logo web

Dipublikasikan oleh Iwan Kartiwan pada on . Dilihat: 19135

GUGATAN ANAK ZINA KEPADA AYAH BIOLOGIS DAN KELUARGANYA KEWENANGAN SIAPA

Oleh : Drs. H. Abd. Salam, S.H. M.H.

Wakil Ketua Pengadilan Agama Sidoarjo

Pendahuluan

Koran Jawa Pos terbitan hari Selasa, tanggal 5 Pebruari 2013 menurunkan sebuah judul berita” Anak Hasil Nikah Sirri Berhak Bagian Harta”

Dari judul berita tersebut sekilas belum bisa dipahami, tetapi setelah disimak isi berita tersebut ternyata memuat adanya terobosan hukum oleh Mahkamah Agung untuk menetapkan hak-hak anak yang lahir dari hubungan di luar nikah dan pernikahan di bawah tangan (nikah sirri termasuk nikah muth’ah) berhak mendapakan nafkah dan pembagian sebagian harta peninggalan bapak biologisnya melalui wasiat wajibah. Dikatakan bahwa ketentuan tersebut telah dimuat dalam Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor : 7 Tahun 2012 hasil pembahasan Komisi Bidan Peradilan Agama. Terobosan hukum tersebut sebagai konsekwensi yuridis atas putusan Mahkamah Konstitusi Nomor : 46/PUU-VIII/2010, dalam uji materiil atas pasal 43 ayat (1) UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

Dalam merilis berita tersebut Jawa Pos juga mengutip penjelasan Kepala Biro Hukum dan Humas MA (Bapak Ridwan Mansyur), bahwa berdasarkan Madzhab Hanafi, anak hasil zina berhak mendapatkan nafkah dari ayah biologis dan keluarga ayah biologisnya. Ketika ayah biologis dan keluarga biologisnya meinggal, anak hasil zina juga berhak mendapatkan pembagian wasiat wajibah yang besarnya ditentukan Pengadilan Agama. Dijelaskan pula bahwa hak anak zina tersebut bukan hak waris, tetapi menafkahi segala biaya hidup si anak sesuai dengan kemampuan ayah biologisnya dan kepatutan, SEMA ini menjadi pedoman hakim-hakim agama sehingga tidak terjadi perbedaan penerapan hukum.


selengkapnya KLIK DISINI

.
Comments  
# abdurrahman_pa_dompu 2013-02-07 10:07
ass..
Tuisan yang memacu untuk diskusi,menurut saya perbedaan kita saat ini hanyalah sebuah kelanjutan perbedaan ulama fiqih,,jadi landasan kewenangan PA yang bapak paparkan telah tepat, oleh karenanya ketika pendapat abu hanifah yang dijadikan rujukan dan menjadi hukum positif maka Pengadilan Agama tidak boleh menghindar untuk menanganinya karena pendapat abu hanifah juga bagian dari positivisasi hukum syariah
Reply | Reply with quote | Quote
# daswir tanjung 2013-02-07 10:19
Ke depan bisa saja Anak di luar nikah sah bisa menuntut ayah biologis dalam hal nafkah dan harta warisan, karena di Indonesia, kita terikat dengan hukum tertulis yang dibuat oleh lembaga yang berwenang, selama hukum tertulis belum mengatur, maka anak biologis mendapatkan kesulitan dalam hal pembuktian. ke depan seharusnya pemerintah mewanti - wanti hal yang mungkin akan terus terjadi dalam masyarakat. kita tunggu.
Reply | Reply with quote | Quote
# Rusliansyah - PA Nunukan 2013-02-07 10:41
Membaca putusan MK yang pro-kontra di atas, terkesan putusan itu hanya mencari "pembenaran," bukan "kebenaran."
Putusan itu hanya bermain di wilayah akal (nalar), tapi jauh dan kering dari naql (nash).

