Mengintip Pengadilan Agama Pengirim Berita “Rajin” dan “Malas” Seluruh Indonesia di badilag.net Tahun 2013
(Bagian Ketiga)
Oleh: Drs. Rusliansyah, S.H.
(Ketua PA Nunukan)
Hidup netizen di dunia maya
Berita artikel jadi karyanya
Mencari hidup di peradilan agama
Hidupkan badilag.net tugas kita semua
(Renafasya)
Paling tidak ada 4 fenomena menarik saat mengamati perkembangan dan perjuangan “jatuh-bangun” PA-PA yang berada di 10 besar pengirim berita terbanyak ke badilag.net tahun 2013 ini. Fenomena-fenomena ini tak berdiri sendiri, tapi saling berhubungan antara satu dengan yang lain.
PA Luar Jawa Mendominasi 10 Besar
Pertama, seluruh PA yang berhasil meraih masuk di posisi 10 besar pengirim berita ke badilag.net itu adalah pengadilan tingkat pertama yang berada di luar pulau Jawa. Tak satu pun pengadilan tingkat pertama posisi 10 besar itu yang berasal dari dan berada di pulau Jawa.
Pengadilan tingkat pertama itu adalah 1 PA di lingkungan PTA Samarinda (PA Nunukan); 3 PA di lingkungan PTA Jambi (PA Bangko, PA Muara Tebo dan PA Muara Bungo); dan 1 PA di lingkungan PTA Banjarmasin (PA Pelaihari).
Selain itu ada lagi 1 PA di wilayah hukum PTA Mataram (PA Karangasem); 2 PA di wilayah hukum PTA Ambon (PA Masohi dan PA Ambon); dan 1 MS di wilayah hukum MS Aceh.
Bahkan untuk posisi 11 besar dan 12 besar pengirim berita terbanyak ke badilag.net masih tetap dipegang oleh pengadilan tingkat pertama dari luar pulau Jawa: PA Tanjung Balai Karimun, di posisi 11 (54 berita), dan MS Kuala Simpang, di posisi 12 (51 berita).
Prestasi Tergantung “Kemauan”
Kedua, sedikit-banyaknya jumlah kiriman berita ke badilag.net masih banyak ditentukan oleh “kemauan” satu-dua orang, dan komitmen pimpinan masing-masing satker pengadilan tingkat pertama.
Hal ini bisa dimaklumi karena bidang jurnalistik pemberitaan ini hanyalah salah satu “supporting unit” dalam mendukung keterbukaan informasi publik dan transparasi peradilan. Bukan menjadi tupoksi satker pengadilan tingkat pertama.
Sebenarnya kemampuan jurnalistik membuat berita pegawai peradilan agama, terutama para Panitera Pengganti dan Hakim/Hakim Tinggi tak kalah dengan jurnalis profesional. Hanya saja kemampuan mereka itu belum terasah dan terasuh dengan baik.
Bukankah mereka sudah biasa membuat tulisan dalam bentuk berita acara sidang atau putusan? Di sela-sela kesibukan mereka bersidang, seharusnya mereka bisa meluangkan “sedikit” waktu untuk membuat berita kegiatan di satker masing-masing.
Namun ternyata alangkah sulitnya membuat berita yang hanya 1-2 lembar kertas folia saja itu dibandingkan dengan membuat berita acara sidang atau putusan yang menghabiskan berlembar-lembar eksemplar kertas.
Ini karena –sama seperti IT-- pekerjaan jurnalistik itu bukan bidang tupoksi mereka. Atau, lebih tepatnya, karena mereka belum punya “kemauan” untuk berprestasi, baik dari dalam dirinya, terlebih dari luar dirinya, yang dapat menggerakkan jari-jari tangan mereka untuk segera menekan tombol-tombol keyboard PC atau laptop yang ada di hadapan mereka.
Ini karena penilaian DP-3 atau SKP mereka tidak akan pernah dikaitkan dengan kinerja mereka di bidang jurnalistik pemberitaan ini. Punya “kemauan” atau tak punya “kemauan” sama saja; sama-sama tak berpengaruh dengan penilaian kinerja mereka karena memang itu bukan tupoksi mereka.
