DINAMIKA BATAS USIA PERKAWINAN DALAM UU NO.1 TAHUN 1974 DAN HUKUM ISLAM DALAM PERSPEKTIF SOSIOLOGI-ANTROPOLOGI
Oleh : Abdul Mustopa (Hakim PA Pasuruan)
Abstrak
Batas usia perkawinan merupakan masalah yang kompleks. Isu ini tidak hanya menjadi perhatian negara, tetapi juga menjadi kegelisahan tersendiri baik dari kalangan aktifis, akademisi hingga instansi. Artikel ini membahas bagaimana Batas Usia Perkawinan Dalam UU No.1 Tahun 1974 Dan Hukum Islam Dalam Perspektif Sosiologi-Antropologi. Hasilnya adalah batas Usia calon mempelai yang telah mencapai laki-laki 19 (sembilan belas) tahun dan calon mempelai perempuan 16 (enam belas) tahun tidak bertentangan dengan maksud pada Pasal 6 ayat (2), dan sebagai konsekuensinya yaitu tercemin dari maksud Pasal 7 ayat (2) dan ayat (3).ketentuan batas umur ini didasarkan kepada pertimbangan kemaslahatan keluarga dan rumah tangga perkawinan. Ini sejalan dengan prinsip yang diletakkan oleh UU Perkawinan maupun oleh KHI.
Pendahuluan
Perdebatan tentang batas usia anak dimana seseorang dianggap dewasa dalam konteks perkawinan adalah menyangkut kesiapan dan kematangan tidak saja fisik, namun juga psikis, ekonomi, sosial, mental, agama, dan budaya. Hal ini karena perkawinan pada usia dini, seringkali menimbulkan berbagai risiko, baik resiko yang bersifat biologis, seperti kerusakan organ reproduksi, maupun risiko psikologis.[1]
[1] Umi Sumbulah, “Ketentuan Perkawinan dalam KHI dan Implikasinya bagi Fiqh Muasyarah: Sebuah Analisis Gender”, h. 100.
Selengkapnya KLIK DISINI