PA SUMBAWA BESAR MENJADI SATKER TERBAIK, KOK BISA?
Oleh:
Ahmad Zaenal Fanani, SHI., M.Si.
(Hakim Pengadilan Agama Sumbawa Besar)
Kaget, terkejut bercampur rasa bangga dan bahagia. Itulah yang saya rasakan ketika saya mendapat kabar dari kawan-kawan bagian kesekretariatan Pengadilan Agama Sumbawa Besar bahwa PA Sumbawa Besar Kelas I B mendapat penghargaan sebagai Satuan Kerja Terbaik Dalam Rekonsiliasi Anggaran Tahun 2011. Penghargaan tersebut diberikan oleh Kementerian Keuangan RI Direktorat Jenderal Perbendaharaan melalui KPPN Sumbawa Besar.
Rasa kaget, terkejut bercampur rasa bangga dan bahagia saya itu (kalau dibandingkan) mungkin kurang lebih sama ketika saya terpilih sebagai salah satu delegasi MA atau Badilag untuk mengikuti pelatihan hukum ekonomi syariah di Mahkamah Agung Republik Sudan Tahun 2010 yang lalu. Sebagai hakim yang pada saat itu bekerja di daerah yang jauh dari pusat kekuasaan (saat itu saya bertugas di PA Martapura kalsel) dan tidak ada saudara atau keluarga yang ada disana, tapi ditunjuk menjadi delegasi dalam pelatihan diluar negeri tersebut.
Setengah tidak percaya, saya langsung bergegas menemui Ketua dan Pansek serta Wasek untuk memastikan kabar tersebut dan untuk melihat piagam penghargaan yang diperoleh tersebut. Alhamdulillah kabar itu benar dan sungguh membanggakan. Piagam tersebut diserahkan langsung oleh Kepala KPPN Sumbawa Besar, Badrus Fansjuri, pada tanggal 29 Februari 2012 yang diterima oleh Wakil Sekretaris, Yahya S.H. yang mewakili Pimpinan PA Sumbawa yang berhalangan hadir.
Piagama penghargaan PA Sumbawa Besar sebagai satker terbaik dalam rekonsiliasi anggran tahun 2011. Mengapa saya kaget? Saya kaget karena ini adalah penghargaan yang prestisius dan untuk mendapatkan penghargaan sebagai satker terbaik tersebut, PA Sumbawa Besar harus mengalahkan 50 (lima puluh lebih) satker yang ikut dinilai dan diteliti oleh Kementerian Keuangan RI Direktorat Jenderal Perbendaharaan melalui KPPN.
Diantara satker yang dinilai oleh KPPN Sumbawa dalam rangka penghargaan tersebut adalah PA Sumbawa Besar, PA Taliwang, PN Sumbawa Besar, Kemenag Kab. Sumbawa, Kemenag KSB, Kajari Kab. Sumbawa, Kajari KSB, Polres Sumbawa, Polres KSB, Bandara Brang Biji, Dinas Kehutanan, Dinas Pendidikan dan lain-lain. Semua satker tersebut adalah merupakan satker yang menjadi wilayah kerja KPPN Sumbawa Besar.
Walau jauh dari pusat kekuasaan (Jakarta) tapi PA Sumbawa Besar bisa ikut serta berkonstribusi mengharumkan nama lembaga peradilan dan membentuk citra positif di mata publik. Dari hasil penelusuran saya (maaf kalau salah), PA Sumbawa Besar merupakan satu-satunya satker dilingkungan MA atau Badilag yang berhasil mendapatkan penghargaan ini.
Prestasi ini tentu patut diapresiasi secara positif. Prestasi PA yang jauh dari pusat kekuasaan ini harus menjadi motivasi PA-PA yang berada didaerah khususnya yang terpencil bahwa dimanapun kita bekerja jika kita berprestasi dan berkarya yang terbaik maka pada saat itu kita telah berkonstribusi mengharumkan dunia peradilan. Begitu juga sebaliknya, jika kita melakukan kesalahan dan berkinerja buruk maka dengan sendirinya kita ikut menjelekkan dunia peradilan.
Prestasi tidak mengenal posisi dan lokasi sebuah peradilan. Tapi prestasi lebih ditentukan oleh kominten perbaikan dan kesungguhan dalam melaksanakan komitmen tersebut. Komitmen dan kesungguhan tersebut harus ada pada seluruh stakeholder pengadilan. Mulai ketua, wakil ketua, para hakim, pansek dan seluruh karyawan pengadilan. Energi dan potensi positif yang ada pada SDM pengadilan harus dikelola oleh pimpinan pengadilan dengan sebaik-baiknya untuk perubahan kearah yang lebih.
