MENATA MASA DEPAN PA DENGAN KESUNGGUHAN DAN KEBERSAMAAN
Oleh: DR. Edi Riyadi
Malam tahun baru, tahun 2014 ini saya tidur jam 21.00 lebih awal dari biasanya, dimana saya biasa tidur jam 22.00 atau paling lambat jam 22.30, karena dini hari saya harus bangun kembali siap berangkat ke kantor menjelang subuh. Saya pun tidak tahu kenapa malam itu rasa kantuk tidak tertahan. Ketika tugas di Manado, setiap malam tahun baru sudah dapat dipastikan saya bersama istri dan anak pergi ke Taman 45 tempat dimana nyong, nona, tanta, oom, opa dan oma berkumpul menyambut malam tahun baru. Beberapa tahun terakhir ini, saya sudah tidak berminat menyambut tahun baru berbaur dengan orang banyak, melainkan lebih suka nonton meriahnya tahun baru lewat tayangan TV bersama istri dan anak di rumah.
Ditengah nyenyaknya tidur malam itu, saya terbangunkan oleh gegap gempita masyarakat menyongsong tahun baru. Saya mengira sudah dini hari, sebagaimana rutinitas saya bangun. Ternyata, istri dan anak saya masih setia di depan TV tanpa didampingi saya. Saya melihat jam tangan baru jam 23.30 kemudian rebah kembali melanjutkan tidur. Dini hari saya bangun dan mengambil air wudu ingin rasanya di malam tahun baru ini bermunajat menghadap Ilahi Rabbi agar ditahun baru tetap diberikan semangat hidup yang tinggi untuk mengabdi kepada keluarga, tetangga, masyarakat sekitar bahkan kalau mampu untuk bangsa dan negara, walau pisik sudah merapuh dimakan usia. Saya bersimpuh merenungi langkah-langkah saya dimasa lalu dan menatap langkah-langkah di masa akan datang. Dalam renungan itu tertangkap benang merah, ternyata benang merah itu bukan hal yang baru tetapi hal yang sudah biasa jadi santapan orang hari-hari yang tertuang dalam pepatah arab “man jadda wajada”. Kesuksesan hidup ini tergantung pada kesungguhan dalam istilah qur’ani jihad atau mujahadah.
Dalam hal ini, Nabi kita Muhammad saw. mengingatkan kita dalam sebuah haditsnya: Semua orang diberi tanggung jawab, maka barang siapa yang tidak sungguh-sungguh dalam melaksanakan tanggung jawab tersebut maka ia mendekati api neraka. Hadits tersebut bisa dimaknai: Pertama, Setiap orang punya tanggung jawab untuk beramal, jika tidak sungguh-sungguh mengamalkannya berti dekat dengan api neraka diyaumil akhir; Ke dua, Setiap orang punya tanggung jawab untuk beramal, jika kita tidak sungguh-sungguh melakukannya kita akan mendapat kegagalan hidup dan jadi cemooh masyarakat.
