logo web

Dipublikasikan oleh Iwan Kartiwan pada on . Dilihat: 9515

TANGGAPAN ATAS CONTOH PUTUSAN DALAM LAMPIRAN SURAT EDARAN TUAMARGA NOMOR 11/TUAKA-AG/VII/2013

Oleh: M. Natsir Asnawi, S.HI1

  1. Pendahuluan

Tulisan ini tidak bermaksud menghakimi ataupun memberikan penilaian terhadap kualitas putusan sebagaimana yang menjadi lampiran dalam SE Tuamarga MA RI. Tulisan ini hanyalah sebagai respon akademis dan praksis terhadap contoh putusan yang telah dijadikan patron bagi hakim-hakim Pengadilan Agama dalam wilayah PTA Surabaya, dan juga mungkin di seluruh Indonesia. Sebelumnya penulis memohon maaf dan perkenannya untuk mencurahkan buah pikir dan hasil analisis penulis terhadap putusan dimaksud, terlebih penulis masih merupakan calon hakim yang perlu banyak belajar. Tanpa mengurangi rasa hormat penulis kepada Majelis yang memeriksa dan Tim Penyusun serta korektor atas putusan ini, izinkan penulis menganalisisnya secara ilmiah. Mudah-mudahan dengan tanggapan ini, penulis mendapatkan feedback dari Majelis yang bersangkutan, hakim-hakim, serta pembaca setia badilag.net, sehingga pemahaman penulis mengenai putusan yang baik akan semakin berkembang.


selengkapnya KLIK DISINI


 

1 Calon Hakim pada Pengadilan Agama Yogyakarta

.
Comments  
# Arief JAuhari, PTA Yogya 2013-07-24 14:19
Patut disimak tulisan Calon hakim PA terbaik PPC Terpadu MA ini 8)
Reply | Reply with quote | Quote
# abdurrahman_pa_dompu 2013-07-25 07:43
ass..
menurut saya, analis saudara pada poin pertama sudah tepat. namun untuk analisa yang kedua, menurut saya Majelis Hakim telah sesuai dengan hukum acara.

