Do’a, Harapan dan Mimpi-mimpiku
Oleh : Dr. H.Andi Syamsu Alam, SH., MH.
Pendahuluan
Menjelang masa pensiun, sekitar setahun sebelas bulan yang akan datang, penulis terdorong untuk menulis tentang “Do’a, Harapan dan Mimpi-mimpiku” tentang peradilan agama yang belum kesampaian.
Tidak ada seorangpun yang patut disalahkan, tak terwujudnya mungkin disebabkan hambatan ketersediaan SDM, faktor hambatan birokrasi atau faktor biaya, dan lain-lain.
Selengkapnya, Klik disini
.
Wujudkalah harapan Yang Mulia sehingga terwujud peradilan yang agung, semoga mimpi menjadi kenyataan, Amin
Tahniah untuk Pak Tuada
Masih terlalu banyak yang belum sempat ayahda kerjakan di masa lalu, sementara masa pensiun itu sudah menunggu di pelupuk mata.
Sedih ayahda menatap masa depan PA yang masih jauh dari "harapan" ayahda.
Lelah sudah ayahda "mengejar" hari esok PA yang selama ini hanya bisa menjadi "mimpi" ayahda.
Namun ayahda, dengan kekuatan "doa" dari seluruh warga PA, "mimpi" dan "harapan" ayahda itu Insya Allah akan dapat terwujud kelak.
Teringat kembali kenangan indah bersama ayahda tahun 90-an di Kaltim.
Bagaimana ayahda saat itu "menghidupkan" tenis di Kaltim hingga sekarang PTWP PTA Kaltim selalu diperhitungkan di tingkat nasional.
Bagaimana dari satu PA ke PA lain di Kaltim, dalam hitungan bulan saja ayahda mampu mengadakan kegiataan "eksaminasi" 2-3 kali setahun.
Padahal dana khusus untuk itu tidak ada. Yang ada hanyalah kemauan dan tekad untuk maju.
"Bisa tidak bisa harus bisa" seperti semboyan Pak Dirjen sekarang, sudah tertanam dalam saat itu dalam diri ayahda.
Dengan "kebersamaan" apa yang tidak bisa dilakukan?
Tetapi mengapa sekarang di saat dana sudah ada dalam DIPA, kualitas putusan PA mengalami grafik penurunan hingga menimbulkan kegalauan pada diri ayahda.
Apa yang salah dengan pembinaan dan bimtek yang telah dilakukan selama ini?
Apakah kemajuan IT di PA itu menjadi salah satu faktor penyebabnya?
Mengapa dunia ilmiah "eksaminasi"(di skusi permasalahan hukum/putusan) yang menjadi "pakaian kebesaran" sebagian besar warga PA saat masih berstatus mahasiswa itu telah ditinggalkan dan ditanggalkan seketika mereka bekerja di PA?
Apakah beban kerja sehari-hari yang menguras waktu dan pikiran telah mematikan semangat keilmuan mereka?
Teringat juga bagaimana Pak Jaelani KH yang tidak bisa dan biasa nyanyi itu "terpaksa" harus tampil berkaraoke-ria di hadapan seluruh peserta eksaminasi dengan lagu "doel sumbang"-nya alias tidak jelas mana musik-mana lagunya.
Apakah ayahda masih ingat ketika di Tarakan ayahda memborong dasi "ROMA" made-in luar negeri untuk dibagi-bagikan kepada teman2 sependidikan di Bogor?
Ah...semua kenangan indah itu yang juga tentu dirasakan oleh teman2 lain akan selalu ananda kenang sebagai pelajaran berharga dari ayahda.
Ayahda janganlah berkecil hati bahwa tidak ada yang ayahda lakukan untuk PA.
Sebenarnya banyak sudah "karya" ayahda yang menjadi saksi hidup selama pengabdian ayahda di PA.
Di antaranya adalah "sidang keliling di luar negeri".
Masih ingatkah ayahda ketika PA-PA se-Kaltim tahun 2010 lalu mengadakan kunjungan muhibah dan studi banding ke Konjen R.I. di Sabah.
Bagaimana di hadapan Konsul Supeno Sahid saat itu, setelah mendengarkan permasalahan TKI di Malaysia, ayahda menyampaikan gagasan "sidang keliling di luar negeri", yang diamini oleh Pak Dirjen Wahyu Widiana.
Dan akhirnya gagasan itu menjadi kenyataan di bulan Juni 2012 saat PA Jakarta Pusat pertama kali bersidang keliling di Konsulat Jenderal R.I. di Sabah.
Allahumma Ya Allah Yang Maha Berkarya, berilah kekuatan dan kesehatan kepada ayahda kami dalam melaksanakan tugas pengabdiannya kepada-Mu.
Kabulkanlah harapan dan mimpi-mimpi ayahda kami.
Perkenankanlah doa ayahda kami dan doa sekalian warga PA.
Panjangkanlah umurnya dalam mengabdi kepada-Mu hingga akhirnya dapat menyaksikan keberhasilan dari harapan dan mimpi selama ini.
Amin ya rabbal 'alamin!
Gayung itu mesti harus bersambut;
Do'a bapak,kami yang akan mengikhtiarkan;
Harapan bapak, kami yang akan mewujudkan;
Impian bapak, insyaallah akan menjadi kenyataan. aamiiin.
Tentu tulisan ini akan sangat berguna dan menjadi motivator, bukan saja terhadap hakim-hakim, tapi juga bagi para penentu kebiajakan di MA.
Hakim yang suami isteri tidak ditempatkan pada tempat yang berjauhan, sedapat-dapatny a tetap serumah, setidak-tidakny a mereka akan dapat mendiskusikan hasil bacaanya, bertukar fikiran tentang yurisprudensi yang baru, dan lain-lain. Demikian pula jika salah satunya bukan hakim, tetap serumah untuk ketenangan menghadapi pekerjaan dan tugas-tugasnya.
Jawaban atas pertanyaan di atas ada pada diri kita masing-masing, tapi terutama bagi pimpinan PA.
Pertanyaan di atas tentu bukan untuk semua, karena masih banyak pimpinan PA yang tetap melestarikan budaya DISKUSI tersebut. Semoga yang lain mau bangkit dan termotivasi untuk itu!
Jawabannya juga cukup kompleks. Tapi yang jelas tetap mengarah kepada kualitas SDM hakimnya. SDM yang berkualitas baik, akan memamnfaatkan kemajuan IT sebagai sarana peningkatan kualitas putusannya, bukan sebaliknya, bermalas-malasa n dan menyerahkan kepada PP.
HANYA TINGGAL HARAPAN, BAHKAN HANYA MIMPI?
TAPI TIDAK APA-APA. MASIH ADA DOA.
SEMOGA SAJA DIKABULKAN.
Amin Allahumma Amin :-)