logo web

Dipublikasikan oleh Hermansyah pada on . Dilihat: 2206

Ketika Pak Dirjen Galau:

Kisah di Balik Lokakarya Pemberdayaan Hakim Tinggi PTA/MSA

Oleh: Dr. H. Ahmad Fathoni, SH, M.Hum

Galau ternyata tidak hanya menghinggapi ABG. Seorang pejabat teras yang sarat pengalaman pun bisa merasakan galau. Setidaknya itulah kesan yang saya tangkap dari sosok Wahyu Widiana, Direktur Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah Agung RI.

Sejak menerbitkan tulisan di Pojok Pak Dirjen berjudul “Hakim Tinggi: Pemikir dan Pelaku Pembaruan”, setelah beliau berbicara dalam Rakerda PTA Banten, pejabat eselon I itu dilanda kegalauan. “Bagaimana memberdayakan mereka sebagai agent of change di daerah?” mungkin itu pertanyaan yang mengendap di benak beliau.

Kegalauan itu berlanjut dengan keluarnya Surat Edaran tanggal 14 Februari 2012. Surat yang ditujukan peada seluruh Ketua Pengadilan Tinggi Agama/Mahkamah Syariah Aceh itu berisi tentang pemberdayaan Hakim Tinggi.

Melalui surat itu beliau memberikan instruksi agar para Ketua PTA/MSA menyebarkan seluruh informasi berkaitan dengan reformasi birokrasi dan pembaruan peradilan kepada para hakim tinggi; melakukan kejian-kajian di kalangan para hakim tinggi mengenai isu-isu terkini; melakukan upaya peningkatan keterampilan para hakim tinggi di bidang pemanfataan teknologi informasi, seperti penggunaan komputer, internet, e-mail, SIADPA dan SIMPEG; memberi tugas dan memonitor para hakim tinggi untuk melakukan pembinaan kepada PA/MS dengan memanfaatkan dana dan teknologi informasi; serta memberi kesempatan kepada para hakim tinggi untuk mengembangkan kreativitasnya dalam melakukan peningkatan kualitas SDM dan pelaksanaan tupoksi.

Tidak puas dengan mengeluarkan Surat Edaran, beliau kemudian mengundang para Ketua PTA/MSA yang telah diundang terlebih dahulu oleh Ketua Mahkamah Agung RI untuk menghadiri serangkaian acara Laporan Tahunan MA RI, untuk hadir membicarakan pemberdayaan hakim tinggi dengan mengikutsertakan dua hakim tinggi yang visioner sewilayah Jawa dan Bandarlampung. Acara yang digelar di Hotel Cemara Jakarta pada 28-29 Februari 2012 itu dikemas dalam bentuk lokakarya.

Dalam kesempatan lokakarya tersebut, tampak Dirjen Badilag sangat antusias mendengar pengungkapan fakta, keluhan, usulan serta harapan dari para Ketua PTA/MSA dan sejumlah hakim tinggi. Ada yang menggembirakan dan membuat Dirjen tersenyum, tetapi lebih banyak yang bersifat kendala serta harapan ke depan karena begitu banyaknya kelemahan terhadap pemberdayaan hakim tinggi ini.

Lokakarya itu mengulas dua makalah. Makalah pertama berjudul “Pemberdayaan Hakim Tinggi PTA sebagai Kawal Depan MA RI” disajikan Ketua PTA Bengkulu Drs. H. Wildan Suyuthi, SH, sebagai perwakilan Ketua PTA/MSA. Sedangkan makalah kedua berjudul “Pembinaan dan Pengawasan dalam Mewujudkan Peradilan yang Agung” disajikan Hakim Tinggi PTA Jakarta Drs. H.M. Mudzaffar, SH, sebagai perwakilan hakim tinggi. Para peserta lokakarya mendiskusikan dua makalah itu hingga menjelang tengah malam.

Sebuah tim dibentuk untuk merumuskan hasil lokakarya itu. Drs. H. Wildan Suyuthi, SH, M.H. (Ketua PTA Bengkulu) dan Drs. H. Bahrus Syam Yunus, S.H, M.H. (Wakil Ketua PTA Makassar) ditunjuk sebagai ketua dan wakil ketua Tim Perumus. Lima hakim tinggi didaulat menjadi anggota, yaitu Drs. H.M. Mudzaffar, S.H dan Drs. Ruslan Harun al-Rasyid, S.H, M.H (PTA Jakarta), Dr. H. Ahmad Fathoni, S.H, M.H. (PTA Bandarlampung), Dr. H.M. Mawardi Arsyad, S.H, M.H. (PTA Semarang) dan Drs. H. A. Choiri, S.H, M.H. (PTA Surabaya).

Rabu (28/2/2012), di ruang rapat Hotel Cemara, Tim Perumus merampungkan tugasnya hingga jam 12 siang. Karena saat itu adalah batas waktu check out, sedangkan rumusan hasil lokakarya masih perlu dikaji secara komprehensif, Tim Perumus memutuskan untuk meluncur ke kantor Ditjen Badilag.

Berbekal rumusan yang sudah ditandatangani oleh seluruh anggota Tim Perumus, Wildan Suyuthi bersama Ahmad Fathoni dan A. Choiri kemudian menemui Dirjen Badilag Wahyu Widiana. Hadir pula dalam pertemuan itu Sekretaris Ditjen Badilag Drs. H. Farid Ismail, SH, M.H., Direktur Pembinaan Tenaga Teknis Peradilan Agama Drs. H. Purwosusilo, S.H, M.H, dan Direktur Pranata dan Tatalaksana Perkara Perdata Agama Drs. H. Hidayatullah, S.H, M.H. Kami membahas rumusan hasil lokakarya itu lebih lanjut hingga jam 5 sore. Saat itu Pak Dirjen harus segera ke Gedung MA RI karena beliau menjadi panitia peluncuran buku biografi Dr. Harifin A Tumpa, SH.

