Mediasi Satukan Kepingan-Kepingan Retak
Oleh : Hj. Chrisnayeti, SH.
Bila kita mengamati perjalanan waktu, kita akan melihat begitu banyak para perempuan yang tidak ingin lanjutkan biduk rumah tangganya yang selama ini didayung bersama dengan laki-laki yang menjadi nahkoda menuju pelabuhan terakhir yaitu rumah tangga yang sakinah, mawadah dan warrahmah.
Rasa putus asa yang tergambar diraut wajah, karena setelah sekian lama menghadapi badai dan mengharapkan adanya perubahan cuaca, tapi angin kencang tak juga kunjung reda bahkan kini terasa badai sering menghempas dan mencabik hatinya.
Berkali sudah dicoba untuk sejenak menepi agar permasalahan yang ada bisa sedikit terurai dan bisa mulai melangkah lagi, tapi berkali dilakukan mengobati luka yang ada justru harus berakhir semuanya.
Langkahnya terlihat lunglai ketika memasuki Kantor Pengadilan Agama, keraguan memang terpancar diwajahnya. Tapi keteguhan hati telah dibulatkan semua harus aku selesaikan di tempat ini, semuanya harus diakhiri kata hati perempuan yang tersakiti.
Pengadilan Agama yang didatangi adalah tempat terakhir setelah semua usaha dijalani, termasuk mediasi yang diharapkan akan melunakan hati, tapi ternyata semua tidak membawa hasil. Karena perubahan yang diharapkan tak juga kunjung datang. Tetap saja bila setiap hari hanya ribut yang berkepanjangan bahkan tindak kekerasan mulai dirasakan, semua akan membuat pengaruh yang tak diharapkan untuk si kecil buah cinta dari perkawinan. Meski sadar perceraian juga bukan hal mudah dan juga membawa dampak buruk untuk si anak yang masih sangat rentan.
Nasi sudah jadi bubur dan kini harus kubuat agar bubur yang ada masih tetap enak untuk dimakan, itu tekad yang ada yang selalu ditanam kukuh di dalam hati si perempuan yang tidak mau putus asa.
Tahap demi tahap proses peradilan terus berjalan termasuk mediasi yang diharapkan akan memberikan sedikit pencerahan, ternyata tak membuat semua kembali sesuai keinginan. Hingga dipenghujung pemberian putusan, dimana sang hakim dunia mengetuk palu memberikan Talak I, sebagai akhir dari permohonan perempuan yang mengajukan gugatan atas perkawinannya yang tidak lagi bisa diselamatkan.
Begitu beratnya beban seorang hakim, terutama hakim agama yang harus memutuskan kata cerai atau talak untuk para pemohon yang harus selesaikan perkaranya. Bukan hanya beban moral di dunia yang harus melihat seorang perempuan melanjutkan hidup dengan anak-anaknya, tapi juga harus dipertanggung jawabkan di akhirat atas suatu putusan yang telah diberikan yang kadang tanpa disadari berat sebelah atau kurang bijaksana, karena seorang hakim hanya manusia biasa yang mendengar dari kata-kata terangkai menjadi kalimat dari para pihak dan saksi tanpa tau kenyataan dalam rentan waktu yang mereka jalani.
Apakah Pengadilan Agama merasa bangga karena begitu banyaknya perkara yang masuk dan putus terselesaikan? Meski kita harus jujur ini merupakan suatu dilema. Dimana banyaknya perkara masuk pada suatu Pengadilan Agama dianggap karena masyarakat sudah melek hukum dan percaya pada lembaga peradilan, serta keberhasilan dari Pengadilan Agama dalam pembinaan pada lingkungan.
Mediasi yang diharapkan dapat menjadi penengah dan mendamaikan serta penyejuk rumah tangga yang sedang panas membara, hingga mereka bisa pulang dengan senyuman dan bergandeng tangan. Tapi ternyata mediasi belum bisa lihatkan hasil kerja yang memuaskan. Meski ada beberapa perkara yang berujung damai karena mediasi, atau mediasi berhasil hanya pada batas pembagian harta gono gini dan hak asuh anak.
Apakah karena kemampuan para petugas mediasi yang kita punya kurang mupuni? Persyaratan petugas mediasi yang harus sertifikasi juga bukan jaminan kualitas. Kita juga bisa melihat banyak petugas mediasi yang masih muda dan belum banyak makan asam garam kehidupan sehingga belum bisa memberikan penyejuk untuk yang sedang tertekan. Bahkan ada mediator yang tidak berdiri ditengah hingga terlihat berat sebelah dan tidak menyelesaikan masalah. Seperti yang kita ketahui bahwa untuk para petugas mediasi juga belum seluruhnya mendapatkan kesempatan untuk mengikuti sertifikasi, sehingga mediasi kurang berhasil dan perkara jalan terus sampai pada ketahap ketuk palu.
Mana yang akan menjadi nilai plus untuk suatu Pengadilan Agama, apakah banyaknya angka pada keberhasilan mediasi atau banyaknya angka perkara yang masuk dan diputus oleh pengadilan. Saatnya kita harus bisa tunjukan bahwa mediasi dilaksanakan oleh petugas yang mupuni sehingga masyarakat tidak beranggapan bahwa mediasi hanya sekedar syarat dari proses yang harus dilalui dalam suatu kasus perceraian.
Ayo Pengadilan Agama tunjukan keberhasilan proses mediasi yang semakin meningkat dari jumlah perkara masuk yang juga meningkat sehingga masyarakat percaya bahwa Pengadilan Agama bukan Cuma bertugas menyeraikan pasangan yang datang tapi juga berupaya keras untuk mendamaikan dan mempersatukan kepingan-kepingan retak.
Sayap Patah
Oleh : Chrisnayeti, SH
Tatap matanya tajam menusuk dada Seakan bertanya apa sudah berakhir semuanya Kegelisahan terpancar dari gerak tubuhnya Seakan takut tuk jalani esok tanpa kawan di sisinya
Tubuh kecil bocah dalam dekapan Menatap tak faham wajah sang bunda Mendung bergelayut di sudut mata Menandakan duka yang tak tertahan
Ketukkan palu pecahkan keheningan Membuat gamang perempuan yang kehilangan pegangan Tangis bocah dalam pelukan Menyadarkan esok aku akan berjalan sendirian
Kini sayapku patah tinggal sebelah Tak mungkin ku jangkau cakrawala Bertahan hidup saja sudah sangat susah Apa lagi harus besarkan sikecil tanpa dia Sekarang meratap aku tau tak lagi ada guna Karna semua sudah ada di depan mata