Adegan-adegan 'Aneh' Pak Dirjen di Yogyakarta
Oleh: Muh. Irfan Husaeni
Awalnya saya minder menuliskan pengalaman ini, namun setelah Pak Masrinedi terus “merayu” saya dengan kata-kata yang persuasive: “ditulis saja Pak...biar yang lain juga tahu sisi-sisi lain Pak Dirjen ketika di daerah”, maka dengan bismillah saya akhirnya menulis.
Sebagai staf Kasubbag Umum PTA Yogyakarta, saya mulai 2005 s.d 2008 termasuk salah satu staf yang diberi tugas untuk membantu melayani tamu, khususnya Pejabat dari Mahkamah Agung RI yang melakukan kunjungan kerja ke DIY. Semua tamu dihormati secara adil sesuai protokoler, yang menurut Pak Abdullah Dhia, protokoler merupakan konsep Agama Islam yang hakekatnya adalah ikromudhoif dan jika diamalkan maka akan bernilai sebagai akhlakul karimah. Kami para staf yang ditunjuk Kasubbag Umum untuk melaksanakan tugas itu merasa senang dan harus siap karena bagi kami tugas adalah kehormatan.
Pada prinsipnya semua tamu adalah istimewa namun dalam tulisan ini saya hanya menceritakan sedikit kisah Dirjen Badan Peradilan Agama MARI Bapak Drs. H. Wahyu Widiana, M.A., ketika Beliau melakukan kunjungan kerja ke DIY, akan saya uraikan secara singkat dalam bentuk adegan berikut:
Adegan 1: Pak Dirjen menolak melalui pintu VIP
Pada waktu penjemputan di Bandara Adisucipto Jogja setelah pesawat yang ditumpangi Pak Dirjen lending, KPTA telah siap menunggu di apron dekat tangga pesawat dengan kendaraan khusus bandara untuk menuju ruang transit. Ketika di kendaraan tersebut saya merekam dialog antara Pak Dirjen dengan KPTA saat itu Bapak H. Abdullah Dhia, SH. kurang lebihnya sebagai berikut:
”Ini kita mau kemana?”.
“Kita transit dulu di VIP Room”
“Tidak usah, kita lewat umum saja”.
“Kan berdasarkan hasil Rakernas Bali 2005, Hakim Agung dan Eselon I harus transit di VIP Room”, Pak Dhia menyakinkan.
“Iya sih…tapi kalau saya senang lewat umum saja”.
Sepanjang yang saya ketahui Pak Dirjen menolak melalui pintu VIP, tidak hanya pada saat kepimimpinan Pak Dhia, penolakan itu disampaikan pula pada semua KPTA setelahnya. Namun tampaknya semua KPTA kompak untuk tidak mengabulkan permintaan Pak Dirjen. Karena hal ini sering disampaikan maka saya menangkap permintaan Pak Dirjen itu tulus dari hatinya bukan formalitas belaka. Pada kesempatan lain Beliau menuturkan, “Saya kasihan dengan Pak Ketua kalau setiap kali saya ke Jogja harus lewat VIP Room, karena lewat ruangan itu kan harus membayar”.
Adegan 2: Pak Dirjen setir mobil sendiri, supir istirahat
Dalam sebuah kunjungan kerja ketika acara pokok sudah selesai dan masih ada waktu, biasanya digunakan Pak Dirjen untuk bersilaturahmi dengan teman-teman karibnya. Dalam moment ini biasanya KPTA sudah tidak mendampingi atas kehendak Pak Dirjen. “Pak Ketua kan banyak tugas di kantor jadi saya cukup ditemani supir saja", pinta Pak Dirjen. Pada kesempatan yang lain terkadang Pak Dirjen tidak mau ditemani supir dan Beliau setir kendaraan sendiri di Jogja.
“Kenapa, Pak Dirjen ga mau pakai supir?” Tanya KPTA.
”Kasihan supir, sejak kemarin sudah menemani saya”.
“Tidak mengapa Pak Dirjen, kan sudah tugasnya”.
“Biarlah saya bawa kendaraan sendiri, supir biar istirahat di kantor”.
