SEMA ITU MUSIBAH BAGI KAMI
Tahun ini dalam SEMA No. 389-1/SEK/KU.01/9/2013, Panitia Pusat Seleksi CPNS di lingkungan Mahkamah Agung membatasi maksimal usia pelamar 30 tahun. Sepanjang pengetahuan saya, belum banyak yang menyadari dan merasa dirugikan hak konstitusionalnya dengan dibatasinya usia untuk menjadi CPNS sampai 35 tahun, apalagi 30 tahun. Kebanyakan masyarakat hanya menerima saja ketentuan itu. Seolah-olah ketentuan itu merupakan ketentuan Tuhan. Padahal, ketentuan itu dibuat oleh manusia juga. Ketentuan batasan usia menjadi CPNS paling tinggi 35 tahun itu terdapat dalam Pasal 6 huruf b Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 98 Tahun 2000 tentang Pengadaan Pegawai Negeri Sipil. Jadi, ketentuan batasan usia 35 tahun untuk menjadi CPNS itu terdapat dalam Peraturan Pemerintah atau PP, bukan ketentuan Tuhan.
Peraturan Pemerintah ini, menurut saya, bertentangan dengan Pasal 16 ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian. Dalam Pasal 16 ayat (2) dijelaskan, “Setiap Warga Negara yang memenuhi syarat-syarat yang ditentukan, mempunyai kesempatan yang sama untuk melamar menjadi Pegawai Negeri Sipil.” Memang, dalam UU tersebut ada disebutkan “memenuhi syarat-syarat tertentu”. Tetapi, syarat-syarat tertentu itu tidak disebutkan bahwa usia harus paling tinggi 35 tahun. Jadi, selama ini, Peraturan Pemerintah-lah yang membatasi usia untuk menjadi CPNS.
Selama ini, kebanyakan warga negara hanya menerima saja semua ketentuan yang dibuat oleh pemerintah. Seolah-olah semua ketentuan itu baik, benar, dan adil bagi rakyat. Padahal, tidak semua peraturan yang dibuat oleh pemerintah itu adil bagi rakyat. Terkadang, peraturan yang dibuat oleh pemerintah justru membatasi hak-hak konstitusional warga negara yang bersifat azasi. Oleh karena itulah dikenal istilah “judicial review”.Judicial review adalah upaya hukum yang bisa dilakukan oleh setiap warga negara untuk melakukan uji formil maupun materiil terhadap sebuah produk peraturan perundang-undangan jika suatu peraturan perundang-undangan dianggap merugikan hak-hak konstitusional warga negara. Yang disebut dengan hak konstitusional (constitutional rights) adalah hak warga negara yang diatur dalam undang-undang. Dan memang, salah satu syarat peraturan perundang-undangan yang baik itu ialah bisa digugat di pengadilan (challenge in the court).
Harus Ada Argumentasi Ilmiah
Pembatasan usia menjadi CPNS maksimal 35 tahun semestinya harus ada rasionalitashukumnya maupun landasan-landasan teori ilmiah (science; ilmu pengetahuan), seperti tinjauan dari ilmu psikologi, sosiologi, maupun disiplin ilmu pengetahuan lainnya. Mengapa usia menjadi CPNS dibatasi sampai usia 35 tahun? Mengapa tidak pada batasan lain seperti 30, 40, atau 45 tahun, atau pada usia lainnya? Apa yang menjadi dasar penetapan menjadi 35 tahun? Persoalan ini harus ada penjelasannya, baik secara yuridis maupun tinjauan ilmiahnya.
Kalau kita merujuk kepada konstitusi, yakni UUD 1945, pembatasan usia itu jelas-jelas merugikan hak-hak konstitusional warga negara. Dalam Pasal 28D ayat (3) UUD 1945 dinyatakan, “Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan.” Nah, merujuk kepada konstitusi, menjadi PNS itu merupakan salah satu bentuk hak warga negara untuk ikut serta dalam pemerintahan. Tidak hanyaitu, dalam Pasal 28C ayat (2) UUD 1945 juga dijelaskan, “Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa, dan negaranya.” Jadi, pembatasan usia menjadi CPNS tanpa alasan yang rasional adalah suatu bentuk peraturan yang merugikan hak konstitusional warga negara. Kalau usia di atas 35 tahun tidak layak lagi untuk diangkat menjadi CPNS, mengapa dari tenaga honorer bisa diangkat menjadi CPNS di usia 46 tahun sebagaimana diatur dalam PP Nomor 48 Tahun 2005 tentang Pengangkatan Tenaga Honorer Menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil?
