Satu Jam Bersama Dr. H. Andi Syamsu Alam, S.H., M.H.:
19 Pesan Penting Ketua Kamar Peradilan Agama MA
Oleh: Drs. Rusliansyah, S.H.
(Ketua PA Nunukan)
Selasa, tanggal 27 Agustus 2013, Ditjen Badilag menyelenggarakan Diskusi Hukum jilid II di gedung Sekretariat MA, Jl. A. Yani Kav. 58, Jakarta Pusat. Menghadirkan narasumber Prof. Dr. H. Bagir Manan, S.H., MCL., mantan Ketua MA dari 2001 hingga 2008, Diskusi Hukum ini diikuti oleh kurang lebih 100-an peserta dari Ditjen Badilag, PTA dan PA di seluruh Indonesia.
Diskusi Hukum putaran ke-2 ini membahas sub-tema “Seputar Penemuan Hukum” dari tema besar “Peningkatan Kualitas Putusan” yang telah sukses dibahas para peserta dalam Diskusi Hukum jilid I akhir April 2013 lalu .
Pada Diskusi Hukum jilid II ini hadir Ketua Kamar Peradilan Agama MA (biasa disingkat TUAMARGA atau lebih tepat TUAKA-AG) Dr. H. Andi Syamsu Alam, S.H., M.H., di samping yang punya hajat Dirjen Badilag Drs. H. Purwosusilo, S.H., M.H., dan Sekretaris Ditjen Badilag Dr. H. Farid Ismail, S.H., M.H.
Selama hampir satu jam Ketua Kamar PA H. Andi Syamsu Alam memberikan pengarahannya kepada para peserta diskusi. Seperti seorang “motivator”, dengan gaya khasnya yang energik dan menarik, Beliau telah menyampaikan “19 Pesan Penting” yang merupakan “Do’a, Harapan dan Mimpi-mimpi” Beliau, yang sayang jika tidak diketahui oleh warga Peradilan Agama di seluruh Indonesia.
Maka dalam rangka transformasi informasi seperti yang Beliau kehendaki, penulis sebagai salah seorang peserta Diskusi Hukum putaran ke-2 ini mencoba berusaha mentransfer ke-“19 Pesan Penting” yang telah Beliau sampaikan tersebut, sedapat mungkin dengan gaya bahasa Beliau.
Mudah-mudahan bermanfaat bagi para netizen badilag.net di seluruh Indonesia!
Acara yang Sudah Lama Dirindukan
Diskusi semacam ini adalah salah satu media untuk mengetahui dan menampung berbagai pendapat, pemikiran dan argumentasi dari para Hakim di seluruh Indonesia. Karena itu Beliau sangat senang dan mendukung sepenuhnya dengan acara yang digagas Pak Dirjen ini. Bahkan karena senangnya Beliau menyatakan bersedia hadir ketika disambangi panitia, padahal Beliau baru saja sembuh dari sakit.
“Terima kasih Pak Dirjen, ini adalah acara yang sudah lama saya rindukan dan saya banggakan,” kata Beliau dengan penuh semangat.
Bangunan Gedung PA Sekarang Ada di Tempat-tempat Strategis
Ketua Kamar PA H. Andi Syamsu Alam menyampaikan terima kasihnya kepada Prof. Bagir Manan yang telah “membangunkan PA dari kematiannya”. Pada masa silam, sewaktu Prof. Bagir Manan menjadi Ketua MA, Beliau sering bertanya kepada Pak Andi, “Apa beda antara PA dengan PN?”
“Kalau lurus itu PN, kalau belok ya PA,” kata Prof. Bagir Manan menjawab sendiri pertanyaannya diikuti suara gemuruh para peserta diskusi.
Maka sekarang, alhamdulillah, kata Pak Andi, PA itu sudah ada di tempat-tempat strategis; PA itu sudah keluar dari lorong-lorang dan gang-gang sempit; PA itu sudah keluar dari kawasan kuburan; PA itu sudah keluar dari kandang babi di Bali.
“Saya minta Prof. mencubit orang-orang yang hadir saat ini supaya tidak lagi dipengaruhi masa lalunya, dan kembali menunjukkan bahwa PA sekarang ini adalah PA yang berada di abad ke-21, bukan PA di abad ke-7,” pinta Pak Andi.
Fatwa TUAKA-AG: Harus Memahami dan Menguasai 3 Bahasa
Beliau sangat mendorong warga PA agar dapat menguasai 3 bahasa. Pertama, bahasa Indonesia yang baik dan benar; kedua bahasa Arab; dan ketiga bahasa Inggris.