terkait dengan pasal 125 HIR tersebut, gugatan yang melawan hak tidak serta merta diartikan dengan ditolak, harus dilihat apakah cacat formil dan materil atau tidak terbukti saat pemeriksaan. terkait perkara tersebut, gugatan rekonvensi tentang nafkah lampau anak, majelis hakim belum melakukan pemeriksaan gugatan rekonvensi baru hanya menilai formil gugatan yakni dalil gugatan rekonvensi tentang nafkah anak tidak memiliki landasan hukum dan dasar hukum dengan pertimbangan bahwa anak adalah lilintifa' bukan littamlik. Maka setiap gugatan perkara yang tidak memiliki dasar hukum (rekhtelijke grond) tidak perlu diperiksa lebih lanjut harus diadili formalitasnya dan harus di NO atau tidak diterima..walla hu 'alam bisshawab
Reply | Reply with quote | Quote
# rosyid yakub. pa.cibadak 2013-07-25 08:46
salut dan apresiasi yang tinggi buat seorang calon hakim, sangat wajar bila ybs mendapatkan penghargaan,ana lisisnya yang cepat, cukup mencerdaskan, terima kasih.orang masa depan adalah pejalan jauh, bila mimpinya belum tercapai, ia justru lebih bersemangat.
Reply | Reply with quote | Quote
# daswir tanjung 2013-07-26 07:01
Himbauan dari Kamar Agama MA agar ada contoh putusan yang baik dan berkualitas, sebenarnya untuk mendapatkan itu harus dimulai dari gugatannya dan pemeriksaannya di muka persidangan,has il pemeriksaan yang baik dan berkualitas dapat dilihat dalam Berita Acara Persidangan, disini dituntut Hakim yang mampu mengali apa sebenarnya yang menjadi alasan bagi Penggugat untuk menuntut Tergugat di muka persidangan, jawaban Tgt, replik dan Duplik serta pemeriksaan bukti baik bukti tertulis dan bukti saksi dan penilaian Hakim terhadap kekuatan bukti tersebut, sebagai contoh pemeriksaan saksi yang diajukan Penggugat dan saksi yang dihadirkan Tergugat, dalam pemeriksaannya jelas tidak sama, saksi Penggugat , yang digali Hakim, hal - hal yang berkaitan dengan alasan- alasan Penggugat untuk menuntut Tergugat, sedangkan pemeriksaan saksi Tergugat adalah hal - hal yang berkaitan tentang bantahan Tergugat, dalam hal ini pertanyaan Hakim terhadap saksi Penggugat dan Tergugat jelas tidak sama, selama ini saya perhatian dalam praktek, pemeriksaan saksi di persidangan sama saja bahkan pertanyaan kepada saksi Penggugat dan Tergugat sama , tentu jawabannya juga sama, dan sebagian besar keterangan saksi bersifat kesimpulan, pada hal dalam hukum acara perdata, yang berhak menyimpulkan hanya Hakim bukan saksi. dalam praktek kita jumpai, pemeriksaan perkara dilakukan secara sumir. untuk memperbaiki putusan ini harus dimulai dari diri para Hakim itu sendiri, mindsetnya perlu dirubah, kalau perlu seorang yang dipromosikan menjadi pimpinan PA dan Pimpinan PTA dengan melakukan examinasi terhadap berkas perkara yang telah ia putus, sekurang-kurang nya lima berkas perkara, bukan karena kedekatan, juga bukan senioritas. selama ini belum pernah dilakukan.Jadi Tim Promosi dan Mutasi melakukan examinasi terhadap putusan yang disidangkan oleh Hakim yang bersangkutan. apabila bernilai baik dan didukung faktor lainya, baru bisa dicalonkan untuk menjadi pimpinan, kalau tidak, jangan di promosikan.Untu k mendapatkan putusan yang baik dan berkualitas bukan suatu hal yang mudah, tapi diperlukan kerja keras semua pihak.apabila mau pasti bisa. pasti bisa.
Reply | Reply with quote | Quote
# Natsir Asnawi, Jogja 2013-07-26 14:32
Syukran pak Abdurrahman atas tanggapannya. Sangat bermanfaat bagi saya dalam memahami secara lebih mendalam tentang putusan. Namun demikian, tanpa mengurangi rasa hormat, izinkan saya sebagai junior bapak untuk mengemukakan beberapa hal. Tanggapan bapak tadi memang ada benarnya, hanya saja saya berpendapat bahwa dasar hukum yang menyatakan bahwa nafkah madliyah anak tidak dapat digugat adalah landasan bagi hakim untuk menolak gugatan dimaksud, bukan meng-NO. Sederhananya, kalau di NO, berarti ada kemungkinan perkara tersebut ketika diajukan lagi dikabulkan oleh hakim mengingat putusan NO lepas dari elemen "res judicata atau nebis in idem. Sementara bila di tolak, maka jelas hukumnya bahwa hal demikian memang bukan hak istri/bekas istri dan tidak mungkin dikabulkan. Yang paling penting, di dalamnya melekat unsur nebis in idem, sehingga tidak dapat digugat lagi.
Sebagai informasi dan argumentasi tambahan, perkara 608 K/AG/2003 diketuai oleh YM Tuamarga dengan anggota YM Dr. HAmdan dan Dr. Habiburrahman.
Jika boleh saya nukilkan secara lengkap salah satu amar dalam rekonvensi (tentang nafkah madliyah anak), Majelis Kasasi bahkan memutusnya dengan menolak, bukan meng-NO. Hal ini termaktub dalam amar Putusan Kasasi pada bagian rekonvensi angka (4) dengan menyatakan "MENOLAK GUGATAN PENGGUGAT REKONVENSI UNTUK SELAIN DAN SELEBIHNYA"
Salah satu pertimbangan hukumnya adalah sebagai berikut:
"Bahwa kewajiban seorang ayah memberikan nafkah kepada anaknya adalah lil intifa' bukan li tamlik, maka kelalaian seorang ayah yang tidak memberikan nafkah kepada anaknya (nafkah madliyah anak) tidak bisa digugat"
Dengan demikian, dapat saya simpulkan dari pendapat hakim kasasi tersebut, bahwa frasa "tidak dapat digugat" merupakan dasar bagi hakim dalam menolak gugatan nafkah madliyah anak.
Wallahu a'lam bi al shawab
Reply | Reply with quote | Quote
# Natsir Asnawi, Jogja 2013-07-29 07:42
Syukran pak Abdurrahman atas tanggapannya. Sangat bermanfaat bagi saya dalam memahami secara lebih mendalam tentang putusan. Namun demikian, tanpa mengurangi rasa hormat, izinkan saya sebagai junior bapak untuk mengemukakan beberapa hal. Tanggapan bapak tadi memang ada benarnya, hanya saja saya berpendapat bahwa dasar hukum yang menyatakan bahwa nafkah madliyah anak tidak dapat digugat adalah landasan bagi hakim untuk menolak gugatan dimaksud, bukan meng-NO. Sederhananya, kalau di NO, berarti ada kemungkinan perkara tersebut ketika diajukan lagi dikabulkan oleh hakim mengingat putusan NO lepas dari elemen "res judicata atau nebis in idem. Sementara bila di tolak, maka jelas hukumnya bahwa hal demikian memang bukan hak istri/bekas istri dan tidak mungkin dikabulkan. Yang paling penting, di dalamnya melekat unsur nebis in idem, sehingga tidak dapat digugat lagi.
