Si Bau Kencur Yang Bikin Akur
Oleh: Dr. Hj. Harijah Damis, MH.
(Waka PA. Makassar kelas 1 A).
“Si Bau Kencur Yang Bikin Akur” Berita itu menjadi head Line sebuah surat kabar terbesar di Indonesia Timur yang cukup menarik perhatian penulis yang terbit hari Kamis tanggal 19 Desember 2013. Saya lalu teringat dengan tulisan di Pojok Pak Dirjen “Mengukur Prestasi Hakim, Mungkinkah ?. Kedua tulisan itu, kata kuncinya sama antara lain “Prestasi”.
Berita tentang “Si Bau Kencur Yang Bikin Akur” mengisahkan sosok pria tampan Sebastian Kurz yang dilantik pada tanggal 16 Desember 2013 menjadi Menteri Luar Negri di Austria yang baru berusia 27 tahun dan menjadi menteri termuda di Austria, sekaligus Uni Eropah atau mungkin menjadi Menteri termuda di Jagad ini pada saat kini.
Diberitakan lebih lanjut bahwa dipilihnya Kurz yang juga dikenal sebagai si jago lobi sebagai menteri termuda di zamannya bukan karena kedekatannya dengan Presiden Heinz Fiches, akan tetapi dipilih karena prestasinya. Kurz mencetak prestasi setelah berada di bawah naungan Kementerian Dalam Negeri yang mampu menciptakan harmonisasi hubungan antara imigran muslim dan masyarakat Austria.
Masih dikoran itu, diberitakan cara yang digunakan Kurz menciptakan harmonisasi hubungan antara imigran muslim dan masyarakat Austria melalui pendidikan formal dengan memaksa imigram muslim memilikmi identitas baru sebagai warga Austria. Imigran dan warga asli Austria menjadi akur.
Selain itu, cara Kurz membaurkan Imigran dan warga asli Austria adalah mewajibkan pemakaian bahasa jerman bagi anak-anak sebelum masuk sekolah, artinya seluruh anak-anak Austria harus fasih berbahasa Jerman termasuk anak Imigran sebelum masuk sekolah. Selain itu, Kurz juga menyelenggarakan kelas-kelas bahasa bagi ulama muslim agar bisa menularkan kemampuan/ilmu mereka kepada jamaahnya dan juga mengadakan forum dialog lintas agama yang melibatkan imigram muslim.
Apabila dianalis kisah di atas, dapat disimpulkan prestasi Kurz mengantarnya menjadi Menteri termuda karena prestasi:
- Kemampuan melobbi. Mungkinkah ini diartikan kemampuan mendekati setiap personal dalam suatu organisasi untuk mewujudkan bekersamaan dan kerjamasama yang baik dalam melaksanakan TUPOKSI apabila dimiliki oleh seorang hakim menjadi suatu yang dapat diukur sebagai “prestasi”.
- Malalui pendidikan formal, warga imigram Muslim menguasai bahasa Jerman. Mungkinkan jenjang pendidikan formal bagi seroang hakim dapat diukur menjadi suatu “prestasi” tersendiri.
- Melalui kelas-kelas bahasa bagi ulama, ulama imigram muslim mampu berdialog lintas agama. Mungkinkah ini diartikan kemampuan menjalin hubungan baik/koordinasi dengan lembaga lain menjadi “prestasi”.
Tentunya masih banyak prestasi hakim lain yang dapat dinilai secara obyektif oleh atasan langsungnya, misalnya kemampuan menyelesaikan perkara tepat waktu, kedisiplinan dan lain sebagainya.
Wallahua’lam bissawab