“Atas nama Ketua Kamar PA, fardu ain hukumnya menguasai ketiga bahasa ini,” ujar Beliau mengeluarkan “fatwa” bagi warga PA.
Bahasa Indonesia jelas harus dikuasai karena sehari-hari kita berkomunikasi dengan bahasa Indonesia. Bahasa Arab juga jelas harus dipahami karena Al-Qur’an dan Al-Hadits serta kitab-kitab fikih ditulis dalam bahasa Arab. Tapi mengapa harus menguasai juga bahasa Inggiris?
“Kalau ada omong kosong di televisi yang berbahasa Inggris, Anda bisa tahu kalau dia lagi omong kosong. Bagaimana Anda tahu kalau lagi diomongkosongin, kalau Anda sendiri tidak tahu bahasa Inggris,” ujar Beliau mencoba berbahasa Inggris ketika menyapa Mr. Stewart Fenwick yang hadir setelah Prof. Bagir Manan.
Tiga Program/Rencana Besar
1. Doktorisasi.
Seperti yang sering Beliau sampaikan bahwa kesadaran hukum masyarakat sekarang ini semakin meningkat; kecerdasan masyarakat juga semakin membaik; perkembangan kehidupan yang semakin menggelobal dan perkembangan iptek yang semakin canggih. Ini semua mau tidak mau tentu menuntut tersedianya SDM PA yang handal dan mumpuni untuk menjawab tantangan ke depan.
Maka tidak heran jika hampir dalam setiap pembinaan ke daerah-daerah, Beliau selalu menekankan pentingnya warga PA, terutama Hakim, untuk belajar melalui jalur pendidikan formal setinggi-tingginya. Tapi sayang hal ini menurut Pak Andi masih kurang dipahami oleh teman-teman di daerah.
Karena itu supaya jelas dan tidak disalahpahami, Beliau mengistilahkan untuk usaha-usaha mencapai pendidikan tertinggi ini dengan sebutan “Doktorisasi”, ‘semua harus jadi Doktor’.
Dan program/rencana ini menurut Belau sukses dijalankan warga PA. Sekarang sudah banyak yang jadi Doktor dan masih banyak lagi yang tengah menyelesaikan pendidikan S.3-nya.
“(Rupanya–red.) tersinggung Pak Dirjen, dia bilang ke saya, sebentar lagi saya akan ujian (Doktor – red),” kata Pak Andi sambil melihat ke arah Pak Dirjen, diikuti suara tawa para peserta diskusi.
2. Putusan Bermutu
Menurut Ketua Kamar PA, dewasa ini perkembangan dunia modern dan tingkat pertumbuhan masyarakat yang semakin maju, menuntut pelayanan yang semakin cepat dengan putusan yang benar-benar sesuai dengan rasa keadilan masyarakat.
Untuk menjawab rasa keadilan masyarakat itu, PA dituntut mampu melahirkan putusan-putusan bermutu yang dapat dipertanggungjawabkan. Lebih jauh Beliau menjelaskan putusan bermutu itu adalah: putusan yang tertata dengan baik; runut; mengandung kejelasan; tidak memuat term-term yang multi-tafsir; dan mengandung pembaharuan hukum Islam.
Pola putusan yang tersusun sistematis sebagaimana dulu sering diungkapkan Pak Taufiq (mantan Wakil Ketua MA) perlu diikuti oleh PA. Terutama pola dan sistematika pertimbangan hukum putusan yang harus memuat: pokok-pokok masalah; pembuktian masing-masing pihak; analisis Hakim tentang pembuktian tersebut; dan pertimbangan tentang petitum demi petitum.
Dengan Surat Edaran TUAKA-AG baru-baru ini, telah dipilih 3 putusan PA, 2 dari PA Surabaya dan 1 dari PA Watompone, untuk dijadikan sebagai bahan perbandingan dalam membuat putusan yang bermutu.
Maka tidak heran jika tahun 2013 ini oleh Ketua Kamar PA H. Andi Syamsu Alam, dicanangkan sebagai “Tahun Putusan”.
Langkah-langkah ke arah ini sudah dimulai oleh Ditjen Badilag dalam setiap kegiatan “Bimtek Kompentensi Hakim PA”, yang sudah memasuki angkatan IV, yang merupakan angkatan terahir tahun ini.
Jika tahun ini kegiatan bimtek Hakim tersebut lebih fokus pada hukum formil, maka tahun depan direncanakan akan fokus ke hukum materiil.