Berceloteh mengenai kesungguhan, saya ingin berbagi pengalaman dalam tiga bulan pertama bertugas di PTA Jakarta. Saya mulai bertugas pada Agustus 2013, bulan Oktober perkara banding di PTA Jakarta berjumlah 32 perkara. Saya dipanggil pak Ketua PTA, beliau bertanya bisa tidak sisa akhir tahun sesuai target yang ditetapkan oleh Pak Dirjen Badilag sekitar 10 %. Saya jawab insya Allah sisa akhir tahun 0 % alias zero. Pak Ketua lanjut bertanya bagaimana caranya. Saya jawab dengan kesungguhan dan ke bersamaan. Pada pertemuan seninan minggu depannya saya menjelaskan keinginan Pak Ketua PTA dan jawaban saya atas keinginan Pak Ketua kepada sesama teman hakim tinggi dan panitera pengganti. Mereka semua menyambut keinginan Pak Ketua untuk menyelesaikan perkara dengan target sisa perkara 10 %. Akan tetapi dengan pernyataan saya untuk menyisakan perkara 0%, sebagian tidak setuju bahkan sempat ada hakim tinggi yang berucap “apa ini sudah mau kiamat ?. Saya menjelaskan bahwa bukan masalah mau kiamat atau belum kiamat, tetapi kita punya tanggung jawab melaksanakan tugas yang diemban harus dengan sungguh hati agar tidak didekati api neraka. Akhir kata semua hakim tinggi dan PP sepakat akhir tahun perkara diusahakan zero. Bermodal tekad kesungguhan dan kebersamaan tersebut setiap pertemuan seninan diadakan evaluasi penyelesian perkara. Hasilnya alhamdulillah, walaupun tidak zero, akhir Desember perkara hanya tersisa 1 (satu) dari 174 perkara tahun 2013 yang jika di persentasekan sekitar 0,57 % (kurang dari 1 %) jauh dibawah target yang ditetapkan Pak Dirjen Badilag. Penyelesaian perkara tersebut ternyata tidak mengganggu rutinitas kegiatan teman-teman hakim tinggi dan para panitera pengganti. Mereka tetap melakukan rutinitas seperti tenis tiap Rabu dan jumat, kegiatan check up bagi yang dalam keadaan sakit, dan bahkan cuti hakim dan PP pun tidak ada yang terganggu.
Sepotong kisah ini mungkin dapat dijadikan ibrah bagi warga PTA Jakarta khususnya umumnya warga PA di seluruh wilayah Indonesia menyongsong tahun 2014. PTA Jakarta masih memiliki banyak pekerjaan rumah yang belum diselesaikan, jaringan IT yang masih ada kendala, 46 aplikasi yang masih mandeg tidak pernah up date, persoalan tata ruang dan kebersihan yang masih perlu pembenahan, pembinaan pejabat fungsional dan struktural, dan pembenahan Pengadilan Agama sewilayah PTA Jakarta yang masih membutuhkan sentuhan untuk berpacu kearah yang lebih baik. Semuanya memerlukan kesungguhan hati untuk mengabdi dengan cara kebersamaan. Semua persoalan yang ada di PTA Jakarta mungkin juga dihadapi oleh PTA diwilayah lainnya.
Jika dilihat sarana dan prasarana peradilan agama sudah memadai. Akan tetapi kita sering terlena dengan fasilitas yang serba wah dibanding era PA di bawah Departemen Agama. Kita terbiasa berlomba membangun gedung tapi lupa merawat dan menata. Kita bersemangat membuat aplikasi IT tapi kita malas menga up date. Saya mendapat informasi masih ada ketua Pengadilan Agama yang memanggil para pihak untuk bersidang jam sembilan pagi. Para pihak datang tepat waktu tapi sang ketua pergi entah kemana dan jam 12 siang baru nongol. Lebih anehnya lagi sang ketua bukan langsung bersidang malah santai duduk-duduk dikursi resepsionis dan sidang diserahkan kepada hakim anggota. Sungguh naif sikap seperti ini, sebagai seorang muslim seharusnya tidak memelihara sikap-sikap seperti itu. Demikian halnya, masih juga ditemukan panitera berbulan-bulan menumpuk perkara tidak diminutasi, bahkan konon khabarnya untuk mempercepat minutasi minta uang kepada pihak berperkara, lebih naif lagi sikap seperti ini. Jauh dari pesan Nabi Muhammad seperti diungkap diatas.
Kesungguhan dan kebersamaan kita dalam bekerja masih perlu terus dibangun ditahun 2014 ini. Kedepan, semua unsur di seluruh PA harus bersatu padu bertekad dengan kesungguhan hati untuk mengabdi kepada masyarakat untuk mewujudkan Pengadilan Agama yang Agung. Lebih dari itu untuk meraih ridha Allah Swt di hari akhir, semoga Allah senantiasa membimbing dan memberi kekuatan kepada kita, amin ya rabbal alamin.