Adegan seperti itu sering terjadi, maka kalau Warga Peradilan Agama DIY barangkali sudah banyak yang mengetahuinya. Malah Pak Dirjen -dengan alasan biar lebih santai- kerap meminta kendaraan Kijang Innova walaupun di kantor ada sedan Altis dan Vios. Tentu saja permintaan tersebut oleh Bapak Drs. H. Chatib Rasyid, SH,.MH. (sekarang KPTA Semarang) tidak diperkenankan dengan alasan kalau ada yang lebih baik kenapa memilih yang baik?. Atas permintaan Pak Dirjen pula, sering supir PTA hanya mengantarkan kendaraan ke Hotel tempat Pak Dirjen transit, setelah itu supir kembali ke kantor untuk mengerjakan tugas lainnya.
Adegan 3: Pak Dirjen melakukan serangan tiba-tiba
Sebagaimana sering diberitakan pada www.badilag.net Pak Dirjen suka melakukan sidak baik di Pusat maupun di berbagai daerah. Begitu pula saat kunjungan kerja ke wilayah hukum PTA Yogyakarta. Pak Dirjen pernah ingin memonitor sebuah PA, namun kedatangannya minta dirahasiakan. Saya menangkap hal ini bukan untuk mencari kesalahan melainkan supaya terlihat asli apa adanya dan tampak alami tanpa dibuat-buat. Cara ini cukup efektif karena Pak Dirjen dapat memberikan pembinaan dan petunjuk seperlunya kepada pejabat terkait secara langsung di tempat kerja tanpa harus membuat acara formal di ruangan. Selesai monitoring Pak Dirjen meninggalkan PA tersebut untuk acara selanjutnya. Saat lunch tiba Beliau perintahkan supir, “Cari rumah makan terserah supir yang menentukan, Saya pribumi,”.
Kalau sudah demikian maka Ketua PA complain kepada staf PTA kenapa tidak memberi informasi terlebih dahulu sehingga tidak persiapan?. Namun setelah disampaikan bahwa hal itu atas kehendak Pak Dirjen dan memang Beliau tidak ingin “merepotkan” tuan rumah, maka Ketua PA memaklumi. Adalah wajar Ketua PA merasa diserang secara tiba-tiba karena saat sidak dilakukan pas jam-jam kritis, banyak pegawai yang tidak siaga karena sedang “isoma”, dan tidak sedikit pegawai yang memakai sandal.
Adegan 4: Pak Dirjen ditemani “asisten cantik”
Bagi PTA/PA yang pernah dikunjungi Pak Dirjen pasti merasakan sensasi tersendiri (pinjam bahasa Pak Asnoer) apalagi bagi warga peradilan agama yang disapa langsung dan disebut namanya oleh Beliau. Pak Dirjen biasanya ingat terhadap wajah seseorang yang pernah dijumpainya. Jangankan pejabatnya, supir pun Beliau mengenalnya. Apabila supir yang biasa menjemput Pak Dirjen di bandara berhalangan dan diganti supir baru Beliau pasti tahu lalu menyapa “wajah baru ya?”, “siapa namanya?”, “apa kabar?”. Beliau pun memperkenalkan diri, “Saya Wahyu”.
Sering kali Pak Dirjen menyapa supir terlebih dahulu, “Hai..apa kabar?”. Tentu saja sapaan itu bagi supir menjadi “sesuatu banget ya..?” Maka Pak Dhia pun heran, “Kok Pak Dirjen kenal sampean?”. Ya kenal Pak, saya sudah sering antar jemput Pak Dirjen sejak jaman Pak Khalil” jawab Widodo bangga. (maksudnya: Drs. H. Khalilurrahman, SH,.MBA,.MH. sekarang KPTA Jakarta).
Dalam ilmu perang Sun Tsu disebutkan bahwa panglima perang yang baik adalah yang sudah mempelajari territorial musuh sebelum melakukan penyerangan. Begitu juga Pak Dirjen sebelum menuju pada sebuah PA, Beliau telah membaca sikon, keadaan pegawai dan perkembangan aktual. Hal ini sangat membantu Beliau untuk bahan pembinaan. Inilah rahasianya kenapa Pak Dirjen mengetahui nama-nama pegawai di suatu PA? karena selama berkendaraan menuju “TKP” Pak Dirjen telah mempelajari situasi dan telah mendapatkan informasi lengkap nama-nama pegawai dari “asisten cantiknya” yaitu notebook yang setia menemani selama kunjungan kerja.
Adegan-adegan tersebut hanyalah bagian kecil yang saya ketahui, pastinya kawan-kawan lain juga banyak mengetahui hal menarik dari Pak Dirjen semoga berikutnya ada lagi pegawai yang menulis supaya saling melengkapi agar dapat dijadikan teladan dan ibroh bagi kita semua, amin.
(Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya. / http://facebook.com/irfan.husaini)