logo web

Dipublikasikan oleh Iwan Kartiwan pada on . Dilihat: 1691

Passion Ber-IT ala Pak Anom Ali

Oleh : Mohammad Noor

Hakim Pengadilan Agama Padang Panjang, Wilayah PTA Padang

 

Sebut saja namanya Anom Ali (bukan nama sebenarnya). Dulunya ia adalah salah seorang karyawan Pengadilan Agama di sebuah kota terkemuka di negeri ini.

Ketika Penulis bertemu untuk pertama kalinya, usianya sudah memasuki 51 tahun. Tak berapa lama lagi ia akan memasuki masa pensiun, karena ketika itu masa pensiun pegawai adalah pada usia 55 tahun. Masa dimana ia akan mengenang pengabdian panjangnya di institusi peradilan agama. Dalam beberapa perbincangan dengannya, ia sering memasukkan dirinya dalam daftar urut pegawai yang akan segera mengakhiri masa tugasnya.

Jabatannya tidak tinggi. Ia bukan seorang sarjana yang begitu masuk sebagai korps Pegawai Negeri Sipil di Pengadilan Agama langsung dapat memperoleh jabatan seperti yang diemban Pak Anom saat ini. Ia hanya seorang lulusan SMA, tanpa embel-embel gelar di depan atau di belakang namanya. Ia memulai karir dari paling bawah. Saat Penulis bertemu dengannya, ia menjabat sebagai Panitera Pengganti, sebuah jabatan yang ia sendiri hampir lupa sejak kapan ia memulainya.

Sebagai Panitera Pengganti, mengikuti persidangan untuk mendampingi Majelis Hakim dan mencatat segala hal ihwal yang terjadi selama persidangan lalu menuangkannya dalam Berita Acara Persidangan adalah rutinitas kesehariannya. Rutinitas itu tidak membuatnya jenuh, apalagi merasa terbebani. Padahal ia sama sekali tidak pandai mengoperasikan komputer. “Saya ini generasi mesin tik” Ujarnya berseloroh.

Telisik punya telisik, ternyata ia tidak mengetik BAP sama sekali. Semua konsep BAP dicatatnya dalam beberapa lembar kertas, kemudian dibawanya pulang. Anaknya lah yang mengetik BAP tersebut dirumahnya. Konon menurut pengakuannya, anaknya sudah mahir mengoperasikan komputer. Dan dia sudah membelikan seperangkat komputer lengkap dengan printer untuk anaknya. Anaknya pulalah yang menyelesaikan semua pekerjaannya.

*********

Perubahan luar biasa mulai terjadi dalam diri Pak Anom ketika Ketua Pengadilan Agama di kantornya menggagas Program Sukses SIADPA. Melalui program tersebut, semua aparatur kepaniteraan, mulai dari meja I, meja II, meja III, Jurusita/Jurusita Pengganti, serta Panitera/Panitera Pengganti termasuk Ketua sendiri harus menggunakan aplikasi SIADPA dalam melaksanakan tupoksinya. Untuk kepentingan tersebut, selain diadakan kegiatan pelatihan SIADPA, juga disediakan tim asistensi yang setiap saat dapat membantu aparatur kepaniteraan apabila menghadapi kesulitan dalam mengoperasikan SIADPA.

Tim asistensi tersebut terdiri dari para cakim (calon hakim) yang dinilai memiliki kemampuan mengoperasikan SIADPA, sehingga diperkirakan dapat membantu para aparatur kepaniteraan yang menghadapi masalah dalam menggunakan SIADPA. Keberadaan tim tersebut menjadi semakin penting, terlebih berdasarkan statistik hampir 50% (lima puluh persen) aparatur kepaniteraan berusia antara 45 – 55 tahun. Dapat diperkirakan usia tersebut tidak akan mudah beradaptasi dengan teknologi baru atau setidaknya akan banyak menghadapi kendala untuk menggunakan aplikasi sistem informasi. Dengan pendampingan diharapkan berlangsung proses adaptasi secara lebih mudah sehingga program Sukses SIADPA dapat terselesaikan dalam jangka waktu satu tahun. Dan Pak Anom sudah pasti masuk dalam daftar karyawan yang membutuhkan pendampingan tersebut.