Kegiatan yang lebih menjurus mengisi “Tahun Putusan” ini adalah kegiatan Diskusi Hukum edisi perdana beberapa waktu lalu, yang digelar Ditjen Badilag di ruang rapat besar Ditjen Badilag, Gedung Sekretariat MA, Jl. A. Yani Kav. 58, Jakarta Pusat.
Dengan melibatkan para Hakim sebagai peserta, Diskusi Hukum yang mengambil tema “Peningkatan Kualitas Putusan” ini bisa dikatakan berhasil mencapai sasarannya karena dapat diketahui (semoga juga diikuti) oleh seluruh PTA/PA melalui publikasi online “Majalah Peradilan Agama” di badilag.net.
Bahkan, Diskusi Hukum putaran kedua kali ini pun, masih membahas hal-hal seputar upaya-upaya melahirkan putusan bermutu, dengan mengambil sub-tema “Seputar Penemuan Hukum”.
Bak gayung bersambut, PTA dan PA-PA di daerah pun tidak tinggal diam dalam menyambut kehadiran “Tahun Putusan” yang dicanangkan Pak Andi ini. Diskusi dan kajian-kajian hukum melalui Pokja (Kelompok Kerja) telah dan terus dilakukan oleh satker-satker di daerah.
3. Pembaharuan Pemikiran Hukum Islam
Melalui diskusi dan kajian-kajian hukum seperti ini, menurut Pak Andi, kita sebenarnya telah mulai melangkah menuju pembaharuan pemikiran hukum Islam hingga merata ke seluruh tanah air. Sehingga pada akhirnya nanti akan muncul pembaharu-pembaharu pemikiran hukum Islam dari PA-PA di daerah.
“Saya minta (pembaharuan–red) itu lahir dari bawah, jangan dibalik. Jangan tanya pembaharuan itu dari kami di atas,” ujar Pak Andi menegaskan.
PTA dan PA-PA di Jakarta adalah barometer PTA-PA se-Indonesia. Maka tidak heran jika Beliau ingin agar pembaharuan pemikiran hukum Islam itu lahir dari Jakarta.
Saat masih di MA, satu waktu Dr. Edi Riadi, S.H., M.H., pernah bilang kalau pembaharuan di PA itu sudah mati. Maka beberapa waktu kemudian Pak Andi “menurunkan” Pak Edi menjadi Wakil Ketua PTA Jakarta untuk melakukan pembaharuan pemikiran hukum Islam di wilayah PTA Jakarta.
“Kalau tak ada pembaharuan dari Jakarta, bukan pembaharuan yang mati, tapi Pak Edi yang mati,” kata Beliau bercanda membuat suara bergemuruh di ruang rapat diskusi pagi itu.
Tersedianya Sumber Daya Manusia yang Handal
Untuk melahirkan putusan-putusan yang bermutu, maka di PTA dan di PA harus tersedia SDM-SDM handal untuk menjawab tantangan ke depan. Apalagi dengan semakin meluasnya kewenangan PA sampai kepada ekonomi syari’ah, dan perkembangan ilmu hukum yang semakin cepat.
Untuk itu, menurut Pak Andi, SDM-SDM di PA harus menyenyam pendidikan setinggi-tingginya hingga meraih gelar Doktor (Doktorisasi). Di samping itu, juga harus punya pengalaman yang luas melalui program mutasi ke seluruh Indonesia.
Dengan pendidikan yang tinggi dan pengalaman yang luas, seorang Hakim akan mudah memahami dan menguasai teknis peradilan yang menjadi syarat mutlak keberhasilan seorang Hakim. Bahkan diharapkan mampu menggali dan mendalami rasa keadilan dan nilai-nilai yang hidup di masyarakat.
Pembaharuan dalam UU Perkawinan dan KHI
Menurut Pak Andi, sebenarnya UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan telah melakukan pembaharuan hukum Islam. Bisa dilihat misalnya pasal-pasal yang mengatur tentang harta bersama (gono-gini).
Demikian pula Kompilasi Hukum Islam di Indonesia (KHI) juga mengandung pembaharuan hukum Islam. Ahli waris pengganti misalnya, adalah contoh yang sangat jelas mengenai pembaharuan hukum Islam dalam KHI.
KHI Lebih Mendorong Adanya Pembaharuan Hukum Islam
Masih menurut Pak Andi, KHI sebenarnya KHI telah mendorong para Hakim PA untuk terus-menerus melakukan pembahruan hukum Islam. Ini bisa dipahami dari Pasal 229 KHI yang berbunyi: “Hakim dalam menyelesaikan perkara-perkara yang diajukan kepadanya, wajib memperhatikan dengan sungguh-sungguh nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat, sehingga putusannya sesuai dengan rasa keadilan.”
