Pemimpin dalam Filosofi Jawa “ 3 ER ”
Oleh: Hasan Ashari*
Tulisan ini diilhami ketika penulis menghadiri sebuah peringatan hari kemerdekaan berskala RT (rukun Tetangga) pada tahun 2012 di daerah Malang Jawa Timur, tepatnya di sekitaran Kecamatan Kepanjen. peringatan yang menurut panitia pada waktu itu dibuat berbeda dari tahun sebelumnya, lebih semarak, lebih meriah dan melibatkan banyak pihak karena berbarengan dengan momentum suksesi / pergantian pimpinan RT setempat.
Di sela acara peringatan, ada yang menarik dari kutipan pidato sambutan RT incumbent. Beliau menyampaikan 3 (tiga) kata sederhana. yakni: BENER, PINTER dan KOBER, yang terangkai dalam kalimat “penggantinya kelak harus atau minimal berusaha menjadi sosok yang BENER, PINTER dan KOBER dalam memimpin RT ke depan” ketiga kata yang semuanya berakhir dengan huruf ER itu sangat familiar bagi masyarakat jawa, kata-katanya renyah untuk didengar dan mudah guna dihapal. namun jika dicerna lebih dalam mengandung syarat makna dan mempunyai filosofi yang sangat tinggi.
Lebih jauh, ketiga kata tersebut bila dikaji lebih dalam akan tergambar sosok pemimpin yang ideal, meski penyampaiannya hanya level rukun tetangga, namun masih sangat relevan bila dikaitkan dengan kepemimpinan yang berskala lebih besar, baik level kepala Kantor, kepala Daerah dan kepala Negara sekalipun.
Kata yang pertama: BENER (jawa) mempunyai arti bahasa Indonesia BENAR, dan mengandung makna : sesuai aturan, amanah, bersih, jujur, panutan, mempunyai integritas dan makna sepadan lainnya. Bersikap benar suatu kemutlakan bagi pimpinan / pemimpin; benar dalam berpikir dan benar dalam bertindak. Ucapan dan perbuatan harus sesuai dengan norma hukum, norma etika, norma moral dan norma-norma lainnya.
Pemimpin merupakan pengendali suatu organisasi, institusi atau lembaga, sehingga pemimpin memegang peranan penting dalam penegakan aturan baik secara hukum maupun moral. Dengan wewenang yang diberikan kepada pemimpin, aturan hukum, job discription adalah prinsip dasar yang harus dipegang dalam mewujudkan kepentingan dan tujuan bersama.
Dalam upaya penegakkan aturan atau hukum yang berlaku, pemimpin yang baik tidak akan melabrak hukum dengan mencari celah kelemahan hukum itu sendiri. Kewenangan selayaknya tidak dipakai untuk memberlakukan aturan kepada bawahan dan tidak memberlakukan kepada dirinya. perilaku yang demikian akan berdampak pada kewibawaan pemimpin dimata bawahan. Dan perilaku buruk tersebut pada akhirnya akan diikuti oleh bawahan atau orang yang dipimpinya.
Kata yang selanjutnya; PINTER mempunyai arti PINTAR yang padanannya adalah cerdas, punya visi dan misi, mempunyai wawasan luas dan mempunyai kemampuan membaca peluang demi tercapainya tujuan bersama. Sosok pemimpin yang pintar sangat dibutuhkan demi keberlangsungan dan kemajuan organisasi ataupun lembaga.
Tantangan sebuah organisasi atau lembaga akan bisa diatasi dengan pemimpin yang pintar dan mempunyai visi dan misi ke depan. Tidak ada lembaga atau institusi manapun yang tidak menargetkan peningkatan atau mempertahankan keberhasilan dimasa yang akan datang. Setiap kali pergantian pucuk pimpinan selalu dibarengi dengan harapan kemajuan lembaga yang berganti pimpinan.
Pemimpin yang pintar tentu ada standar yang bisa diukur, dan paling sederhananya ukuran tersebut adalah Managerial yang dibangun, bila kehadiran pemimpin tidak banyak mempengaruhi keadaan lembaga berarti pemimpin itu tidak mempunyai managerial yang baik, dalam bahasa sederhananya “ ada dan tidaknya dia (pemimpin) sama saja”.
Dan keberhasilan pemimpin yang pintar bisa diukur dengan keberhasilannya membangun sistem kerja yang berwawasan kedepan melalui sistem kelola yang tidak terpengaruh (ajeg) meskipun sumber daya manusia (staff atau pegawai)nya selalu berubah.
Kata yang terakhir; KOBER yang arti bahasa indonesianya SEMPAT, mengandung makna; punya waktu untuk yang dipimpin, aspiratif, demokratis, inisiatif, mau berbagi, turlap, Blusukan, Problem Solver dan lain sebagainya. Pemimpin yang kober sangat dibutuhkan oleh lembaga, atau institusi, karena dapat mengurai / mengatasi permasalahan di lapangan yang tidak terprediksi oleh rencana awal atau saat diprogramkan.