Merespon gagasan Sang Ketua, awalnya Pak Anom menolak. Bahkan ia menjadi bagian dari sejumlah karyawan yang cenderung apatis terhadap penerapan SIADPA. “Untuk apalagi pakai SIADPA, bukankah tanpa SIADPA semua sudah bisa diselesaikan?” Seloroh salah seorang dari mereka yang kurang simpati. “Saya selalu menyelesaikan BAP tepat waktu.” Ujarnya menambahkan.

Tetapi komunikasi intensif dan persuasif yang dilakukan oleh Ketua terhadap semua karyawan, baik secara personal maupun kolektif membuat Pak Anom “berpindah jalur”. Ia mulai menerima ragam argumentasi mengapa Pengadilan Agama harus menerapkan SIADPA. Bahkan ia kemudian menyadari Sang Ketua tidak akan menarik gagasannya dengan penolakan-penolakan tersebut. “Keinginan supaya ada perubahan di kantor bukan pertama kalinya beliau usahakan. Ketika baru datang disini, beliau merubah semua mesin tik menjadi komputer dan mewajibkan semua karyawan supaya bisa menggunakan komputer. Saya tidak terkejut beliau mewajibkan kita pakai SIADPA.” Ujarnya datar.

Singkat cerita, dimulailah program Sukses SIADPA di kantor Pak Anom. Mereka yang sudah terbiasa menggunakan komputer dan memahami seluk beluk program SIADPA, dapat dengan mudah mengoperasikan program otomatisasi bindalmin tersebut. Sementara bagi yang sudah dapat mengoperasikan komputer, tetapi tidak terbiasa menggunakan SIADPA, harus berjuang mengenali operasionalisasi SIADPA dengan bantuan tim asistensi. Hasilnya dalam tempo yang tidak terlalu lama, mereka juga dapat mengoperasikan SIADPA dengan mudah. Dan mereka yang apatis pun akhirnya perlahan dapat diajak untuk turut bersama-sama menggunakan SIADPA.

Pak Anom sendiri terlihat mulai berlatih memainkan mouse dan membuka-buka aplikasi SIADPA. Sedikit demi sedikit ia mulai mengenalinya. Tetapi sesekali ia terlihat terkejut. “Aduh, bagaimana ini. programnya hilang.” Ujarnya sambil meminta tolong kepada tim asistensi untuk membetulkannya. Tak berselang lama, ia kembali membutuhkan bantuan tim asistensi.

Awal-awalnya terlihat sangat repot bagi tim asistensi dan Pak Anom sendiri. Sebentar-sebentar Pak Anom berteriak memanggil tim asistensi untuk menolongnya. Segera anggota tim asistensi datang menghampirinya dan membantunya dengan sabar.

Suatu hari, ketika teman hampir seusianya sudah selesai membuat BAP dengan bantuan SIADPA, temannya tersebut datang mengguyoni Pak Anom. “Neh, liat sudah jadi BAP-nya. Pak Anom sudah selesai berapa kali?” Tanya temannya itu. Sesungging senyum Pak Anom segera terumbar. “Tahu nich, masih belum bisa. Programnya sering hilang.” Ujarnya sambil mesem-mesem.

Ketertinggalan itu tak membuat Pak Anom berkecil hati. Ia terus berjuang mencoba dan mencoba. Sesekali ia terlihat sudah didepan komputer pagi-pagi sekali. Padahal karyawan belum ada yang mulai bekerja. “Wah, hebat nich Pak Anom. Pagi-pagi sudah di depan komputer.” Sapa kawannya. “Hehehe, Cuma penasaran aja sama yang kemaren tidak selesai.” Ujarnya menimpali.

Kesabaran Pak Anom untuk mahir menggunakan SIADPA memang benar-benar diuji. Ia harus berusaha mengimbangi dirinya sebaik mungkin agar tidak mengalami stress ketika mempelajari SIADPA. Maklum belum lama ia terkena stroke ringan dan harus beristirahat total selama beberapa lama. Kelihatannya ia juga paham atas kondisi dirinya. Ia selalu berusaha gembira menjalani semua yang dikerjakannya. Beberapa kawannya juga sempat khawatir jangan sampai ia terkena stroke lagi.