Hakim Harus Bebas Tapi Bertanggung Jawab
Syarat utama terselenggaranya suatu proses peradilan yang obyektif adalah adanya kemandirian lembaga peradilan (kemandirian institusional). Di samping itu, tak kalah pentingnya adalah kemandirian Hakim untuk memutus perkara yang diajukan kepadanya (kemandirian individual/fungsional).
Kemandirian dan kebebasan seorang Hakim dalam memutus perkara adalah asas umum yang berlaku universal. Tidak boleh ada hakim yang dikrangkeng dan dibelenggu kebebasannya untuk mengambil putusan.
Sekalipun demikian, kebebasan Hakim masih dibatasi oleh hukum itu sendiri, yaitu seorang Hakim tidak boleh keluar dari tujuan/maksud dibuatnya hukum itu (maqashid syari’ah).
Pengkajian Kitab Kuning
Untuk melakukan pembaharuan hukum Islam, tentu tidak dapat dilepaskan dari pembaharuan-pembaharuan pemikiran hukum Islam yang telah dilakukan oleh ulama-ulama terdahulu, seperti yang banyak tersebar di lembar halaman kitab kuning.
Semua yang tertulis dalam kitab-kitab kuning itu, menurut Pak Andi, merupakan doktrin hukum yang menjadi modal dasar dalam melakukan pembaharuan pemikiran hukum Islam.
Karena itu kajian-kajian kitab kuning ini perlu terus digalakkan di PA-PA untuk mengasah kemampuan para Hakim dalam melakukan pembaharuan pemiiran hukum Islam (ijtihad).
Reformasi Informasi
Pembaharuan pemikiran hukum Islam (ijtihad) pernah mengalami masa-masa keemasannya pada abad ke-7. Pada masa itu lahir para mujtahid agung yang mampu meng-istinbath-kan hukum dari dalil-dalilnya.
Dipelopori oleh Iman yang Empat, dunia pemikiran hukum Islam waktu itu berkembang dengan sangat pesatnya. Hampir semua permasalahan hukum yang terjadi waktu itu habis dibahas oleh para mujtahid.
Namun, pada abad ke-21 yang disebut Pak Andi sebagai abad “Reformasi Informasi”, tentu diperlukan pemikiran ulang hukum Islam berupa pembaharuan pemikiran hukum Islam (ijtihad).
Hakim PA Pelaku Pembaharuan Pemikiran Hukum Islam
Menurut Ketua Kamar PA, kalau dulu Gus Dur, Cak Nur, Harun Nasution, Prof. Rasyidi, dan lain-lain melakukan pembaharuan pemikiran Islam, maka sekarang Hakim-hakim PA melakukan pembaharuan pemikiran hukum Islam, seperti yang telah dilakukan Prof. Hazairin dalam hukum waris.
“Kita ingin ada Hazairin-hazairin baru (yang lahir dari PA-red),” kata Pak Andi berharap.
Pemahaman Konteks Hukum Islam
Masih menurut Ketua Kamar PA, pembaharuan yang Beliau maksudkan adalah pemahaman Hakim PA terhadap konteks hukum Islam. Artinya Hakim PA tidak boleh statis (hanya menjadi corong UU), tapi sebaliknya harus selalu dinamis menggali nilai-nilai hukum yang hidup di masyarakat.
Hasil Ijtihad Selalu Berkembang Sesuai Tempat dan Waktu
Sebagai contoh adalah hasil ijtihad Imam Syafi’I, yang punya 2 qaul (pendapat): ada qaul qadim dan ada qaul jadid.
“Kalau dia (Iman Syafi’i-red) masih hidup sekarang, sudah berapa banyak fatwanya sampai hari ini,” ujar Pak Andi.
Demikian pula Khalifah Umar bin Khattab yang telah melakukan pemahaman yang kritis terhadap ayat-ayat Al-Qur’an. Pak Andi kemudian memberi contoh hasil-hasil ijtihad yang telah dilakukan Umar bin Khattab.
Misalnya ayat tentang ghanimah jelas-jelas harus dibagi, tapi Umar dalam pelaksanaanya tidak membagi; Ayat jelas-jelas menyatakan potong tangan, pelaksanaannya tidak potong tangan.
“Jadilah Anda Umar-umar kecil yang pendapatnya dilakukan tanpa keluar dari koridor syari’ah. Karena itu saya yakin Khalifah Umar bin Khattab itu masuk surga,” ujar Pak Andi penuh semangat diikuti suara gemuruh peserta diskusi.
