TANGGAPAN ATAS CONTOH PUTUSAN DALAM LAMPIRAN SURAT EDARAN TUAMARGA NOMOR 11/TUAKA-AG/VII/2013
Oleh: M. Natsir Asnawi, S.HI1
-
Pendahuluan
Tulisan ini tidak bermaksud menghakimi ataupun memberikan penilaian terhadap kualitas putusan sebagaimana yang menjadi lampiran dalam SE Tuamarga MA RI. Tulisan ini hanyalah sebagai respon akademis dan praksis terhadap contoh putusan yang telah dijadikan patron bagi hakim-hakim Pengadilan Agama dalam wilayah PTA Surabaya, dan juga mungkin di seluruh Indonesia. Sebelumnya penulis memohon maaf dan perkenannya untuk mencurahkan buah pikir dan hasil analisis penulis terhadap putusan dimaksud, terlebih penulis masih merupakan calon hakim yang perlu banyak belajar. Tanpa mengurangi rasa hormat penulis kepada Majelis yang memeriksa dan Tim Penyusun serta korektor atas putusan ini, izinkan penulis menganalisisnya secara ilmiah. Mudah-mudahan dengan tanggapan ini, penulis mendapatkan feedback dari Majelis yang bersangkutan, hakim-hakim, serta pembaca setia badilag.net, sehingga pemahaman penulis mengenai putusan yang baik akan semakin berkembang.
selengkapnya KLIK DISINI
1 Calon Hakim pada Pengadilan Agama Yogyakarta
menurut saya, analis saudara pada poin pertama sudah tepat. namun untuk analisa yang kedua, menurut saya Majelis Hakim telah sesuai dengan hukum acara.
terkait dengan pasal 125 HIR tersebut, gugatan yang melawan hak tidak serta merta diartikan dengan ditolak, harus dilihat apakah cacat formil dan materil atau tidak terbukti saat pemeriksaan. terkait perkara tersebut, gugatan rekonvensi tentang nafkah lampau anak, majelis hakim belum melakukan pemeriksaan gugatan rekonvensi baru hanya menilai formil gugatan yakni dalil gugatan rekonvensi tentang nafkah anak tidak memiliki landasan hukum dan dasar hukum dengan pertimbangan bahwa anak adalah lilintifa' bukan littamlik. Maka setiap gugatan perkara yang tidak memiliki dasar hukum (rekhtelijke grond) tidak perlu diperiksa lebih lanjut harus diadili formalitasnya dan harus di NO atau tidak diterima..walla hu 'alam bisshawab
Sebagai informasi dan argumentasi tambahan, perkara 608 K/AG/2003 diketuai oleh YM Tuamarga dengan anggota YM Dr. HAmdan dan Dr. Habiburrahman.
Jika boleh saya nukilkan secara lengkap salah satu amar dalam rekonvensi (tentang nafkah madliyah anak), Majelis Kasasi bahkan memutusnya dengan menolak, bukan meng-NO. Hal ini termaktub dalam amar Putusan Kasasi pada bagian rekonvensi angka (4) dengan menyatakan "MENOLAK GUGATAN PENGGUGAT REKONVENSI UNTUK SELAIN DAN SELEBIHNYA"
Salah satu pertimbangan hukumnya adalah sebagai berikut:
"Bahwa kewajiban seorang ayah memberikan nafkah kepada anaknya adalah lil intifa' bukan li tamlik, maka kelalaian seorang ayah yang tidak memberikan nafkah kepada anaknya (nafkah madliyah anak) tidak bisa digugat"
Dengan demikian, dapat saya simpulkan dari pendapat hakim kasasi tersebut, bahwa frasa "tidak dapat digugat" merupakan dasar bagi hakim dalam menolak gugatan nafkah madliyah anak.
Wallahu a'lam bi al shawab
Sebagai informasi dan argumentasi tambahan, perkara 608 K/AG/2003 diketuai oleh YM Tuamarga dengan anggota YM Dr. HAmdan dan Dr. Habiburrahman.