Dan dalam falsafah jawa juga terdapat penjelasan mengenai seorang pemimpin; pemimpin itu pelayan rakyat ( abdi ). Siap melayani apa yang menjadi tujuan bersama. pemimpin sudah selayaknya ikut merasakan kesusahan, kesempitan, kendala yang dihadapi oleh bawahan. Mau menerima keadaan pahit lebih dahulu sebelum bawahan dan rela merasakan kenikmatan setelah bawahan, atau setidaknya ikut bersama-sama dalam keberhasilan maupun kegagalan.
Pemimpin juga mampu manjadi problem solver dari masalah yang dihadapi bawahan, dinamika lapangan yang dihadapi bawahan selalu di kawal melalui pendekatan yang cermat oleh pemimpin untuk mencapai hasil maksimal. persoalan yang dihadapi bawahan tidak cukup diselesaikan dengan hanya main perintah, main tunjuk dan main bentak. Ikut andil dalam setiap aktivitas bawahan dan tidak terlampau jauh mengintervensi bawahan sangat dibutuhkan. Perhatian-perhatian kecil pemimpin sangat penting bagi bawahan karena merupakan suplemen semangat dalam mengerjakan tugas.
Dari sekelumit uraian makna kata jawa diatas, tidak berlebihan bila selanjutnya diaplikasikan pada pola pengangkatan pimpinan Pengadilan. Sebagai bentuk ikut mempercepat pencapaian dan mewujudkan blueprint Mahkamah Agung yang terlanjur mengambil slogan “mewujudkan lembaga peradilan yang agung”.
Isu isu penegakan hukum yang bergulir sejak reformasi sampai saat ini masih menyoroti kinerja dan pelayanan lembaga peradilan, baik yang paling bawah sampai Mahkamah Agung sendiri, patut untuk ditindaklanjuti melalui usaha-usaha perbaikan di segala aspeknya, yang salah satunya mengangkat pimpinan Pengadilan yang minimal memenuhi ketiga unsur diatas. Sebab sosok pimpinan Pengadilan ikut menentukan wajah peradilan dalam usaha membangun kinerja dan pelayanan hukum terhadap masyarakat.
Pertama: pimpinan Pengadilan wajib diambil dari orang-orang yang BENAR (bener:jawa), tidak tercela baik secara etika maupun moral dan tidak tersandung kasus hukum. Kemutlakan ini penting guna menjawab ketidak-percayaan masyarakat terhadap pengadilan yang selama ini dipengaruhi oleh banyaknya oknum Hakim, Panitera, Pegawai Pengadilan yang terlibat kasus hukum dan moral. seperti suap, selingkuh, narkoba dan kasus kasus lainnya. Maka pimpinan Pengadilan lah yang bertanggung jawab memberikan pembinaan dan penegakan dalam lingkungan pengadilan.
Kedua: pimpinan Pengadilan juga harus memang orang yang PINTAR (pinter:jawa) menguasai bidang hukum, baik teknis maupun managerial. Sebab tingginya kualitas produk pengadilan ikut andil dalam memunculkan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga hukum. Hal itu hanya bisa diwujudkan dengan penguasaan teknis dan managerial yang mapan dari lembaga pengadilan yang dimotori oleh pimpinan pengadilan. sulit rasanya mempunyai putusan hakim yang berkualitas bila pimpinan Pengadilan tempat bertanya atau rujukan para hakim tidak menguasai Teknis hukum, dan teramat sukar dibayangkan bila pengadilan ingin adanya transparansi berbasis tekhnologi bila pimpinan tidak paham IT.
Ketiga, pimpinan pengadilan juga harus SEMPAT (kober: jawa), punya waktu untuk bekerja lebih dan selalu punya inisiatif untuk meningkatkan kinerja lembaga pengadilan, mau blusukan. Karena perubahan tidak datang serta merta tanpa usaha yang keras. Sentuhan-sentuhan tangan leadership seorang pimpinan diperlukan untuk memajukan Pengadilan yang transparan dan menjunjung tinggi nilai keadilan. Mustahil akan tercipta kemajuan dibidang penanganan perkara yang cepat, tepat dan transparan bila pemimpin hanya duduk manis dan mengandalkan bawahan.
Dengan uraian sederhana ini semoga dapat menjadi pengingat dan penanda bahwa kita senantiasa mengidamkan pemimpin yang baik dan menjadi bawahan yang baik pula, karena semua tidak menutup kemungkinan menjadi pemimpin kelak. Capaian Mahkamah Agung cq Badilag dengan SIADPA, SIMPEG, WEBSITE dan sistem lainnya menjadi tangga-tangga pencapaian keberhasilan yang di masa-masa akan datang menuntut untuk dipertahankan dan ditingkatkan..semoga wallahu a’llam bishowab