Mereka pikir untuk apa membuang-buang waktu dengan pekerjaan yang tidak memberi nilai tambah sedikit pun bagi karir mereka. Bukankah untuk mutasi kenaikan pangkat atau promosi menjadi pimpinan tidak pernah dipersyaratkan harus terlebih dahulu pernah membuat minimal 1 berita di badilag.net.
Keterbukaan Informasi Publik
Seperti diketahui, sejalan dengan program prioritas yang ada di Mahkamah Agung, di lingkungan peradilan agama juga ada 8 Program Prioritas Pembaruan. Salah satunya adalah Pengelolaan Website demi keterbukaan informasi publik.
Tentu saja dunia jurnalistk pemberitaaan ini menjadi salah satu pendukung dalam Pengelolaan Website ini sehingga website peradilan agama, terutama website pengadilan tingkat pertama dapat selalu update dalam memberikan informasi terkini mengenai tupoksi dan kegiatannya.
Karena itu website peradilan agama tak melulu hanya menjadi media informatif saja, tapi juga sekaligus harus dapat menjadi media interaktif dan komunikatif bagi pengunjungnya.
Semua menu yang ada dalam website peradilan agama seperti jadwal sidang, pengaduan, publikasi putusan, transparansi anggaran, dan lain-lain, termasuk di dalamnya berita, harus bermuara paada keterbukaan informasi peradilan, sebagaimana telah diamanatkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, dan SK KMA Nomor 1-144/KMA/SK/2011 tentang Pedoman Pelayanan Informasi di Pengadilan, yang menghapus SK KMA Nomor 144 Tahun 2007 tentang Keterbukaan Informasi di Pengadilan.
Sekalipun sudah ada payung hukumnya, tampak sekali jika bidang jurnalistik pemberitaan itu masih dianaktirikan dan dianggap kurang begitu penting dibandingkan menu-menu lain di website peradilan agama.
Semua menu website peradilan sudah ada kesamaan tentang hal-hal yang harus dimuat dalam website pengadilan tingkat pertama dan pengadilan tingkat banding hingga Mahkamah Agung. Untuk pengadilan agama, paling tidak harus memuat 49 item yang sudah ditentukan dalam KMA di atas
Namun untuk berita, mulai dari pusat hingga daerah, belum ada kesamaan visi dan misi dalam mengusung jati diri “berita” ini. Pengelolaannya masih belum tersentralisasi. Masing-masing tampak berjalan sendiri-sendiri sekalipun boleh jadi sudah ada SOP Membuat Berita Website di masing-masing peradilan agama.
Akibatnya jumlah kiriman berita ke badilag.net terlihat tampak sangat timpang antara peradilan agama yang punya “kemauan” dengan peradilan agama yang tidak bisa menumbuhkan “kemauan” yang sudah dimilikinya.
Keterbatasan SDM
Ketiga, keterbatasan sumber daya manusia (SDM) jurnalis atau penulis berita di peradilan agama. Ini juga bisa dimaklumi. Karena peradilan agama adalah lembaga penegakan hukum, bukan lembaga pemberitaan atau penyiaran (pers).
Meskipun SDM bergelar sarjana S.1, S.2, bahkan S.3 (Doktor), sudah banyak yang bekerja dan berkarir di PA, namun umumnya mereka adalah lulusan Fakultas Syariah atau Fakultas Hukum perguruan tinggi seperti IAIN atau universitas.
Kalaupun ada sarjana-sarjana yang bukan lulusan ilmu hukum yang bekerja di PA, mereka itu biasanya adalah sarjana ekonomi atau sarjana komputer, bahkan ada yang sarjana teknik. Tak ada satu pun di antara SDM yang bekerja di PA itu yang berasal dari lulusan sarjana ilmu komunikasi atau publisistik.
Selama ini tak pernah terdengar ada formasi untuk sarjana ilmu komunikasi dalam penerimaan CPNS di Mahkamah Agung (MA). Mungkin karena saat ini kebutuhan untuk formasi sarjana ilmu komunikasi ini dianggap belum begitu mendesak.
