logo web

Dipublikasikan oleh Iwan Kartiwan pada on . Dilihat: 2175

LENYAPNYA SEBUAH KEJUJURAN

Oleh: Drs. H. Abdullah Berahim, M. HI

Dalam Diskusi Bersama mencari solusi tentang kode etik hakim yang dilaksanakan oleh Komisi Yudisial bertempat di Gedung Pengadilan Tinggi Sulawesi Tengah Palu beberapa waktu lalu, tepatnya pada hari Kamis tanggal 26 September 2013. Ada satu cerita atau anekdot yang disampaikan disela-sela ceramahnya yang berjudul “Etika dan Prilaku Hakim Dalam Pandangan Islam” oleh Prof. Dr. Zainal Arifin, M. Ag Rektor IAIN Datok Karomah Palu. Anekdot yang disampaikan oleh Profesor yang cukup menarik dan menyentuh nurani para hakim yang hadir saat itu. Anekdot Profesor tersebut mendapat kesan positif yang intinya adalah kejujuran seorang hakim seharusnya tetap dipegang teguh, kapan dan di manapun. Jangan seperti cerita anekdot seorang tukang kayu yang bermodalkan sebuah kampak untuk mencari nafkah. Setiap hari dia berangkat dari rumah menuju hutan kayu dengan melewati sebuah jembatan yang aliran sungainya cukup deras dan dalam. Pada suatu hari kampak yang paling disayang oleh si tukang kayu itu terjatuh ke dalam air, tukang kayu itu berdoa dan memohon kepada Sang Dewa untuk mencari dan mengembalikan kampaknya yang hilang. Doa dan permohonan tukang kayu rupanya dikabulkan oleh Dewa. Sang dewa berupaya menyelam mencarikan kampak yang hilang tersebut. Setelah melakukan penyelaman yang pertama, Dewa muncul ke permukaan dengan mengacungkan sebuah kampak yang terbuat dari emas. Dewa menanyakan kepada si tukang kayu, “apakah kampak ini milik anda?” Dengan jujur dijawab, “itu bukan milik saya Dewa”. Kembali Dewa menyelam untuk yang kedua kalinya, begitu muncul kepermukaan Dewa mengacungkan kampak yang terbuat dari perak sembari menanyakan kepada si tukang kayu, “apakah kampak ini milik anda?” Dengan jujur lagi dijawab, “itu bukan milik saya Dewa, tolonglah Dewa agar mencarikan kampak saya yang sebenarnya”. Akhirnya Dewa menyelam lagi untuk yang ketiga kalinya, dan ternyata berhasil menemukan kampak milik tukang kayu itu. Kata Dewa, “betul ini kampak milik anda”? Dijawab, “iya Dewa, itulah kampak yang sebenarnya milik saya, terima kasih Dewa”. Karena kejujurannya si tukang kayu tersebut, maka ketiga buah kampak itu, yakni kampak emas, kampak perak dan satu miliknya sendiri diserahkan oleh Sang Dewa kepada si tukang kayu. Hilang satu kampak dapat tiga kampak. Kata tukang kayu, “tidak Dewa, milik saya hanya satu kampak yang dari besi ini saja, yang lain bukan milik saya, terima kasih Dewa”. Kata Dewa, “ambillah semua itu, karena kejujuran anda terhadap Aku maka ketiga buah kampak itu menjadi milik anda semuanya”.

Selanjutnya cerita Profesor Dr. Zainal Abidin, M. Ag, pada kali yang lain saat melewati jembatan karena kurang berhati-hati, giliran istri si tukang kayu yang terjatuh ke dasar sungai. Dengan pengalaman pada masalah kampak, tukang kayu kembali berdoa dan memohon kepada Dewa untuk mencarikan istrinya yang hilang larut dibawa arus air. Karena Dewa mengetahui bahwa si tukang kayu adalah sosok manusia yang jujur, maka Sang Dewa bermaksud menolongnya dengan mengabulkan permintaannya untuk yang kedua lakinya. Dengan disaksikan oleh tukang kayu, Dewa menyelam sebagaimana layaknya mencari sesuatu yang hilang, dan ketika muncul kepermukaan Dewa memunculkan atau membawa seorang wanita cantik secantik “Dewi Persik”, Dewa menanyakan kepada si tukang kayu, “apakah ini betul istri anda?” Dengan tergupuh-gupuh dan sambil mengangguk-angguk si tukang kayu itu menjawab, “ii iya, iya Dewa, itulah istri saya”. Dewa berkata, “lho, dulu anda jujur, sekarang tidak jujur lagi. Wanita ini kan bukan istri anda yang sebenarnya”. Kenapa anda sekarang tidak jujur?”. Si tukang kayu itu menjawab dan memberikan argumen kepada Dewa, masalahnya begini Dewa, “ketika Dewa menyelam yang pertama sudah menemukan wanita secantik Dewi Persik, kalau nanti Dewa menyelam lagi untuk yang kedua kalinya dan menemukan wanita lain secantik “Dwi Yul”, baru yang ketiga Dewa baru menemukan istri saya yang sebenarnya. Nah, kalau saja sama halnya dengan masalah kampak yang dulu, ketiga orang wanita cantik itu semuanya Dewa kasihkan kepada saya, saya tidak sangguuup Dewa ……………….”.

Dari cerita atau anekdot tersebut dapat ditarik benang merah bahwa kejujuran seorang hakim memang harus dipegang teguh. Ujian kejujuran seorang hakim seharusnya tetap dipertahankan, tanpa dipengaruhi oleh materi, kedudukan dan wanita, atau biasa yang dikenal dengan istilah 3T (tahta, harta dan wanita, pen.).

Hubungi Kami

Gedung Sekretariat MA (Lt. 6-8)

Jl. Jend. Ahmad Yani Kav. 58 ByPass Jakarta Pusat

Telp: 021-29079177
Fax: 021-29079277

Email Redaksi : Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.
Email Ditjen : Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.

Lokasi Kantor

 Instagram  Twitter  Facebook

 

Responsive Voice