Disinijelas tidak ada konsistensi dalam hal pengaturan tentang batasan usia CPNS. Dengan kata lain, persoalan ini adalah suka-sukanya pembuat peraturan. Hal ini dapat kita lihat, antara PP Nomor 98 Tahun 2000 tentang Pengadaan Pegawai Negeri Sipiltidak singkron dengan PP Nomor 48 Tahun 2005 tentang Pengangkatan Tenaga Honorer Menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil dalam hal pengaturan batas usia pengangkatan CPNS. Di satu sisi boleh di usia 46 tahun sedangkan di sisi lain hanya boleh sampai 35 tahun. Inikan tidak adil. Jadi, sekali lagi, tidak ada rasionalitas hukum maupun argumentasi ilmiah yang diberikan oleh pemerintah dalam hal pembatasan usia CPNS. Mengapa harus 35 tahun?
Dengan demikian, menurut saya, membatasi usia CPNS sampai usia 35 tahun adalah nyata-nyata merugikan hak-hak konstitusional warga negara. Apalagi dibatasi maksimal sampai usia 30 tahun seperti pada SEMA No. 389-1/SEK/KU.01/9/2013. Dengan adanya pembatasan usia itu, banyak orang-orang yang punya potensi SDM yang baik tidak bisa terakomodir menjadi PNS hanya karena usia mereka telah melewati 30 tahun. Dengan kata lain, pembatasan usia itu merupakan salah satu bentuk pembatasan akses terhadap warga negara untuk mengembangkan hidup dan kehidupan mereka. Padahal, sangat banyak orang-orang yang berusia di atas 30 tahun bahkan di atas 35 tahun yang punya kemampuan SDM yang mumpuni untuk menjadi PNS. Malah, mereka lebih kaya dengan berbagai pengalaman dan kemampuan.
Tidak Tepat
Banyak angkatan kerja kita yang telah melewati usia 35 tahun tidak mendapatkan kesempatan untuk menjadi PNS terkadang bukanlah karena kurangnya kemampuan SDM yang mereka miliki, tetapi lebih dikarenakan oleh sistem rekrutmen CPNS yang selama ini masih amburadul dan sarat dengan praktik KKN. Artinya, mereka telah berkali-kali ikut tes namun tidak dapat diterima karena “kekurangan gizi” (baca: uang atau finansial). Padahal, tidak ada ketentuan peraturan perundang-undangan bahwa untuk menjadi CPNS harus membayar sejumlah uang. Namun, sudah menjadi rahasia umum di tengah masyarakat kita hari ini bahwa agar bisa diterima menjadi CPNS, orang harus menyogok dengan puluhan bahkan ratusan juta rupiah. Hal itu memang terjadi, namun susah untuk dibuktikan. Istilahnya, orang hanya dapat mencium bau, tetapi sulit untuk mengetahui sumber bau.
Jadi, dalam hal ini, masyarakat telah dua kali dirugikan. Pertama, mereka dirugikan oleh sistem rekrutmen CPNS yang sarat dengan KKN. Kedua, mereka dirugikan lagi oleh peraturan perundang-undangan yang memberikan batasan usia 35 tahun. Dengan demikian, kesempatan mereka untuk berkompetisi menjadi PNS menjadi lebih sedikit. Ini jelas merupakan perlakuan yang tidak adil. Oleh karena itu, melihat kondisi yang ada sekarang, sangatlah tidak tepat kalau usia untuk menjadi CPNS dibatasi hanya pada usia 35 tahun. Kesempatan warga negara untuk ikut serta dalam pemerintahan haruslah diberikan seluas-luasnyadan seadil mungkin. Menjadi PNS merupakan pilihan hidup dari warga negara dalam rangka ikut serta dalam membangun negara sebagaimana yang dijamin oleh UUD 1945. Oleh karena itu, ketentuan tentang batasan usia untuk menjadi PNS perlu ditinjau ulang. Dan, saya sangat sepakat jika dilakukan uji materiil ketentuan Pasal 6 huruf b Peraturan Pemerintah Nomor 98 Tahun 2000 tentang Pengadaan Pegawai Negeri Sipil ke Mahkamah Agung (MA) agar hak konstitusional warga negara untuk ikut serta dalam pemerintahan tidak ada yang terabaikan.