Padahal di MA dan lembaga-lembaga peradilan yang berada di bawahnya itu ada lembaga Humas yang bertugas memberikan keterangan mengenai segala hal yang berhubungan dengan kebijakan satker bersangkutan, baik dalam bentuk tertulis atau lisan, baik diminta atau tidak, kepada pihak ketiga.
Di sinilah peran lembaga Humas itu menjadi cukup penting dan diharapkan sekali kehadirannya dalam menjembatani antara kepentingan lembaga atau organisasi dengan pihak ketiga. Sehingga keberadaan lembaga Humas ini menjadi suatu keniscayaan yang harus ada dalam sebuah lembaga atau organisasi.
Maka pejabat Humas yang ditunjuk itu harus betul-betul bisa memahami fungsi dan tugasnya sebagai Humas lembaga atau organisasi bersangkutan. Selain itu, pejabat Humas dituntut punya kemampuan tulis-menulis yang baik dan benar. Karena tak semua “siaran pers” Humas itu diberikan dalam bentuk lisan.
Itulah sebabnya, karena di pengadilan tak ada SDM sarjana ilmu komunikasi, ditunjuklah Hakim senior yang ada di pengadilan tersebut untuk menjabat sebagai Humas pengadilan. Pertimbangannya karena Hakim senior dianggap lebih banyak jam terbangnya dalam memahami tugas kehumasan, atau paling tidak dapat menggantikan sementara peran sarjana ilmu komunikasi yang tidak ada di pengadilan.
Rekrut Mantan Wartawan
Untuk menyiasati keterbatasan SDM berlatar belakang sarjana ilmu komukasi yang punya kemampuan jurnalistik ini, ada beberapa PA yang memberdayakan SDM mantan wartawan sebuah harian lokal atau nasional untuk bekerja di PA menangani bidang jurnalistik pemberitaan kegiatan-kegiatan yang terjadi di PA bersangkutan.
Namun PA-PA yang mempekerjakan SDM berlatar belakang wartawan seperti ini jumlahnya sangat sedikit sekali. Sebut saja misalnya PA Bangko dan PA Muara Tebo, yang merekrut mantan wartawan Jawa Pos Group.
Noprizal yang direkrut PA Bangko telah membuat “manuver” mengejutkan di awal-awal tahun 2013 lalu dengan kuantitas pemberitaannya sehingga posisi ke-2 pengirim berita terbanyak ke badilag.net tahun 2013, akhirnya berhasil diraih PA Bangko.
Bayangkan, hanya dalam kurun waktu 4 bulan pertama tahun 2013 lalu saja, sebanyak 90 berita kiriman PA Bangko yang “dimotori” mantan wartawan Jawa Pos Group ini telah berhasil dipublikasikan badilag.net.
Berkat prestasinya ini, Noprizal, salah seorang yang membidani kelahiran Jurdilaga PTA Jambi, akhirnya “ditarik” ke PTA Jambi untuk membantu “bayi” Jurdilaga PTA Jambi yang “dilahirkannya” bersama PA-PA se-Jambi, agar dapat hidup dan tumbuh seperti yang direncanakan.
Begitu pula dengan prestasi yang diraih PA Muara Tebo di posisi ke-4 pengirim berita terbanyak ke badilag.net tahun 2013 lalu, tak dapat dilepaskan dari peran Ahmad Khumaidi.
Mantan wartawan Jawa Pos Group, yang menjadi “adik kelas” dan pernah sama-sama satu kantor dengan Noprizal ini, berhasil mengangkat jumlah kiriman berita PA Muara Tebo, baik di tingkat PTA Jambi maupun di badilag.net, hanya dalam hitungan bulan.
Jika di awal-awal tahun 2013 prestasi PA Muara Tebo masih biasa dan sama saja dengan PA-PA lainnya, maka dalam 4 bulan terakhir 2013, lompatan besar telah dilakukan PA Muara Tebo. Sebanyak 86 berita kiriman PA Muara Tebo berhasil dipublikasikan badilag.net, hanya dalam kurun waktu 4 bulan saja.
Fenomena mantan wartawan yang bekerja di peradilan agama itu rupanya tak hanya monopoli pengadilan tingkat banding atau pengadilan tingkat pertama saja. Ditjen Badilag pun ternyata sudah memulai dan mendahuluinya sejak 2009.
