Budaya Chaos dalam Ritual Perkawinan1
Oleh : Hidayat, S.H.I, S.H[1]
Dalam masyarakat Indonesia budayat (cultur ) masih menjadi pegangan yang cukup mengakar makanya wajar dalam setiap sisi prilaku masyarakat budaya (cultur) mendapatkan perhatian lebih dalam menilai apakah perbuatan suatu acara mendapat predikat baik atau buruk, walaupun hal tersebut bertentangan dengan nilai kerelijiusan yang berlaku dalam syari’at. Hantaran dan biaya pernikahan sudah ,menjadi isu fundamental yang berlaku sebagai akibat masih kuatnya pengaruh tradisi (non Islamis) yang berlaku di masyarakat. Bermacam-macam suku yang ada ditanah air ini mempunyai standar masing-masing dalam menentukan biaya pernikahan hal ini diperburuk lagi dengan masuknya budaya Hedonisme (aliran yang menilai segalanya dari sisi materi) dikalangan masyarakat yang beranggapan bahwa pernikahan adalah salah satu cara untuk menentukan perbedaan kasta sosial dalam masyarakat, semakin tinggi dan besar biaya sebuah pernikahan semakin tinggi pula kasta sosialnya dalam masyarakat.
Selengkpnya KLIK DISINI
[1] Jurusita Pengganti dan calon Panitera Pengganti pada Pengadilan Agama Putussibau.
- Pernah di muat dalam Koran Equator Kalimantan Barat 1 Desember 2011
congrotulation!
Gambaran pernikahan yang dipaparkan dan dinilai telah menjadi budaya tersebut, merupaka rembesan dari budaya timur tengah yang menjadikan pernikahan momok bagi pemuda miskin yang ingin menikah, pasalnya di negara timur tengah sendiri sempat adanya pembatasan nilai tertinggi mahar karena nilai mahar yang terus melambung mengikuti ego dan pretise sebagian masyarakat di sana,,menurut saya, ini juga kritik bagi para tokoh agama yang bida dikatakan gagal memberikan pendidikan bab nikah pada masyarakat karena selama ini pendidikan agama hanya terhenti pada bab toharoh dan ibadah