Pengadilan Agama Ibukota Terancam Tenggelam!!
Oleh: H. Faisal Saleh, Lc, M.Si
(Cakim Pengadilan Agama Jakarta Barat)
Mungkin judul diatas tak berlebihan, setidaknya kalau berkaca pada pengalaman banjir besar yang pernah melanda ibu kota pada awal 2007 silam. Saat itu, sebagian besar wilayah DKI Jakarta terendam banjir, sehingga jika disaksikan dari udara nyaris lebih dari 70 persen wilayah Jakarta tampak terendam.
Kantor Pengadilan Agama Jakarta Barat, merupakan salah satu pengadilan di Ibukota Negara Indonesia yang paling sering mengalami musibah banjir. Sebagian lokasi disekitar wilayah Pengadilan Agama Jakarta Barat telah mengalami perubahan wajah yang sangat drastis, perumahan susun dengan pondasi lebih tinggi, tempat pembuangan sampah yang semakin mendekat, dan kini sedang dibangun Sekolah Menengah Kejuruan yang dahulu merupakan lokasi resapan air di kawasan tersebut, sehingga menjadikan Lokasi Kantor Pengadilan Agama Jakarta Barat satu-satunya penampung resapan banjir di wilayah sekitarnya.
Ancaman tenggelam bukan basa-basi, menurut penelitian para peneliti Geoteknologi LIPI, sepanjang pesisir pantai Jakarta memiliki kerentanan yang cukup tinggi untuk terjadinya amblas jika terjadi getaran. Kondisi tanah di Jakarta Barat memungkinkan terjadinya amblas karena struktur tanahnya berpasir dan rawa. Selain rawan amblas akibat liquifaksi atau getaran, tingginya pengeboran air tanah juga menyebabkan penurunan muka tanah setiap tahun sedikitnya lima centimeter per tahun.
KITA memang bangsa yang pelupa dan tak mau belajar dari pengalaman. Banjir besar yang memorak-porandakan Ibu Kota Negara dalam siklus lima tahun 2002 dan 2007 (diperkirakan berikutnya tahun 2012) seolah berlalu begitu saja. Padahal, air bah kala itu sudah memberi peringatan yang sungguh nyata, salah satu tempat pencari keadilan di Ibukota negara terendam setinggi satu meter lebih dengan dipenuhi genangan lumpur dan sampah. Setiap hujan turun kantor Pengadilan Agama Jakarta Barat tergenang air yang berlumpur, para pencari keadilan enggan datang walaupun mereka dalam kondisi terzalimi ingin menuntut haknya sebagai warga negara, dan karyawan pun bersiap pulang karena ketakutan terjebak banjir yang belajar dari pengalaman sebelumnya.
Tak terbayang, bagaimana jadinya wajah PENGADILAN AGAMA JAKARTA BARAT SEBAGAI SALAH SATU PENGADILAN DI IBUKOTA NEGARA menghadapi banjir—yang sudah menjadi siklus lima tahunan—pada tahun 2012 nanti. Disaat sanjungan dan pujian atas pelayanan masyarakat yang dibarengi perkembangan teknologi informasi pada peradilan agama yang cukup signifikan, namun disatu sudut ibukota negara ditemukan Para Hakim dan Panitera Pengganti sibuk membersihkan berkas perkara dari air sampah yang mengenangi tempat pencari keadilan yang agung.
Tak salah bukan jika menyebut PA Jakarta Barat sebagai 'Pengadilan Banjir'. Karena setiap kali hujan turun dalam beberapa jam saja, ihwal banjir sudah ada dalam berita dan menjadi cerita. Banjir di PA Jakarta Barat pastinya menyimpan banyak kisah menarik. Apalagi jika dilihat dari sisi kemanusiaannya. Media akan menjadikannya kisah-kisah yang menyentuh perasaan atau dalam istilah jurnalistiknya disebut human interest. Ada kejadian yang sangat mengharukan beberapa waktu yang lalu, disaat hujan turun dimana semua sisi jalanan di sekitar lokasi Pengadilan Agama Jakarta Barat terendam air tak terkecuali halaman dan sebagian lantai Kantor PA Jakarta Barat. Para Hakim dan karyawan yang sudah terbiasa menghadapi kondisi tersebut jarang membawa kendaraan mobil, sepeda motor roda dua merupakan kendaraan paling efektif dan efisien dikala musim hujan. Salah seorang Hakim yang sudah lama menunggu reda hujan pun tersenyum, begitu juga karyawan yang lainnya,”wah, kita bisa pulang, air cuman genangin halaman doank, gak masuk ke kantor tinggi-tinggi amat”. Namun, senyuman itu terhenti disaat salah seorang hakim ketika keluar dari halaman kantor tergelincir saat mengendari kendaraan roda dua di jalanan yang digenangi air, yang mulia pun terjungkir balik dan harus berjuang setengah mati melawan sempitnya selokan yang dipenuhi lumpur dan sampah jalanan. Ya.Allah,..lindungilah pejuang-Mu yang selama hidup telah dihabiskan untuk mengabdi demi menegakkan keadilan di muka bumi ini, kuatkanlah Iman dan ketabahan hati mereka dalam menghadapi segala ujian yang Engkau berikan ini.” Musibah yang sangat memilukan hati namun sebuah hal yang biasa terjadi sampai sekarang disaat hujan deras turun yang dialami disekitar jalanan kantor pengadilan Agama Jakarta Barat.