Dalam pertemuan itu terjadi adegan yang membuat Pak Dirjen dan para Direktur tersenyum.  Begini ceritanya. Rumusan hasil lokakarya itu sebelumnya telah diprint dan ditandatangani oleh seluruh anggota Tim Perumus. Print out rumusan itu dibawa oleh seorang pegawai Badilag. Masalahnya, pegawai tersebut telat memasuki ruang rapat Ditjen Badilag—tempat kami ngumpul lagi. Kebetulan, saya sudah meng-copy rumusan itu via flash disk. Maka flash disk sayalah yang kemudian dicetak dan dipresentasikan di in focus.

Nah, masalahnya, ada beberapa poin yang telah disepakati ternyata tidak ada  atau hilang, seperti dasar hukum rekrutment Hakim Tinggi yakni Pasal 14 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2009 tentang Peradilan Agama sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 dan Undang-Undang Nomor 50 tahun 2009.

Ketua Tim Perumus berkomentar, “Wah, ini semua konsep dari Bandarlampung. Karena sebelum saya berangkat ke MA RI, saya baca draf dari Lampung, kok semuanya masuk. Wah, ini ngggak benar”.

Mendengar komentar itu, tentu saja saya merasa sangat tersanjung karena konsep yang saya bawa masuk semua. Tapi di sisi lain saya heran juga. Kok Tim perumus tidak mempercayainya? Apakah karena gara-gara flash disk saya yang dipakai hingga meenyebabkan isinya saya ubah? Lagipula, apakah mungkin saya sempat mengutak-atiknya dalam perjalanan, karena saya berangkat dari hotel bersama-sama dengan anggota tim lainnya (Pak Choiri) serta dijemput oleh sopir Badilag?

Pak Choiri tak tinggal diam. Beliau bilang, “Memang ada yang hilang tetapi tidak berarti diubah oleh Pak Fathoni. Mungkin terhapus secara tidak sengaja oleh tikrey.”

Untunglah tanda tanya itu lekas terjawab. Staf dirjen yang membawa hard copy rumusan lokakarya itu datang. Dan, ternyata hard copy yang telah ditandatangani oleh seluruh Tim Perumus itu sama persis dengan soft copy yang terdapat di flash disk saya. Kontan saja, Pak Dirjen dan peserta rapat lainnya menyunggingkan senyum.

Rupanya Ketua Tim Perumus belum membaca secara draft rumusan itu keseluruhan. Setelah membaca dan membahasnya secara utuh, dimana konsep dalam dua makalah telah dimasukkan juga dalam hasil rumusan, maka Ketua Tim berkomentar, “Wah, benar ini Pak Dirjen. Sudah masuk semua.”

Rabu sore, ketika tim perumus sudah capek, isi dan substansi rumusan sudah dapat diselesaikan. Rumusan itu sudah dianggap fixed. Tim kecil pun pulang.

Tetapi agaknya kegalauan Pak Dirjen belum benar-benar sirna. Terbukti, dalam Pojok Pak Dirjen, beliau menumpahkan kegalauannya itu dengan tulisan berjudul “Yuk, Kita Dukung Hasil Lokakarya Peningkatan Peran MSA & PTA” pada 5 Maret 2012.

Sore harinya, Hermansyah—staf Ditjen Badilag yang ditugaskan merapikan rumusan lokakarya dari segi tata bahasa—menelpon saya dan memberi tahu bahwa rumusan lokakarya akan dipublikasikan di badilag.net secara lengkap. Sebelum itu, saya dan Pak Muzaffar diminta untuk membaca draft rumusan lokakarya yang telah diedit oleh Hermansyah. Draft itu dikirim via e-mail. Saya segera membuka e-mail itu, membaca isinya, dan menjawabnya. Saya setuju dengan draft versi terakhir yang telah diedit dan saya menambahkan bagan bagan organisasi Pembinaan dan Pengawasan di setiap PTA/MS Aceh.

Esok harinya, 6 Maret 2012 jam 10 pagi, rumusan hasil lokakarya mengenai peningkatan peran PTA/MS Aceh telah diupload di badilag.net. Kemudian, untuk mempertegas hasil kerja tim perumus, maka pada hari yang sama dikeluarkanlah Surat Edaran Dirjen sekitar jam 14.00 WIB.

Hasil usaha Pak Dirjen sudah menjadi Surat Edaran yang harus dilaksanakan oleh seluruh stake holder, baik PTA/MSA maupun Badilag sendiri. Secara berkelanjutan dan bertahap, rumusan itu akan ditindaklanjuti, baik melalui perencanaan program anggaran maupun program kegiatan lainnya.

Dengan demikian, berkuranglah kegalauan Pak Dirjen dan Insya Allah beliau bisa selalu tersenyum dan memotivasi warga peradilan agama seluruh Indonesia.

Penulis adalah Hakim Tinggi PTA Bandarlampung

Hubungi Kami

Gedung Sekretariat MA (Lt. 6-8)

Jl. Jend. Ahmad Yani Kav. 58 ByPass Jakarta Pusat

Telp: 021-29079177
Fax: 021-29079277

Email Redaksi : Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.
Email Ditjen : Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.

Lokasi Kantor

 Instagram  Twitter  Facebook

 

Responsive Voice