Sementara Sang Ketua, selaku inisiator program Sukses SIADPA, tidak pernah tinggal diam. Sesekali ia datang menghampiri Pak Anom yang tengah belajar SIADPA, sambil menepuk-nepuk pundaknya. “Kelihatannya Pak Anom sudah mahir SIADPA?” Kata Sang Ketua sambil tersenyum. “Mudah-mudahan Pak. Didoain aja biar lancar.” Jawabnya sambil menatap Sang Ketua. “Pasti, yang penting Bapak mau berusaha. Kami mendukung Pak Anom sampai mahir” Timpal Ketua membesarkan hatinya.

Sang Ketua kelihatannya sadar betul, karyawan semacam Pak Anom tidak bisa dipaksa. Ia lebih memilih mendukung sekecil apapun perubahan yang dicapai Pak Anom ketimbang mempersoalkan kelambanan adaptasinya. Ia sering mengapresiasi usaha-usaha Pak Anom dengan berbagai cara. Ia pernah mengucapkan selamat kepada Pak Anom, begitu dikabari Pak Anom sudah bisa mencetak sendiri hasil pekerjaannya. Ia juga memberi apresiasi dengan memuji usaha Pak Anom di dalam pertemuan yang dihadiri oleh seluruh karyawan kantor. Bahkan, sesekali dia mencegat Pak Anom ketika akan menaiki tangga menuju lantai II tempat Pak Anom bekerja. Dan Pak Anom kelihatannya merasakan perhatian Sang Ketua yang cukup besar padanya.

Walhasil, setelah hampir  dua bulan memulai penggunaan aplikasi SIADPA, Pak Anom sudah bisa bekerja sendiri dengan meminimalkan bantuan tim asistensi. Semua BAP dikerjakannya sendiri, lalu disimpannya dalam folder yang dibuatnya di dokumen. Ia juga sudah mahir mencetak sendiri hasil kerjanya. Ia tidak lagi pulang membawa kertas-kertas dan membawanya kembali keesokan harinya. Ia sudah pulang lenggang tanpa membawa apa-apa, kecuali sesekali dia membawa tas.

Suatu hari, ketika jaringan SIADPA di kantornya menghadapi masalah dan SIADPA tidak dapat beroperasi, para Panitera Pengganti tidak dapat mengerjakan BAP. Para Jurusita Pengganti juga tidak dapat mengerjakan relaas-relaas panggilan yang akan dikirim kepada pihak-pihak berperkara. Di ujung depan pelayanan perkara, meja I tidak dapat menginput data perkara dan meja III tidak dapat mencetak Akta Cerai. Sementara petugas kasir tidak dapat mengentri data-data keuangan. Semua praktis tidak dapat bekerja karena pekerjaannya sudah terintegrasi dalam sistem operasi SIADPA.

Dalam kondisi yang sedemikian terhenti, Pak Anom ternyata ingin memilih keluar dari kantor untuk refreshing. Tiada diduga, saat ia melangkahkan kakinya turun di anak tangga terakhir, Ketua Pengadilan menegurnya. “Pak Anom, mau kemana?” Sergah Sang Ketua. “Mau keluar dulu, Pak. Percuma kita duduk-duduk diatas, tidak bisa bekerja, SIADPA mati.” Jawabnya enteng kepada Ketua. Kelihatan Ketua tidak bisa menghalangi keinginan Pak Anom. “Kalau begitu jangan lama-lama ya Pak. Nanti saya minta tim IT untuk membetulkannya.” Timpal Ketua.

Jawaban Pak Anom yang menyatakan tidak bisa bekerja karena SIADPA mati itu ternyata benar-benar membahagiakan Sang Ketua. Baginya, hal itu pertanda anak buahnya yang sudah hampir pensiun itu sudah benar-benar memiliki ketergantungan terhadap SIADPA. “Alhamdulillah, berarti program Sukses SIADPA kita berhasil. Mereka yang tidak bisa komputer kini sudah “ketergantungan” SIADPA.” Ujar Ketua memuji anak buahnya dalam sebuah pertemuan dengan Tim SIADPA.

