KETIKA KYAI (TER)TIDUR
Muh. Irfan Husaeni, S.Ag., MSI.
(Hakim Pengadilan Agama Painan)
CERITA PAK INSYAFLI
Pada 21 Juni 2011 Pengadilan Tinggi Agama Padang melakukan pembinaan di Pengadilan Agama Painan. Drs. H. Insyafli, M.HI.-hatiwasbinda saat itu- memimp in diskusi tentang kepemimpinan, hubungan antara imam dan makmum. Setelah cukup mendengarkan kegalauan pegawai, Beliau memberikan solusi dengan pendekatan cerita tentang pengalaman pribadinya.
Bahwa suatu ketika kyai tertidur setelah shalat shubuh, sementara para santri menunggu di ruang kelas. Karena kyai tidak kunjung tiba, maka seorang santri mengambil inisiatif menggantikan kyai melanjutkan pelajaran.
Kyai terjaga dan melihat ada santri itu, kyai mengamati dari jauh, memberi kesempatan santri yang brilian itu melanjutkan aktivitasnya. Seusai jam pelajaran santri melaporkan pada kyai atas kelancangannya dan siap menerima hukuman. Namun, kyai justeru memberikan apresiasi dan berterimakasih kepada santri yang berani mengambil inisiatif dengan tepat.
Cerita Pak Insyafli tersebut menginspirasi kamai yang ada di forum pembinaan. Pesan moral yang Beliau maksud adalah ketika kyai tertidur itulah kesempatan santri untuk menunjukkan prestasinya.
KETIKA SENSOR ANAK BUAH TID AK BERFUNGSI
Mohammad Noor dalam artikel berjudul “Ilmu Teknologi Atawa Information Technology”, mengisahkan seorang Ketua Pengadilan Agama “X” mengeluarkan surat resmi perihal hakim pengawas bidang, pada bidang IT diterjemahkan dengan Ilmu Teknologi, bukan Information Technology.
Pertanyaannya adalah, kemana anak buah pada saat itu? Mengapa kesalahan yang kasat mata itu tidak terdeteksi oleh kaur, wasek dan pansek? Mengapa semua apatis dan tidak peduli? Hal yang serupa juga pernah terjadi di Pengadilan Agama “Y”.
Kasusnya berupa 5 orang pemohon mengajukan permohona n penetapan ahli waris (kumulasi subjektif). Namun dalam surat permohonan hanya satu orang yang tanda tangan, tanpa ada surat kuasa. Dan tidak ada kesesuaian antara posita dan petitum sehingga permohonan kabur (abscuur libel).
Singkat cerita, dalam persidangan majelis mengarahkan para pemohon tentang cara membuat permohonan yang benar. Padahal bisa saja majelis menyatakan permohonan tidak diterima (Niet Onvankelijk Verklaart), namun rasanya itu kurang bijak. Pertanyaannya, kemana petugas Meja I, kemana panmud, wapan dan pansek?
Setelah majelis mengkonfirmasi, pejabat struktural kepaniteraan dengan enteng menjawab: “S urat permohonan itu diketik oleh anak-anak honorer, lagi pula nanti juga b isa diperbaiki di persidangan”.
Yang mengetik siapa bukanlah masalah, diperbaiki di persidangan juga tidak masalah. Masalahnya mengapa kesalahan yang sudah nyata cacat formilnya tidak ada yang mampu mendeteksi? Padahal kalau ada kemauan bisa diteteksi sejak dini, sehingga berkas masuk persidangan sudah bersih.
Hipotesa penulis, bahwa surat-surat itu hanya sekedar lewat meja pejabat struktural, namun tidak dibaca dan tidak dikoreksi. Mental anak buah yang demikian ini yang tidak punya rasa malu terhadap pimpinan karena sensornya sudah tidak berfungsi.
Di Pengadilan Agama “Z” juga telah terjadi anomali cara berfikir. Dimana pengadilan tersebut telah selesai mengerjakan proyek rehab gedung pada akhir 2011. Namun hingga saat tulisan ini dibuat bekas/puing-puing bangunan dan rongsokan besi tua masih saja menumpuk di halaman kantor, persis di depan pintu utama tepat di samping mobil dinas pimpinan. Ternyata p impinan sudah lama memerintahkan panseknya untuk menyelesaikannya.
Ketika panseknya dikonfirmasi dengan enteng menjawab, “Saya sudah perintahkan pegawai honorer untuk membersihkan”. Itulah jawaban anak buah yang ingin lari dari tanggung jawab dan parahnya lagi mengkambinghitamkan pegawai honorer.
