Tergugat Ingin Membagi Nafkah dengan Hakim
Oleh : Gibran Sasole
Banyak kejadian lucu yang kita alami di lingkungan PA saat berhubungan dengan para pihak pencari keadilan, baik di luar persidangan maupun dalam persidangan. Saya punya beberapa catatan unik ketika masih di salah satu PA Kelas II. Berikut ini adalah satu kejadian di dalam persidangan yang menurut saya merupakan ungkapan polos dari masyarakat awam.
Seorang isteri dengan 5 orang anak akan diceraikan oleh suaminya. Menurut si isteri, ia tidak mempunyai kesalahan apa-apa. Selama ini rukun dan tidak pernah ada masalah dengan suaminya. Hanya karena sang suami sudah punya WIL, maka suami terpaksa harus menceraikannya.
Pada tahap jawab-menjawab, ketika majelis hakim tidak mampu mendamaikan keduanya, si isteri kemudian melunak dengan mengatakan “Okelah Pak hakim, kalau saya harus diceraikan, maka saya menuntut keadilan. Saya menuntut hak saya dan 5 orang anak saya."
Selanjutnya terjadilah dialog antara Majelis dan si isteri begini:
Majelis : Hak apa yang mau saudari tuntut?
Isteri : Biaya hidup saya dan 5 orang anak saya, Pak hakim.
Majelis : Apakah hanya biaya hidup saja?
Isteri : Iya, Pak hakim.
Majelis : Berapa yang saudari minta untuk setiap bulannya?
Isteri : Yang banyak, Pak hakim, karena dia punya banyak duit.
Majelis : Iya… banyaknya berapa? Biar Hakim bisa sesuaikan dengan kemampuan suami.
Isteri : Pak hakim tidak usah ragu, dia punya banyak harta.
Berkali-kali majelis meminta si isteri agar dia bisa menyebut angka yang pasti sehingga bisa dijadikan standar dalam menentukan layak dan patutnya tuntutan itu, namun tidak juga berhasil. Majelis sudah mulai kewalahan untuk membujuk si isteri. Dengan nada agak tinggi, seorang anggota majelis kembali meminta ketegasan si isteri.
Majelis : Coba saudari sebut berapa banyak yang kamu tuntut dari suami ?
Isteri (dengan polos menjawab) : Pokoknya terserah Pak hakim. Asal yang banyak. Nanti setelah ini saya bagi dengan Pak hakim.
Mendengar pernyataan si isteri, anggota majelis dan panitera sidang kaget dan terlihat salah tingkah karena bingung bagaimana harus menjawabnya. Raut wajah majelis hakim seketika berubah antara jengkel, marah dan rasa iba terhadap nasib si isteri.
Inilah salah satu bentuk kepolosan masyarakat awam di daerah. Tapi yang jelas pada akhirnya majelis hakim tidak menghukum si suami sesuai keinginan si isteri, apalagi meminta bagian. He he he…