*********

Masya Allah. Sungguh luar biasa perubahan yang terjadi pada diri Pak Anom. Perubahan pribadi yang turut memberikan sumbangsih bagi keberhasilan program yang digagas oleh seorang Ketua Pengadilan Agama. Perjuangan yang tiada kenal lelah dan menyerah dari seseorang yang sebenarnya tidak diperkirakan, ternyata memberi pelajaran berharga tentang perubahan, baik perubahan pribadi (personal change) maupun perubahan organisasi (organizational change).

Tidak semua orang siap untuk melakukan perubahan pada dirinya. Seseorang umumnya cenderung tidak ingin tercerabut dari—meminjam istilah dalam Quantum Teaching—“zona nyamannya [safety zone]”, yaitu kebiasaan-kebiasaan yang dipandangnya cukup menguntungkan baginya. Karena itu manakala ada tuntutan untuk melakukan perubahan, resistensi atau penolakan adalah sikap paling umum yang ditunjukkan seseorang. Karenanya lumrah saja Pak Anom memberikan penolakan ketika disodorkan gagasan untuk menggunakan SIADPA yang belum pernah dikenalnya sama sekali.

Pendekatan yang dilakukan oleh sang Ketua untuk menggagas perubahan pada satuan kerja yang dipimpinnya patut dipuji karena telah mempertimbangkan aspek-aspek personal dan sosial dari sebuah perubahan sehingga gagasannya tidak menjadi gagasan yang ahumanis. Langkah perubahan memang perlu rasional, tetapi memilih pendekatan yang rasional humanis akan memberi nilai tambah (added value) yang lebih besar. Proses komunikasi intensif dan persuasif menjadi kata kunci yang penting (an important keyword) dalam sosialisasi gagasan tersebut. Tentu saja penyampaian pesan yang tiada kenal lelah dan tidak jenuh metodologi itu tidak akan lahir, kecuali dari pemimpin visioner yang kuat (strong visionary leader).

Faktor kepemimpinan yang kuat dan komunikasi yang intensif agaknya menjadi pendorong penting dalam proses implementasi SIADPA di tempat Pak Anom. Kondisi ini persis sama sebagaimana ungkapan Cate Sumner dan Prof. Tim Lindsay terhadap kemajuan-kemajuan yang dicapai oleh Pengadilan Agama selama ini. Dalam buku Courting Reform: Indonesia’s Islamic Court and Justice for the Poor (Australia: Lowy Institute for International Policy, 2010), keduanya menulis:

Why, against these odds, have the Religious Courts been able systematically to introduce successful reforms across almost 400 courts in a relatively short time?

The two most important reasons are strong leadership within the Religious Courts, coupled with a relentless drive to communicate messages (using the Internet) to Judges, Religious Court Staff and the public regarding the Courts’ own reform agenda. [Mengapa, bertentangan dengan keganjilan-keganjilan tersebut, Pengadilan Agama mampu secara sistematis memperkenalkan reformasi yang berhasil terhadap hampir 400 pengadilan dalam tempo yang relatif singkat?

Dua alasan yang paling penting adalah kepemimpinan yang kuat di Pengadilan Agama dipasangkan dengan dorongan untuk mengkomukasikan pesan tanpa kenal lelah (menggunakan internet) kepada para hakim, staf-staf pengadilan agama dan masyarakat terkait dengan agenda reformasi pengadilan.]”

Perubahan secara sistemik yang dilakukan oleh Ketua Pak Anom setidaknya telah berhasil merubah pola pikir Pak Anom tentang perubahan yang tengah dijalaninya. Sikap penolakannya berubah menjadi penerimaan (reception), meski penerimaan itu bukanlah suatu jaminan bahwa perubahan itu sudah nyata-nyata terjadi. Akan tetapi, setidaknya penerimaan pada diri Pak Anom telah membuktikan bahwa perubahan individu itu akan sangat memungkinkan terjadi manakala sistem dimana individu itu berada juga berubah. Persis seperti disebutkan dalam Twelve Principles for Managing Change (Dua belas dasar-dasar mengelola perubahan) yang dilansir oleh Lynco Associates. Inc, bahwa “to change individual, change the system (untuk merubah seorang individu, rubahlah sistem yang melingkupinya).”