Peraturan per-UU-an tidak ada yang mengatur menjadi kewenangan pengadilan mana jika ada gugatan seperti itu.
Dengan demikian, mengacu pada aturan kompetensi absolult, otomatis perkara gugatan itu menjadi kewenangan PN sekalipun melibatkan pihak2 yang beragama Islam.
Wallahu 'alam bishshawab!
Reply | Reply with quote | Quote
# Alimuddin M.PA. Denpasar 2013-02-07 11:09
hakim sebagai penentu hukum di persidangan, dengan bekal ilmu dan wawasan yang dipunyai, akan mampu menghadapi perubahan hukum yang terjadi sekarang dan seterusnya, merdeka!!!
Reply | Reply with quote | Quote
# Pelmizar. PTA Jakarta 2013-02-07 13:47
Suatu hal yang terlewatkan dalam bahasan ini adalah Pengadilan mana yang berwenang menetapkan ayah biologis tersebut atau bisakah melalui gugatan tersebut berbentuk komulasi yaitu gugatan penetapan ayah biologis dan kewajiban ayah biologis terhadap anak biologisnya
Reply | Reply with quote | Quote
# Abd. salam PA. Sidoarjo 2013-02-07 14:29
Ha he he gagasan Pak Pelmizar unik juga, semua jadi serba biologis, barang kali juga perlu "Penetapan Kapan Terjadinya Hubungan Biologisnya" he he ada-ada aja,,,!
Reply | Reply with quote | Quote
# abdullah berahim, pta palu 2013-02-07 15:03
memang kalau sdh menyangkut masalah fiqh, pasti ada saja perbedaan pendapat. masalah yg penulis kemukakan dlm artikel ini adalah akibat perlakuan segelintir ummat yg jg mereka itu adalah saudara kita yg tdk patuh pd aturan agama. namun satu hal yg pasti, apabila masalah itu masuk ke PA yg tentunya menjadi suatu perkara yg hrs diputuskan hukumnya, dg keyakinan dan kebenaran ilmu yg dimiliki oleh para hakim, dg pertimbangan2 yg argumentatif, dg ucapan bismillahirrahm anirrahim "putuskan" saja
Reply | Reply with quote | Quote
# Erfani 2013-02-07 15:07
Pada Akhirnya, Kisruh keabsahan anak mengerucut pada makna nikah itu sendiri. Saat nikah dipahami sebagai akad, maka akad itulah yang menentukan keabsahan anak. Saat nikah dipahami sebagai wath'u, maka hubungan bilologis itulah yang menjadi penentu, sehingga wajar kiranya kalangan Hanafiyah lalu membangun hubungan nafkah/hak-kewa jiban berdarkan adanya hubungan biologis.
Namun atas pertimbangan manusiawi, Maka Cukuplah kiranya mempersempit hubungan perdata a quo hanya pada Nafkah/biaya Hidup saja. Selebihnya, hubungan waris, hubungan nasab, harus dinyatakan hanya pada ibu, agar dengan Demikian Sakralitas Pernikahan tetap luhur di Muka Bumi ini.
Dari sini agaknya batin Syariat lebih lngin mengatakan bahwa mengakui hubungan perdata anak-ayah bilogis, tidak lebih baik ketimbang melestarikan sakralitas perkawinan.
Wallahu ta'ala A'lam
Reply | Reply with quote | Quote
# Muhammad Surur-PA.Tual 2013-02-08 12:20
Sepatutnya anak tidak menanggung akibat perbuatan/dosa orang tua biologisnya, jika masih ada keraguan penerapan aturan hak-hak keperdataan anak di luar nikah maka tidak ada salahnya solusi terobosan hukum, dengan interpretasi La Taziru Waziratan Wizra Ukhra
Reply | Reply with quote | Quote
# M.Yusuf PA Kendari 2013-02-08 13:36
Untuk pak Pelmizar, kalau bingun tentang Pengadilan mana yang berwnang menetapkan ayah biologisnya, ya ke PA Kendari aja pak he he he
Reply | Reply with quote | Quote
# cut chairunnisa PA Padang 2013-02-10 17:09
Apa bisa begitu ya? Bila anak dari nikah siri bisa kebagian warisan,,,, bisa2 nikah siri lebih meningkat :o
Reply | Reply with quote | Quote
# Drs.Rahmani, SH., PA.kotamobagu. 2013-02-11 09:36
Saya agak sependapat dg bp muhammad surur, seorg hakim nggak perlu bingung menerapkan hukum terhadap sesuatu, termasuk hak2 kepedataan anak zina. Kita itu "hakim" punya hak berijtihad sekalipun berbeda dg ulama besar yg lalu, atau hukumpositif skalipun, krn hakim tdk selamax corong undang2, sesekali pencipta undang2. Kaedahnya "Alhukmu yaduurul maal Illati"
Reply | Reply with quote | Quote
# Alimuddin M.PA. Denpasar 2013-02-11 12:26
sesuai penjelasan Pak Mahfud MD, yang dimaksud 'hubungan ke-PERDATA-an' dalam putusan MK BUKAN 'hubungan NASAB'. dalam hubungan NASAB berlaku segala hal yang bertalian hubungan darah, seperti hak perwalian, hak asuh dll. sedang dalam hubungan PERDATA terbatas pada hak-hak yang bersifat materi, seperti nafkah dll.
Reply | Reply with quote | Quote
# Adi sapat 2015-11-13 15:43
Bagaimana jika anak zina ini berasal dari hubungan zina antara wanita lajang dengan lelaki yg sudah beristri/kawin hingga hamil. dan wnita tsb sdh memahami tentang kindisi lelaki yang menzinahinya. Guna menutupi aib mreka menikah dan kandungan wanita sdh lebih dari 5bln, dengan data2 yang semuanya palsu/dipalsuka n oleh pihal keluarga wanita untuk mendaftarkan nikah di KUA (karena keluarga wanita tersebut saat itu bekerja sebagai aparat kecamatan setempat sehingga semuanya nampak mudah). Apakah anak ini memiliki hubungan nasab dengan lelaki yang menzinahi ibunya??
Reply | Reply with quote | Quote
# Rio 2019-11-25 18:20
Bagaimana dg wanita berstatus janda dg lelaki beristri yg akhirnya sampai dapat 2 org anak dimana bapanya skrg tdk bertanggung jawab apakah ini bisa diajukan? Mohon solusi nya
Reply | Reply with quote | Quote
# Lili 2020-05-27 01:31
Tolong solusi dan saranya.. Sya mempunyai ank dari hasil zina. Tp saya sudah mempunyai perjanjian dengan ayh biologis nya di ats surat untuk nafka ank iy pun menyetujui padahal kt blm nikah iy pun menandatangi surat di atas matrai tersebut. Iya pun melanggar juga tdk menepati janji nafka isi di surat tersebut.
Apakah ini bisa sya laporkan kepihak berwajib.
Reply | Reply with quote | Quote
# angel 2020-12-20 13:58
mengapa y bgtu berat penderitaan perempua
mengandung melahirkan stengah mati..
pas si bpk ank tak mau menafkahi gk ada t4 mengadu.
Reply | Reply with quote | Quote
Add comment

Hubungi Kami

Gedung Sekretariat MA (Lt. 6-8)

Jl. Jend. Ahmad Yani Kav. 58 ByPass Jakarta Pusat

Telp: 021-29079177
Fax: 021-29079277

Email Redaksi : Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.
Email Ditjen : Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.

Lokasi Kantor

 Instagram  Twitter  Facebook

 

Responsive Voice