Ibadah Mahdlah dan Ghairu Mahdlah
Pak Andi telah belajar syari’ah sejak kecil hingga menjadi sarjana syari’ah. Menurut guru-gurunya, ibadah itu ada 2 yaitu ibadah mahdlah dan ghairu mahdlah.
Menurut Pak Andi, Ibadah mahdlah itu paten, tidak bisa dirobah-robah. Shalat zhuhur 4 rakaat tidak bisa dirobah jadi 3 rakaat. Ka’bah tidak bisa diputar ke Monas. Tidak boleh ada Hakim PA yang mengurusi masalah ibadah mahdlah ini.
Tapi untuk ibadah ghairu mahdlah, seperti waris, keluarga dan lain-lain, menurut Pak Andi, di situ hukumnya wajib kifayah ada Hakim, dan di situ terbuka lebar peluang bagi Hakim PA untuk berijtihad.
Menurut fiqih, kata Pak Andi, tidak sah perkawinan itu jika kedua calon mempelai tidak hadir dalam satu majelis. Tapi sekarang ada yurisprudensi yang membolehkan perkawinan tidak dalam satu majelis, seperti melalui telepon, telekonperensi, atau teknologi canggih lainnya.
“Kalau itu salah, maka yang bikin yurisprudensi yang bertanggung jawab. Yang jelas saya berkeyakinan, Insya Allah tidak masuk neraka,” tegas Pak Andi.
Mutasi : PN Rahmat, PA Laknat
Dengan tak bosan-bosannya, sekali lagi Pak Andi mengemukakan manfaat dari mutasi di PA yang sudah dimulai sejak Prof. Bagir Manan. Dengan mutasi, Hakim-hakim PA akan mendapatkan pengalaman yang banyak dan luas tentang berbagai macam kasus sesuai kekhasan daerah-darah masing-masing.
“Kalau di PN mutasi itu rahmat, di PA laknat. Sekarang tidak lagi, alhamdulillah sudah tobat,” ujar Pak Andi.
Qawa’idul Fiqhiyah Agar Diterapkan Hakim PA
Seperti diketahui ulama-ulama salaf dahulu telah berhasil melahirkan kaedah-kaedah fiqih yang diambil dari dalil-dalil syar’I yang qath’i. Misalnya ada kaedah yang berbunyi “al-‘adah muhakkamah, al-hukmu yaduru ma’a ‘illatihi, taghyurul ahkam bitaghyiril azman wal amkan,” dan sebagainya.
Menurut Pak Andi, Hakim-hakim PA sudah lama hapal mati di luar kepala dengan kaidah-kaidah fiqih itu. Tapi Pak Andi juga mempertanyakan, sudahkah kaidah-kaidah fiqih tersebut diterapkan dan diimplementasikan oleh para Hakim PA dalam memutus perkara.
Ijtihad: Benar Dapat 2 Pahala, Salah Dapat 1 Pahala
Pak Andi bertanya kepada peserta diskusi, bolehkah Hakim memutus sepanjang tidak keluar dari koridor syari’ah, atau keluar dari maksud dan tujuan syari’ah (maqashid syari’ah). Karena, kata Pak Andi, ada Hadits yang menyatakan kalau ijtihad hakim itu salah dapat 1 pahala, kalau benar dapat 2 pahala.
Kebangkitan Hukum Islam dari Indonesia
“Bolehkah kita berkata dan Anda tidak marah bahwa kebangkitan hukum Islam itu bukan dari Timur Tengah, tapi dari Indonesia (Pengadilan Agama-red),” kata Pak Andi memberi semangat.
Sarjana Fiqih atau Sarjana Syari’ah
Sekali lagi Beliau menggugah para Hakim PA untuk terus melakukan ijtihad sesuai dengan persyaratan-persyaratan yang sudah ditentukan. Kitab-kitab klasik yang amat mengagumkan dapat menjadi khazanah pengetahuan para Hakim PA dalam berijtihad.
“Bolehkah kita berkata bahwa firman Allah antahkumuu bil ‘adli itu artinya memutus menurut keadilan, bukan antahkumuu bilkitab atau antahkumuu bilfiqhi,” ujar Pak Andi prihatin.
Keprihatinan ini senada dengan apa yang disampaikan Prof. Bagir Manan dalam acara diskusi ini, karena para Hakim PA yang lulusan IAIN itu sebagian besar adalah “Sarjana Syari’ah“.
“Jangan-jangan Anda ini adalah sarjana fiqih, bukan Sarjana Syari’ah,” kata Prof. Bagir Manan penuh makna.