Berita-berita yang sering kita baca di badilag.net yang seluruhnya tampil di “Seputar Ditjen Badilag”, sebagian besarnya adalah hasil tulisan dan reportase dari Hermansyah, mantan wartawan Jawa Pos. Selama tahun 2013 lalu, ada kurang-lebih 191 berita kegiatan dan reportase yang telah ditulis pria kelahiran Tuban, 32 tahun lalu itu.
Jika Ditjen Badilag tidak cepat mengantisipasinya dengan merekrut orang seperti Hermansyah ini, boleh jadi “nasib” yang dialami badilag.net, website Ditjen Badilag, akan kurang-lebih sama dengan “nasib” yang umum dialami pengadilan-pengadilan tingkat pertama di seluruh Indonesia.
Akibatnya konten menu “Seputar Ditjen Badilag” di badilag.net akan monoton karena jarang di-update oleh Tim Redaksi dengan berita-berita terkini sekitar kegiatan Ditjen Badilag, yang diproduksinya sendiri.
Maka boleh jadi menu “head line news” badilag.net itu kebanyakan hanya diisi dengan berita kiriman dari daerah-daerah yang bukan “hak prerogatif”-nya, karena Tim Redaksi sendiri tidak dapat memenuhi kuota kebutuhan beritanya.
Alumni “Universitas” Bimtek atau Pelatihan Jurnalistik
Selebihnya, berita-berita yang sering kita baca di badilag.net itu sebagian besarnya adalah hasil tulisan atau reportase dari “wartawan” atau jurnalis dadakan yang saat ini banyak menjamur di PA-PA.
Mereka ini terdiri dari para alumni lulusan “universitas” Bimtek Jurnalistik atau Pelatihan Jurnalistik yang sudah pernah diadakan di beberapa PTA dan PA. Mereka ini tak punya kemampuan jurnalistik karena memang sebelumnya mereka bukan berprofesi sebagai wartawan.
Namun mereka punya kemampuan IT yang bagus dan “kemauan” untuk belajar dan menekuni dunia jurnalistik yang semula bukan bidang keahliannya. Mereka ini biasanya adalah para tenaga honorer yang bertugas sebagai administrator IT di PA bersangkutan.
Selain itu, ada juga berita-berita kegiatan di PTA atau di PA itu yang ditulis oleh Ketua, Hakim/Hakim Tinggi, Pansek, Wasek dan pejabat-pejabat lain di PA dan PTA.
Bahkan mantan orang nomor 1 di Ditjen badilag, Wahyu Widiana, sering mengisi “head line news” badilag.net dengan tulisan berita kegiatan “Seputar Ditjen Badilag” sewaktu Beliau masih menjabat, atau kegiatan “Seputar AIPJ” (Australia Indonesia Partnership for Justice) setelah Beliau pensiun.
Kegiatan atau acara yang Beliau ikuti itu sayang jika tak diketahui oleh warga PA di seluruh Indonesia. Karena memang biasanya kegiatan itu dilakukan di dalam ruang pertemuan atau ruang kerja pejabat yang Beliau kunjungi sehingga hanya dihadiri dan diketahui beberapa orang saja.
Mereka yang disebut terakhir ini sebenarnya bukan wartawan atau pernah berprofesi sebagai wartawan suatu harian sebelumnya. Namun mereka ini adalah para pimpinan atau pejabat di peradilan agama.
Kemampuan jurnalistik mereka memang tak seberapa dan tak bisa disamakan dengan wartawan profesional. Paling tinggi mereka ini hanya pernah mengikuti kegiatan “kuliah” di “universitas” Bimtek atau Pelatihan Jurnalistik yang pernah diadakan oleh PTA di lingkungan tempat mereka bekerja.
Namun mereka ini punya “kemauan” yang patut diacungi jempol dan mendapatkan penghargaan dari para netizen badilag.net. Dengan bermodalkan gelar kesarjanaan yang mereka miliki, kemampuan jurnalistik mereka yang sangat terbatas itu terus-menerus terasah dan tumbuh bersama-sama dengan “kemauan” untuk terus belajar mendalami bidang ilmu jurnalistik (teknik membuat berita).