Sebagai informasi dan argumentasi tambahan, perkara 608 K/AG/2003 diketuai oleh YM Tuamarga dengan anggota YM Dr. HAmdan dan Dr. Habiburrahman.
Jika boleh saya nukilkan secara lengkap salah satu amar dalam rekonvensi (tentang nafkah madliyah anak), Majelis Kasasi bahkan memutusnya dengan menolak, bukan meng-NO. Hal ini termaktub dalam amar Putusan Kasasi pada bagian rekonvensi angka (4) dengan menyatakan "MENOLAK GUGATAN PENGGUGAT REKONVENSI UNTUK SELAIN DAN SELEBIHNYA"
Salah satu pertimbangan hukumnya adalah sebagai berikut:
"Bahwa kewajiban seorang ayah memberikan nafkah kepada anaknya adalah lil intifa' bukan li tamlik, maka kelalaian seorang ayah yang tidak memberikan nafkah kepada anaknya (nafkah madliyah anak) tidak bisa digugat"
Dengan demikian, dapat saya simpulkan dari pendapat hakim kasasi tersebut, bahwa frasa "tidak dapat digugat" merupakan dasar bagi hakim dalam menolak gugatan nafkah madliyah anak.
Wallahu a'lam bi al shawab
Salam hormat
Reply | Reply with quote | Quote
# djazril darwis.babel 2013-07-29 14:12
Acungan jempol buat Sdr.M.Natsir Asnawi,S.HI, sang Calon Hakim.Ditunggu tulisan berikutnya atas contoh Putusan I dan III.
Reply | Reply with quote | Quote
# HABIB R DAULAY PA.SJJ 2013-07-30 07:28
Saya iri melihat ilmu dinda,
Reply | Reply with quote | Quote
# Alimuddin M.PA.Denpasar 2013-07-30 10:04
Kita bisa belajar dari mana dan siapa saja, termasuk dari yunior kita Pak Natsir Asnawi di Yogja, sukses dan terima kasih Pak Natsir!
Reply | Reply with quote | Quote
# Alimuddin M.PA.Denpasar 2013-07-30 10:13
Untuk Pak Daswir Tanjung, saya menilai dan mengamati BAS sama seperti hasil penilaian dan pengamatan Bapak. Untuk itu, kita berharap, komentar Pak Daswir tersebut bisa menjadi pelajaran bagi perbaikan kinerja hakim ke depan.
Nah! Kalau untuk promosi vs kinerja, saya kira idealnya memang harus begitu. Tapi kalau yang satu ini biasanya kan urusan yang di atas ... he he ...
Reply | Reply with quote | Quote
# sarwohadi ayahnya unung 2013-07-30 12:58
sy bangga punya cakim secerdas bapak, pokoknya analisanya tajam. cuma sy urun dikit aja ttg putusan negatif/N.O. hakim bisa saja menjatuhkan putusan N.O. ketika sudah memeriksa tahap pembuktian contoh perkara waris dlm pembuktian ternyata ada ahli waris yg tdk dijadikan sbg pihak maka putusannya harus N.O. biar perkakaranya dpt diajukan kembali he..he.gitu mas yo.
Reply | Reply with quote | Quote
# pitirramli/PA.Jambi 2013-07-30 14:01
Mutiara itu akan muncul, walaupun ditengah hutan yang gelap atau dalam dasar laut, Ilmu yang diberikan oleh Yang Maha Kuasa berdasar dari IQRA', penalaran dari sebuah Iqra' dicontohkan oleh Rasulullah SAW.
Luar biasa kelebihan Iqra' yang diberikan Tuhan kepada Sdr.Natsir,..se moga menjadi ilmu yuntafa'ubih .Amin
Reply | Reply with quote | Quote
# sarwohadi ayahnya unung 2013-07-30 18:33
bagus tanggapannya ttg putusan N.O. menurut sy bisa terjadi walaupun telah masuk pembuktian contoh perkara waris ternyata dlm pembuktian masih ada ahli waris yg belum masuk sbg pihak, maka putusannya harus N.O. sehingga perkara dpt diajukan lagi
Reply | Reply with quote | Quote
# abdurrahman_pa_dompu 2013-07-31 09:58
ass....
kiranya tepat anda menjadi terbaik di PPC terpadu MA, karena hasrat keilmuan anda besar dan dinamis. jawaban saya :
1. menghadapi gugatan yang mengandung cacat formil, putusan yang dijatuhkan harus dengan jelas dan tegas mencantumkan dalam amar putusan "menyatakan gugatan tidak dapat diterima"
(yahya harahap. 811 & buku II hal.115 edisi 2010).
2. Akibat hukum yang harus ditanggung (Penggugat) atas kegagalan membuktikan dalil gugatan. Gugatannya mesti ditolak dengan amar putusan : "menolak gugatan Penggugat" (yahya harahap 812 & buku II hal.118 edisi 2010)
3. Alasan gugatan nafkah lampau anak di putus NO karena jelas tidak memiliki alasan ata dasar hukum (rekhtelijke grond)sebagaima na pertimbangan Majelis Hakim. Namun Tidak semua putusan NO yang bersifat negatif lepas dari nebis in idem seperti yang anda katakan. Ada beberapa pengecualian diantaranya putusan negatif atas gugatan yang tidak mempunyai dasar hukum (rekhtelijke grond) tetap melekat nebis in idem. alasannya bahwa gugatan mengenai suatu hal yang tidak mempunyai dasar hukum, selamanya tidak memiliki dasar hukum (yahya harahap H.446).
4. Terkait dengan yurisprudensi No.608 K/AG/2003, saya tidak ingin mengomentari lebih jauh karena yurisprudensi tersebut juga menjadi dasar pertimbangan majelis hakim tersebut. Dan fakta di lapangan berdasarkan pengamatan saya, dengan melihat beberapa putusan pada beberapa pengadilan yang terkait dengan yurisprudensi tersebut, yang terkait nafkah lampau anak telah terjadi disvaritas. Ada majelis hakim yang memutus menolak dan ada yang memutus NO atau tidak dapat diterima. Mungkin hal ini juga berdasarkan pertimbangan putusan 608 K/AG/2003 itu sendiri bahwa nafkah lampau anak "tidak dapat digugat" tapi bagi saya berdasarkan beberapa alasan tersebut di atas, perkara nafkah lampau anak tidak dapat diterima bukan ditolak.
Reply | Reply with quote | Quote
# Alimuddin M.PA.Denpasar 2013-07-31 12:40
Bukan bermaksud mendukung Pak Natsir (he he Caleg kali), tapi khusus untuk nafkah anak yang statusnya hanya lil intifa' sehingga tidak dapat digugat, jika kaedah hukum ini sudah permanen, maka dalam perkara seperti yang dikomentari tersebut, seharusnya bukan di NO, tapi ditolak. Kongkritnya: Kalau seseorang menggugat sesuatu yang secara hukum ia tidak berhak, berarti gugatannya tidak beralasan hukum : yah, ditolak.
Reply | Reply with quote | Quote
# amyusuf takalar 2013-08-13 08:28
Hal paling mendasar (menurut hemet pemahama saya) yang membedakan putusan NO dengan putusan MENOLAK terletak pada hukum yang diterapkan dalam mengadilinya, apakah formil atau materil. Putusan NO selalu berpijak pada penerapan formil, sedangkan putusan menolah lahir dari penerapan hukum materil.