Terakhir terdengar berita dari salah satu kaur bahwa rongsokan yang sudah menumpuk selama 6 (enam) bulan itu mau dilelang, karena kalau dibuang begitu saja takut menjadi temuan.
“S iapa yang bilang? ” tanya seorang hakim.
“Wasek”, jawabnya.
“Bung, nanti kalau ada acara makan siang yang sumber dananya dari DIPA, tolong bungkus nasi jangan dibuang ya…. gawat itu bisa jadi temuan”. kata seorang hakim pada kaur. Itulah potret anak buah Ketua Pengadilan Agama X, Y dan Z. yang tidak dapat memposisikan dirinya sebagai orang terhormat dan tidak menghormati pimpinannya. Adapun uraian berikut adalah potret anak buah yang sangat menghormati pimpinannya.
REDAKTUR BADILAG PENYAMBUNG LIDAH PAK DIRJEN
Sejak diluncurkannya website Ditjen Badan Peradilan Agama pada tanggal 16 April 2006 dengan alamat www.bad ila g. ne t hingga kini terlihat perkembangan yang sangat signifikan.
Pada awalnya website ini hanya sebagai media informatif akan tetapi secara bertahap terus berkembang. Terakhir, website ini telah berkembang menjadi media interaktif dan komunikatif. Hal ini disampaikan oleh Bapak Dirjen Badilag, pada Rakernas Mahkamah Agung di Jakarta 18-
22 September 2011.
Terhadap situs badilag.net ini Ibu Egi S utjiati -konsultan dan asisten teknis Mahkamah Agung- menuturkan bahwa jika kita membuka situs lain, kita bingung karena pilihan tulisannya sedikit, malah tidak ada sama sekali. Sebaliknya kalau kita buka badilag.net, kita bingung karena saking banyaknya pilihan tulisan yang bisa dibaca.”
Simpulnya badilag.net adalah website yang paling banyak dibaca oleh warganya karena menyediakan berbagai macam informasi, baik yang berasal dari Ditjen Badilag maupun dari satker-satker di bawahnya.
Penulis ingin mengungkapkan bahwa di balik kebesaran www.badilag.net ada sebuah tim yang sangat tangguh bekerja siang- malam, itulah redaktur badilag.
Mereka pasukan kawal depan penyambung lidah Ditjen Badilag. Kegiatan pejabat, kebijakan dan program-program Ditjen Badilag diberitakannya denga n profesional, efektif dan efisien hingga sampai ke publik.
Keuletan redaktur badilag dalam bekerja terlihat ketika ada berita yang ditunggu-tunggu masyarakat, mereka berjibaku walaupun malam hari. Lihat berita berjudul “Tuada Uldilag: Maksimalkan Website Untuk Transparansi” kalau kita perhatikan, berita ini diupload pada Kamis, 29 April 2010 Pukul 00.53 WIB. Dan berita berjudul “Ketua MA Resmikan 56 Gedung Pengadilan” diupload pada Jum’at, 26 Maret 2010 Puk ul 03.00 WIB. Itulah anak buah Pak Dirjen, mereka bekerja di saat kita semua sedang terlelap tidur, subhanalloh.
Terhadap artikel yang menyentuh nurani, redaktur badilag berusaha kejar tayang meskipun itu hari libur. Lihat artikel berjudul “S udah Saatnya Tim IT di Pengadilan Disejahterakan” tulisan Bung Hermansyah diupload pada Sabtu, 24 Maret 2012 dan artikel berjudul “Ilmu Teknologi Atawa Information Technology” tulisan Mohammad Noor diupload pada hari Sabtu, 14 April 2012. Mereka bekerja seminggu 8 hari.
Simpulnya adalah redaktur badilag -yang di dala mnya juga tim bahasa Arab dan Inggris- sudah mampu menunjukkan loyalitas dan dedikasi terbaik kepada pimpinannya. Mereka bangga karena dapat melaksanakan pekerjaan yang sulit dilakukan orang lain. Mereka istiqamah bekerja walaupun tanpa ada pengawasan langsung dari pimpinan, mereka diawasi oleh dirinya sendiri karena di hatinya ada komitmen, semangat, dan ketangguhan mental-spiritual.
ABDI DALEM DAN RAJA
Jika pembaca badilag.net kebetulan di Jogja atau sedang berwisata ke Jogja sempatkanlah melihat suasana Kraton Ngayojokarto Hadiningrat di malam hari, amati dari jauh juga boleh, pembaca akan mendengar suara lonceng tua yang dibunyikan secara manual tepat setiap jarum panjang menunjuk angka 12. S iapa yang melakukan itu semua? Abdi Dalem. Mereka bekerja dengan cerdas dan disiplin. Mereka lakukan tupoksinya tanpa menunggu perintah atasan.