Jika boleh saya nukilkan secara lengkap salah satu amar dalam rekonvensi (tentang nafkah madliyah anak), Majelis Kasasi bahkan memutusnya dengan menolak, bukan meng-NO. Hal ini termaktub dalam amar Putusan Kasasi pada bagian rekonvensi angka (4) dengan menyatakan "MENOLAK GUGATAN PENGGUGAT REKONVENSI UNTUK SELAIN DAN SELEBIHNYA"
Salah satu pertimbangan hukumnya adalah sebagai berikut:
"Bahwa kewajiban seorang ayah memberikan nafkah kepada anaknya adalah lil intifa' bukan li tamlik, maka kelalaian seorang ayah yang tidak memberikan nafkah kepada anaknya (nafkah madliyah anak) tidak bisa digugat"
Dengan demikian, dapat saya simpulkan dari pendapat hakim kasasi tersebut, bahwa frasa "tidak dapat digugat" merupakan dasar bagi hakim dalam menolak gugatan nafkah madliyah anak.
Wallahu a'lam bi al shawab
Salam hormat
Nah! Kalau untuk promosi vs kinerja, saya kira idealnya memang harus begitu. Tapi kalau yang satu ini biasanya kan urusan yang di atas ... he he ...
Luar biasa kelebihan Iqra' yang diberikan Tuhan kepada Sdr.Natsir,..se moga menjadi ilmu yuntafa'ubih .Amin
kiranya tepat anda menjadi terbaik di PPC terpadu MA, karena hasrat keilmuan anda besar dan dinamis. jawaban saya :
1. menghadapi gugatan yang mengandung cacat formil, putusan yang dijatuhkan harus dengan jelas dan tegas mencantumkan dalam amar putusan "menyatakan gugatan tidak dapat diterima"
(yahya harahap. 811 & buku II hal.115 edisi 2010).
2. Akibat hukum yang harus ditanggung (Penggugat) atas kegagalan membuktikan dalil gugatan. Gugatannya mesti ditolak dengan amar putusan : "menolak gugatan Penggugat" (yahya harahap 812 & buku II hal.118 edisi 2010)
3. Alasan gugatan nafkah lampau anak di putus NO karena jelas tidak memiliki alasan ata dasar hukum (rekhtelijke grond)sebagaima na pertimbangan Majelis Hakim. Namun Tidak semua putusan NO yang bersifat negatif lepas dari nebis in idem seperti yang anda katakan. Ada beberapa pengecualian diantaranya putusan negatif atas gugatan yang tidak mempunyai dasar hukum (rekhtelijke grond) tetap melekat nebis in idem. alasannya bahwa gugatan mengenai suatu hal yang tidak mempunyai dasar hukum, selamanya tidak memiliki dasar hukum (yahya harahap H.446).
4. Terkait dengan yurisprudensi No.608 K/AG/2003, saya tidak ingin mengomentari lebih jauh karena yurisprudensi tersebut juga menjadi dasar pertimbangan majelis hakim tersebut. Dan fakta di lapangan berdasarkan pengamatan saya, dengan melihat beberapa putusan pada beberapa pengadilan yang terkait dengan yurisprudensi tersebut, yang terkait nafkah lampau anak telah terjadi disvaritas. Ada majelis hakim yang memutus menolak dan ada yang memutus NO atau tidak dapat diterima. Mungkin hal ini juga berdasarkan pertimbangan putusan 608 K/AG/2003 itu sendiri bahwa nafkah lampau anak "tidak dapat digugat" tapi bagi saya berdasarkan beberapa alasan tersebut di atas, perkara nafkah lampau anak tidak dapat diterima bukan ditolak.
Soal nafkah madhiyah anak, jika majelis hakim berpendapat bhw nafkah madiyah anak itu lilintifa', maka sesungguhnya majelis hakim tsb telah memberi penilaian materil atas perkara aquo, bukan penilaian formil. Karena itu, tepatlah kiranya jika perkara tsb ditolak, bukan di-NO. Sebagai perbandingan, ketika seseorang menggugat waris, padahal secara materil ia mahjub hirman, maka gugatannya bukan di-NO, tapi ditolak.
(Sy pribadi pernah melakukan sama dgn majelis perkara aquo, anggaplah komen sy sekarang ini adalah qaulul jadid...hehehe)
Terlepas dari soal NO-Menolak, sy pribadi belum menemukan penjelasan cukup kenapa nafkah anak dianggap lilintifa'... Menurut sy, nafkah anak, sebagaimana nafkah istri, adalah littamlik...