Soal nafkah madhiyah anak, jika majelis hakim berpendapat bhw nafkah madiyah anak itu lilintifa', maka sesungguhnya majelis hakim tsb telah memberi penilaian materil atas perkara aquo, bukan penilaian formil. Karena itu, tepatlah kiranya jika perkara tsb ditolak, bukan di-NO. Sebagai perbandingan, ketika seseorang menggugat waris, padahal secara materil ia mahjub hirman, maka gugatannya bukan di-NO, tapi ditolak.

(Sy pribadi pernah melakukan sama dgn majelis perkara aquo, anggaplah komen sy sekarang ini adalah qaulul jadid...hehehe)

Terlepas dari soal NO-Menolak, sy pribadi belum menemukan penjelasan cukup kenapa nafkah anak dianggap lilintifa'... Menurut sy, nafkah anak, sebagaimana nafkah istri, adalah littamlik...
Reply | Reply with quote | Quote
Add comment

Hubungi Kami

Gedung Sekretariat MA (Lt. 6-8)

Jl. Jend. Ahmad Yani Kav. 58 ByPass Jakarta Pusat

Telp: 021-29079177
Fax: 021-29079277

Email Redaksi : Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.
Email Ditjen : Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.

Lokasi Kantor

 Instagram  Twitter  Facebook

 

Responsive Voice