Salah satu Abdi Dalem yang terkenal adalah Mbah Marijan, tupoksinya sebagai juru kunci Gunung Merapi. Ketika semua pihak menyuruhnya turun karena keadaan sudah status awas merapi, Mbah Marijan tetap istiqomah bertahan karena teguh memegang amanat Rajanya. Beliau meninggal pada Selasa, 26 Oktober 2010 di tempat tugas, akibat “wedus gembel”. Abdi Dalem bekerja didasari oleh rasa tanggungjawabnya bukan karena diawasi Rajanya.
Bahkan pada tingkatan tertinggi mereka bekerja karena pengabdian tanpa mengharap imbalan. Bagi mereka menjadi abdi dalem itu sebuah kehormatan dan kebanggaan tersendiri. Mereka tidak pernah berfikir tentang gaji? Berapapun gaji yang mereka terima dari Raja selalu disyukuri, biarpun kecil yang penting berkah. Begitulah cara Abdi Dalem dalam menjunjung tinggi kehormatan Rajanya.
BUNG YUSRIL DAN PAK HARTO
Siapa yang tidak kenal Prof. Yusril Ihza Mahendra Pendekar Hukum Tata Negara? Beberapa jabatan penting pernah dipundaknya seperti Mensesneg dan Menkumham serta Ketua Partai Bulan Bintang.
Salah satu yang fenomenal dari sosok Beliau adalah ketika mengajukan uji materi mohon agar Majelis Konstitusi memberikan tafsir konstitusional terhadap Pasal 22 ayat (1) huruf d UU Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Agung Republik Indonesia, dengan menyatakan konstitusional bersyarat (conditionally constitutional) diartikan bahwa masa jabatan Jaksa Agung itu berakhir dengan berakhirnya masa jabatan Presiden Republik Indonesia dalam satu periode bersama-sama masa jabatan anggota kabinet.
Akhirnya Mahkamah Konstitusi mengabulkan permohonan Pemohon, sehingga jabatan Hendarman S upandji sebagai Jaksa Agung harus berakhir sejak dibacakan P utusan MK Nomor 49/PUU-VIII/2010 oleh Ketua Mahkamah Konstutusi Moh. Mahfud MD Rabu, 22 September 2010 pukul 14.35 WIB.
Beliau juga dikenal oleh publik sebagai konseptor P idato Kenegaraan Pak Harto juga Pak Habibi dan Gus Dur. Bahkan dalam detik-detik yang sangat menentukan 21 Mei 1998 Bung Yusril tampil sebagai pelaku sejarah ketatanegaraan. Beliaulah yang mengonsep naskah pernyataan berhenti Presiden Soeharto dari jabatannya.
Pemeran drama kolosal “Laksamana C heng Ho” adalah representative loyalis Pak Harto.
Loyalitas dan dedikasi anggota Kabinet Pembangunan I-VII menjadikan Pak Harto bertahan hingga 32 tahun. Kabinet terakhir cuma bertahan 2 bulan 7 hari (14 Maret 1998 – 21 Mei 1998). Loyalis Pak Harto sangat me njaga wibawa pimpinannya dan mematuhi perintahnya.
Ketika Pak Harto menyerukan: “Mari kita ciptaka n suasana yang kondusif, bila ada yang mengganggu ketertiban saya minta supaya diamankan”.
Perintah yang sederhana itu terkomunikasi dengan sangat baik mulai dari Pangab hingga Danramil bahkan Babinsa, semua melaksanakannya. Padahal saat itu sarana komunikasi belum secanggih sekarang. Pak Harto cukup perintah sekali bahkan cukup dengan isyarat. Namun loyalis Pak Harto mampu membaca pikiran pimpinannya dengan sangat baik dan melaksnakan maksudnya.
Pada era itu terkenal pepatah Jawa: Mikul Duwur, Mendhem Jero. Maksudnya jasa-jasa baik pimpinan dihargai dan dimulyakan setinggi- tingginya sedangkan aibnya disembunyikan serapat-rapatnya, dikubur sedalam-dalamnya.
PENUTUP
Dari tulisan ini tergambar dua macam perilaku anak buah terhadap pimpinannya. Pertama, anak buah yang apatis terhadap pimpinannya. Kedua, anak buah yang menghormati pimpinannya dengan penuh loyalitas dan dedikasi.
Memang tidak ada kyai yang terus berjaga, ada kalanya “tertidur”. Namun santri tetap
harus takdhim. Jadi meskipun kyai (ter)tidur, kegiatan belajar mengajar di pesantren tetap harus berlangsung. Begitu pesan moral dari cerita Pak Insyafli, terimakasih.
muha mmad irfa n427@ gma il.co m