HAKIM PENGADILAN AGAMA: ANTARA HAKIM DI MATA HUKUM DAN ULAMA DI MATA UMMAT
Oleh: Fahadil Amin Al Hasan, S.Sy., M.Si.
Hakim merupakan salah satu profesi pilihan, tidak semua orang dapat menyandang profesi ini. Ia merupakan profesi yang amat mulia (officium nobile). Saking mulianya, hanya profesi hakim lah yang sejak pertama kali ia disumpah, maka ia berhak mendapat gelar “Yang Mulia”. Bahkan umumnya penegak hukum menyebutnya sebagai wakil tuhan di muka bumi. Kenapa wakil tuhan? Karena melalui keputusannya, nasib seseorang ditentukan. Sehingga, pada hakikatnya seorang hakim merupakan kepanjang-tangan Tuhan untuk menetapkan suatu hukum.
Sebagai salah satu implementasi dari wakil tuhan di muka bumi, maka pada setiap pembukaan dalam putusan hakim wajib mencantumkan kalimat “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa” (Pasal 2 Ayat 1 UU No. 48 tahun 2009 tentang Pokok-Pokok Kekuasaan Kehakiman). Khusus untuk pengadilan agama, lafadz agung dari lafadz basmalah pun harus dicantumkan. Tanpa kalimat tersebut, putusan hakim tak mempunyai nilai apa-apa atau non-executable. Hal ini membuktikan bahwa hakim dalam mengemban amanatnya, tidak sekadar bertanggungjawab pada hukum, dirinya sendiri, atau kepada pencari keadilan, tetapi juga mutlak bertanggungjawab kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Selengkapnya KLIK DISINI