Sikap positif yang ditunjukkan Pak Anom menjadi modal yang amat berharga untuk mengembangkan kemampuannya dalam mengoperasikan SIADPA. Tetapi sikap itu tidak ajeg. Ia bisa fluktualif mengikuti lingkungan pendukungnya. Manakala lingkungannya kondusif dan terus menunjukkan perubahan, maka trend sikap Pak Anom akan terus dapat dimaksimalkan. Sekali lagi komunikasi intensif dan sikap kepemimpinan yang mendukung dengan berbagai bentuknya menjadi “batu-batu sudut (cornerstones)” pembentuk lingkungan yang kondusif tersebut. Hal ini semakin memungkinkan dengan adanya sejumlah tim asistensi yang mengawal peningkatan kapasitas Pak Anom.

Yang terakhir, semuanya tidak terlepas dari semangat “man jadda wajada (siapa bersungguh-sungguh akan berhasil)” yang ditampilkan oleh Pak Anom, Ketua, Tim Asistensi, dan lingkungan sekitar. Kesungguhan menjadi manifestasi dari cita-cita yang kuat untuk mewujudkan “mimpi” ber-IT dalam bidang keperkaraan. Dan diyakini oleh banyak orang kesungguhan merupakan energi yang sangat kuat untuk mencapai keberhasilan. Himmah al-rijal tahdum al-jibal, kata orang Arab. Cita-cita yang tinggi itu akan mampu meruntuhkan gunung.

Dengan berbagai pendekatan perubahan yang dilakukan di tempat kerja Pak Anom dengan semangat “man jadda wajada” yang terus tumbuh dan berkembang hingga mencapai keberhasilan dalam Program Sukses SIADPA, setidaknya memberikan pembelajaran yang sangat berharga, betapa keinginan untuk maju akan selalu menjadi energi yang positif bagi seseorang maupun entitas untuk mencapai kemajuan yang sesungguhnya. Mungkin kemajuan ini tidak akan pernah bermanifestasi bila keseluruhan komponen organisasi tidak memiliki passion untuk bergerak maju. Tidak salah jika seseorang mengungkapkan:  Lam yataqaddam ma arada taakhkhuran, wa lam yataakhkhar man arada taqadduman [Tidak akan pernah maju orang yang menginginkan kemunduran, dan tidak akan pernah mundur orang yang menginginkan kemajuan].

Subhanallah.... Mudah-mudahan kita semua dapat berefleksi.

*********

Hari ini, ketika tulisan ini Penulis susun, Pak Anom Ali sudah tidak lagi aktif di Pengadilan Agama. Ia sudah memasuki masa purnabhakti medio tahun 2010 yang lalu. Hari-harinya sudah tidak lagi bergelut dengan SIADPA. Aplikasi itu mungkin hanya tinggal kenangan baginya. Namun demikian, meskipun aplikasi itu sudah tidak berarti banyak baginya, perjuangannya memperlajari SIADPA telah menjadi “guru” bagaimana sebuah cita-cita digapai. Semoga Pak Anom-Pak Anom lainnya menyusul mengajari kita tentang perubahan menuju kualitas yang lebih baik. Semoga!

 


*** Tulisan ini Penulis dedikasikan untuk seorang mantan pegawai Pengadilan Agama yang sangat ulet, sabar dan pantang menyerah untuk belajar SIADPA hingga usia pensiunnya. Untuk menjaga privasi beliau yang saat ini telah purnabhakti, Penulis sengaja menyamarkan namanya. “Selamat menikmati masa tua, sahabat seniorku. Kami akan selalu mengenang kegigihanmu.

Hubungi Kami

Gedung Sekretariat MA (Lt. 6-8)

Jl. Jend. Ahmad Yani Kav. 58 ByPass Jakarta Pusat

Telp: 021-29079177
Fax: 021-29079277

Email Redaksi : Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.
Email Ditjen : Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.

Lokasi Kantor

 Instagram  Twitter  Facebook

 

Responsive Voice