“Man jadda wajada, barang siapa yang bersungguh-sungguh maka dia akan mendapatkan penghargaan” itu bunyi adagium bahasa arab yang sudah lama dihafal oleh orang PA tapi belum dilaksanakan secara maksimal.
Dalam mengelola energi dan potensi positif yang ada pada SDM pengadilan, saya teringat teori atau gagasan David Osborne dan Ted Gaebler tentang Reinventing Government tertuang dalam karyanya yang berjudul Reinventing Government: How the Entrepreneurial Spirit is Transforming the Public Sector yang dipublikasikan pada tahun 1992 dan Banishing Bureaucracy: The Five Strategies for Reinventing Government, buku terakhir ini ditulis oleh David Osborne dan Peter Plastik yang dipublikasikan pada tahun 1997.
Dalam buku tersebut, David Osborne dan Ted Gaebler menegaskan bahwa organisasi yang sehat harus digerakkan oleh “misi” yang jelas, bukan oleh peraturan. Misi yang jelas tersebut harus menjadi komitmen bersama untuk diwujudkan. Agar menjadi komitmen bersama, misi tersebut harus disusun, disadari dan dipahami oleh semua anggota organisasi. Energi dan potensi positif yang ada pada anggota organisasi harus didayagunakan secara maksimal untuk mewujudkan misi tersebut. Pengelolaan energi dan potensi positif harus dalam bingkai memberikan ruang dan kepercayaan yang sama pada semua anggota organisasi untuk mewujudkan misi. Disini tidak boleh ada diskriminasi, karena diskriminasi hanya akan mematikan energi dan postensi serta membunuh motivasi.
Teori David Osborne dan Ted Gaebler tentang Reinventing Government patut dipelajari dan dibaca oleh seluruh ketua dan pimpinan pengadilan. Teori tersebut mencerahkan dan cukup bagus sebagai alternatif dalam mengelola managemen kantor. Teori dan buku David Osborne dan Ted Gaebler tersebut telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan judul Mewirausahakan Birokrasi. Untuk itu, buku itu patut dibaca oleh seluruh pimpinan lembaga peradilan.
Teori ini muncul sebagai respon atas buruknya pelayanan publik yang terjadi di pemerintahan Amerika sehingga timbul krisis kepercayaan terhadap pemerintah. Bahkan di penghujung tahun 1980-an, majalah Time pada sampul mukanya menanyakan: "Sudah Matikah Pemerintahan?". Di awal tahun 1990-an, jawaban yang muncul bagi kebanyakan orang Amerika adalah "Ya".
Buruknya pelayanan publik ini dibuktikan dengan menurunya kualitas pendidikan, sekolah-sekolah di negeri AS adalah yang terburuk di antara negara-negara maju. Sisitem pengadilan kacau dan penuh KKN. Rumah tahanan begitu sesak, sehingga banyak narapidana menjadi bebas. Sistem pemeliharaan kesehatan tidak terkendali. Banyak kota dan negara bagian yang dibanggakan pailit dengan defisit multi-milyaran dolar sehingga ribuan pekerja diberhentikan dari kerja.
Gagasan-gagasan Osborne dan Gaebler tentang Reinventing Government pada pokoknya mencakup 10 prinsip untuk mewirausahakan birokrasi. Pada pokoknya 10 prinsip tersebut adalah: (1) Birokrasi katalis: mengarahkan ketimbang mengayuh; (2) Birokrasi milik rakyat: memberi wewenang ketimbang melayani; (3) Birokrasi yang kompetitif: menyuntikkan persaingan ke dalam pemberian pelayanan; (4) Birokrasi yang digerakkan oleh misi: mengubah organisasi yang digerakkan oleh peraturan; (5) Birokrasi yang berorientasi hasil: membiayai hasil, bukan masukan; (6) Birokrasi berorientasi pelanggan: memenuhi kebutuhan pelanggan, bukan birokrasi; (7) Birokrasi wirausaha: menghasilkan ketimbang membelanjakan; (8) Birokrasi antisipatif: mencegah daripada mengobati; (9) Birokrasi desentralisasi: dari hierarki menuju partisipasi dan tim kerja; dan (10) Birorasi berorientasi pasar: mendongkrak perubahan melalui pasar.
Sekali lagi, selamat buat PA Sumbawa besar dan selamat berprestasi dan berkarya yang terbaik buat yang lain untuk perbaikan citra dunia pengadilan. Wassalam.
Bakda Subuh, Sumbawa Besar 8 Maret 2012.