa Inggris berarti menghukum). Amar condemnatoir ini dapat mewujud dalam berbagai bentuk, misalnya menghukum untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu, menghukum untuk membongkar sesuatu, mengosongkan sesuatu, membayar sejumlah uang, dan sebagainya.
selengkapnya KLIK DISINI
.
Saya berpendapat hakim tidak hanya memeriksa berdasarkan petitum, tapi berdasarkan keadilan. Jika petitum semua sudah dijawab tapi belum adil, hakim dapat menambahkan amar yang bersifat komdemnatoir yang terkait dengan amar deklaratoir sehingga tidak sampai ultra petitum.
contoh dalam perkara CT setelah mengadili semua petitum, hakim secara ex officio dapat menghukum kepada P untuk memberikan nafkah idah dan mutah kepada T, demikian pula dengan perkara yang dapat dianalogi seperti itu.