Sungguh, mereka melakukan kegiatan jurnalistik praktis (membuat berita) itu karena ada “panggilan tugas” sebagai pimpinan atau pejabat yang menuntut mereka harus mempublikasikan kegiatan-kegiatan yang mereka ikuti atau yang ada di satker mereka masing-masing.
Wahyu Widiana Jadi Inspirator
Di tengah-tengah kesibukannya sebagai pejabat, hakim atau pimpinan pengadilan, bahkan Dirjen, mereka masih bisa menyisihkan sebagian “kemauan” untuk berbagi kepada sesama netizen badilag.net.
Sungguh, tak semua orang mampu dan “mau” melakukan pekerjaan yang sebenarnya sangat “berat” ini. Apalagi kegiatan jurnalistik itu bukan bidang tugas yang menjadi tupoksi mereka sehari-hari.
Namun karena mereka punya kewajiban moral untuk berbagi ilmu dan informasi kepada orang lain, “panggilan tugas” sebagai pimpinan atau pejabat itu mereka lakukan. Siapa lagi, kalau bukan mereka, yang akan memberitakan kegiatan yang mereka ikuti atau peristiwa yang mereka alami sendiri itu.
Berkat berita yang mereka buat, akhirnya seluruh warga PA di seluruh Indonesia yang menjadi netizen badilag.net itu dapat mengetahui kejadian atau peristwa yang terjadi dari balik dinding-dinding kamar kerja para pejabat, langsung dari tangan pertama.
Di sini kita bisa menyebut beberapa pejabat dan pimpinan di pusat dan daerah yang punya “kemauan” dan “panggilan tugas” di bidang jurnalistik ini. Di antaranya, seperti yang sudah sama kita ketahui, adalah Wahyu Widiana, yang pernah menjadi inspirator dan motivator Tim Redaksi badilag.net selama beberapa tahun.
Beliau adalah mantan Dirjen Badilag yang punya “kemauan” sangat membanggakan, yang telah membidani kelahiran badilag.net. Kemampuan bicara dan menulis Beliau sama bagusnya dan mengagumkan warga PA.
Beliau adalah sosok figur “wartawan” badilag.net yang tak hanya memberi inspirasi kepada Tim Redaksi badilag.net di Jakarta. Tapi juga ternyata pengaruhnya telah merambah jauh ke pelosok-pelosok daerah; menginspirasi banyak orang, terutama para pejabat dan pimpinan di PTA dan PA, untuk mengikuti dan berbuat hal yang sama.
Sebagai contoh untuk menyebut beberapa di antaranya, sebut saja nama Abdul Hamid Pulungan. Mantan Hakim Tinggi MS Aceh, yang sekarang menjadi Hakim Tinggi PTA Jambi, ini termasuk salah seorang Hakim Tinggi yang punya “kemauan” cukup baik dan berhasil mengangkat nama MS Aceh lewat pemberitaan-pemberitaannya di badilag.net.
Dengan menggunakan inisial “AHP” di setiap akhir tulisannya, sebagian besar –kalau tidak bisa dikatakan seluruhnya-- berita-berita mengenai kegiatan MS Aceh atau kegiatan yang Beliau ikuti adalah hasil tulisan dan reportase dari Hakim Tinggi yang menyukai IT ini.
Kita mungkin tak akan mengetahui kejadian atau peristiwa yang terjadi di sekitar kegiatan Diklat Diklat Sertifikasi Hakim Ekonomi Syariah yang digelar Balitbang Kumdil MA, di Megamendung, Bogor, mulai 26 Agustus 2013 s.d. 6 September 2013, jika Beliau –yang juga menjadi salah seorang pesertanya-- tidak melaporkan dan memberitakan kegiatan Diklat ini.
Dari Senin ke Senin, sebanyak 6 reportase atau berita kegiatan Diklat Sertifikasi Hakim Ekonomi Syariah dari “AHP” telah dirilis badilag.net, mulai tanggal 2 s.d. 9 September 2013.