Melalu surat pembaca badilag.net ini, saya tidak bermaksud mengemukakan keluh kesah atas kondisi riil yang seharusnya tidak terjadi di sebuah peradilan yang agung. Tapi ingin mencuplik ulang dialog dalam sebuah rapat yang sangat berkesan bagi saya disaat warga Pengadilan Agama Jakarta Barat dengan kondisi demikian ingin ikut berpartisipasi meningkatkan kinerja pelayanan publik yang dibarengi dengan penggunaan teknologi informasi yang sedang digalakkan oleh Pak Dirjen BADILAG.
“Pak, Bagaimana mungkin kita bisa kerja optimal memberikan pelayanan masyarakat kalau kondisi kita begini, listrik yang sering padam sehingga harus berjam-jam nunggu baru bisa bikin BAP, Server SIADPA kita yang udah tua penuh virus sehingga harus perhuruf mengetik dan menginput data karena sering ngadat, apalagi internet antara hidup mati koneksinya. Pimpinan Peradilan Agama kita bikin aturan harus cepat dan malah pake hitungan permenit lagi SOPnya dalam melayani masyarakat sejak pendaftaran sampai putusan dan minutasi, padahal perangkat dan inventaris kantor sebagian merupakan peninggalan sejarah Kementerian Agama dan SDM kita belum siap sepenuhnya, bahkan kantor saja masih pinjam dengan PEMDA. Apalagi sekarang diharuskan terintegrasi semua laporan secara online di website.” Tanya salah seorang PP.
Pak Zulkifli Yus (Wakil Ketua PA Jakarta Barat) sebagai pemimpin rapat menjawab, “Kerjakan apa yang menjadi tugas pokok kita sebaik mungkin. Jangan menyalahkan atau mengeluhkan kondisi yang kita miliki. Kita tidak akan pernah bisa maju berkembang kalau hanya berdebat tentang keterbatasan “Pak komputer ini dah gak layak pakai..Pak komputer saya kena virus jadi gak bisa bikin BAP...Pak laporan telat karena listrik padam,..Pak kita gak punya dana untuk kegiatan ini…Pak kita gak bisa karena ini dan itulah..dan berbagai alasan kekurangan selalu dicari” Mari kita kalahkan kondisi kantor kita ini dengan semangat untuk maju. Indahnya sebuah keberhasilan akan kita rasakan kalau itu hasil dari sebuah perjuangan.”
“Pak, kalau kondisi normal mungkin pak, coba kalau kondisinya musim hujan. Masyarakat ogah datang ke Peradilan yang agung ini dan semua aktivitas kita lumpuh total, saat itu yang hanya kita pikirkan menyelamatkan berkas dan bagaimana cepat pulang ke rumah agar jangan sampai nginap di kantor gara-gara semua jalanan tutup karena banjir” Tanya salah seorang yang hadir.
Dengan logat batak, Eliakim Sihotang (Pansek PA Jakarta Barat) menjawab dengan tegas, “Kita masih beruntung berada di wilayah ibukota Negara, semua fasilitas transportasi dan informasi tersedia walau potret ibukota negara belum tertular dengan kondisi kantor kita. Coba Anda baca badilag.net berbagai laporan kemajuan daerah yang nun jauh dimata anggap saja seperti daerah Tual dan lainnya, mereka bisa maju kedepan dengan keterbatasan fasilitas dan kondisi alam, tapi dengan semangat kerja para aparaturnya. Dulu, ketika saya bertugas di daerah pelosok Maluku, menghantarkan sepucuk relass saja harus melalui pulau-pulau dan memakan waktu berhari-hari. Kondisi demikian bukan membuat kita mundur, tapi justru membuat semangat untuk maju.”
Demikian cuplikan dialog rapat yang sangat berkesan bagi saya secara pribadi. Bagaimanapun minim dan terbatasanya fasilitas Pengadilan Agama yang kita miliki, jangan dijadikan sebagai alasan penghalang utama kita untuk maju. Menurut penelitian di Amerika, orang berhasil dan sukses, 85% ditentukan oleh sikap/perilaku/attitude, dan 15% baru ditentukan ketrampilan. Jadi sikap kita dalam hidup dan bekerja sangat penting untuk bersama-sama memajukan Peradilan Agama ini di Indonesia.
Akhirul Kalam, melalui surat pembaca ini saya juga ingin menyampaikan bahwa setiap Pengadilan Agama pasti memiliki permasalahan yang terkadang bisa diselesaikan dan terkadang perlu dukungan dari Pimpinan Puncak Peradilan Agama, salah satu contoh adalah Pengadilan Agama Jakarta Barat yang selalu menghadapi masalah banjir dan mungkin ada pengadilan agama di daerah lain yang menghadapi permasalah serupa dan bahkan lebih. Permasalahan tersebut perlu mendapat dukungan dan will penuh dari Pimpinan Puncak Peradilan Agama. Wassalam