Selain itu ada juga nama Idris Latif, Pemimpin Redaksi Jurdilaga PTA Jambi, yang sehari-hari adalah Wakil Sekretaris PTA Jambi, yang bertugas “menghidupkan” Judilaga PTA Jambi dan Jurdilaga PA-PA di wilayah PTA Jambi.
Untuk PA ada nama Faizal Kamil, mantan Ketua PA Bengkalis, yang sekarang menjadi Ketua PA Cilegon. Juga ada H. Tarsi, mantan KPA Pelaihari; Ilham Mushaddaq, mantan Ketua PA Ambon; Muh. Irfan Husaeni, Hakim PA Pelaihari; dan Masrinedi, Panmud Hukum PA Painan.
Belum Tersentralisasi dan Terorganisir
Keempat, dan ini masih ada hubungannya dengan fenomena ketiga di atas, kegiatan jurnalistik di peradilan agama belum tersentralisasi dan terorganisir dengan baik dan terencana. Karena itu, semuanya tampak masih berjalan sendiri-sendiri. Diserahkan kepada “kemauan” dan kebijakan masing-masing satker pengadilan.
Masih sangat tampak jika keberhasilan pengadilan tingkat banding dan tingkat pertama dalam bidang jurnalistik berita ini hanya karena “kinerja” satu-dua orang saja, bukan hasil “kinerja” sebuah tim dalam sistem yang terorganisir, yang memang diperuntukkan untuk itu.
Dalam hal ini kerja “one man show” masih tampak sangat mendominasi keberhasilan sebuah satker pengadilan dalam kegiatan jurnalistik pemberitaan ini. Sehingga kita bisa menyaksikan bagaimana “nasib” sebuah PTA atau PA pasca ditinggal pergi pimpinan atau pejabatnya yang punya “kemauan” karena promosi atau mutasi.
Ambil contoh seperti misalnya “nasib” PA Bengkalis, sepeninggal Faizal Kamil yang mendapat promosi menjadi KPA Cilegon. Atau “nasib” PA Bangko di pertengahan tahun sepeninggal Noprizal yang “ditarik” ke PTA Jambi untuk menggawangi Jurdilaga PTA Jambi.
Sepeninggal mereka berdua ini, volume berita yang dihasilkan PA Bengkalis atau PA Bangko menjadi menurun drastis dibandingkan sebelumnya saat mereka berdua masih ada dan “aktif”.
Setelah melalui perjuangan keras, PA Bangko akhirnya dapat kembali ke jalur semula. Namun PA Bengkalis tampaknya masih belum menunjukkan tanda-tanda bangkit setelah ditinggal pergi dan kehilangan sang motivatornya, Faizal Kamil.
Akankah “nasib” serupa juga akan dialami MS Aceh yang sudah ditinggal pergi “AHP” ke PTA Jambi? Memang MS Aceh sudah bergerak “cepat” –kalau tidak bisa dikatakan terlambat-- mengantisipasinya dengan mengadakan Pelatihan Jurnalistik untuk para Hakim Tinggi dan pejabat terkait di MS Aceh, begitu mengetahui nama “AHP” ada dalam hasil rapat TPM dan termasuk salah seorang yang mendapat SK mutasi ke PTA Jambi.
Dengan narasumber tunggal dan dibimbing langsung oleh “AHP”, selama beberapa hari para peserta “kursus kilat” Pelatihan Jurnalistik ini diajarkan seluk beluk IT dan jurnalistik praktis mengenai teknik membuat berita.
Namun tak ada jaminan sama sekali jika “nasib” yang dialami PA Bengkalis atau PA Bangko itu tak akan terjadi di MS Aceh. Apalagi jika mereka yang diberi “tugas” dan amanah menggantikan peran “AHP” di MS Aceh itu ternyata tak bisa menumbuhkan “kemauan” dari dalam dirinya sendiri untuk kemudian menjadikannya sebagai “panggilan tugas”.
Kalau sudah begitu, maka kepindahan “AHP” ke PTA Jambi adalah kehilangan besar bagi MS Aceh; sebuah episode perpisahan yang patut disesali dan diratapi selama-lamanya. (Bersambung)
(RENAFASYA)