logo web

on . Dilihat: 2566

Apa Kabar Dunia?
(1001 Malam di Badilag Bag. 3)

Sekretariat redaksi badilag.net (2006-2008) berada di lantai tiga gedung Ditjen Badilag di kawasan Jalan Diponegoro, Menteng, Jakarta Pusat. Posisinya berada di samping ruangan yang difungsikan sebagai ruang meeting dan mushola AL-Hikmah. Kami seringkali bergurau ketika ada yang bertanya, “Dimana sekretariat redaksi badilag.net?”. “Di samping mushola Al-Hikmah”, canda kami.

Posisi ini sangat strategis bagi kami,  karena berada diantara dua pusat pembinaan. Ruang meeting sebagai pusat  pembinaan intelektual dan mushola sebagai pusat pembinaan mental. Karena dekat mushola, anggota redaksi badilag.net seperti:  Hirpan Hilmi,  Wahyu Setiawan, dan Rosmadi, kerap kali menjadi muadzin.  Sedangkan posisi dekat ruang meeting, memudahkan kami meliput berbagai even, dari mulai lokal hingga bertarap internasional. Selain itu ruang redaksipun menyatu dengan ruang perspustakaan.

Karena posisi strategis itu juga kami seringkali mendapat “kunjungan” dari para pejabat  Ditjen maupun karyawan, baik ba’da shalat maupun ba’da rapat, ataupun ketika mengunjungi  perpustakaan. Dari pengunjung inilah kami seringkali mendapat masukan mengenai bagaimana content ideal  badilag.net.

Pak Wahyu adalah yang hampir bisa dikatakan selalu mengunjungi redaksi, dan karenanya paling banyak memberikan masukan. Saya masih ingat kebiasaan beliau ketika menyapa tim redaksi. “Apa kabar dunia hari ini?”, sapa beliau kepada kami. Sapaan itu sarat makna. Selain menyapa kami,  kalimat tersebut menyapa  “update”nya website badilag.  Masalah update ini sangat  menjadi perhatian Pak Wahyu. Ia selalu mengingatkan kami untuk  memiliki jadwal update untuk masing-masing content menu. “Ribuan warga peradilan agama di seluruh pelosok nusantara menanti berita dari badilag.net, mereka mencetak berita kita dan menyebarkannya ke para pegawai”, itu kalimat dari beliau yang selalu menambah semangat  yang luar biasa bagi kami.

Ide Brilliant.

Suatu siang di penghujung bulan Agustus 2007, Pak Wahyu dengan ajudan setianya “Fujitsu Tablet” berkunjung ke ruang redaksi. Seperti biasa, Pak Wahyu sangat santai kalau mengajak bicara kepada kami, meski isi pembicaraannya tidak ada yang sia-sia. Adegan Pak Wahyu mengajak bicara dengan para stafnya merupakan pemandangan  yang menarik untuk dipotret.  Sebab tidak ada kesan bahwa Ia adalah orang nomor satu yang sedang bicara dengan staf. Dari “angle”  manapun kesan itu tidak ada!!!.  Baik, cara bicara, gesture tubuh, maupun perlakukan terhadap lawan bicara. Para pembaca pasti pernah mendapati kesan seperti itu.

Siang itu beliau membuka pembicaraan, bagaimana cara supaya terjadi percepatan pemberdayaan teknologi informasi di lingkungan peradilan agama?. Bagaimana jika kita gelar perlombaan pemberdayaan teknologi informasi (?). Sebuah pertanyaan sekaligus tawaran solusinya. Pak Wahyu berargumen bahwa pendekatan fastabiq al-khairat, selalu efektif mendorong sebuah percepatan dan perubahan.  Kami pun menyetujui dan siap mendukung ide brilliant tersebut. Obrolan siang itu kemudian  berlanjut ke hal yang agak teknis, misalnya ruang lingkup perlombaan, waktu perlombaan, kriteria penilaian, hingga pembiayaan.

“Baik, saya akan bawa hasil obrolan kita ini ke rapat pimpinan, kalau disetujui kita laksanakan”, demikian ungkapan beliau menutup obrolan. Sebuah gaya kepemimpinan yang demokratis dalam merumuskan sebuah kebijakan.

Akhirnya diputuskan bahwa Ditjen Badilag akan menyelenggarakan lomba pemberdayaan teknologi informasi guna mendukung pelaksanaan tugas. Informasi mengenai adanya lomba ini segera dipublish di website badilag pada tanggal 26 September 2007 (Halaman pengumuman tersebut bisa diakses di sini)

Ditentukan  dalam pengumuman tersebut bahwa  jadwal rangkaian lomba adalah sebagai berikut :  Sosialisasi : September dan Oktober 2007, Penilaian : 25 Oktober 2007 s.d 25 April 2008; Pengolahan hasil penilaian : Mei – Juni 2008, dan  Penentuan Pemenang : Juli 2008. Ruang lingkup perlombaan adalah semua bentuk pemanfaatan dan penerapan IT sehari-hari di lingkungan peradilan agama.

terutama  pemanfaatan situs www.badilag.net  sebagai media pengiriman informasi, laporan, jadwal sidang serta aplikasi program Siadpa, Simpeg dll. Lomba ini terdiri dari dua kategori yaitu lomba antar PTA/MSyP dan lomba antar PA/MSy. Selain itu  Panitia pun  akan memberikan penghargaan kepada perorangan yang aktif memberi kontribusi dalam mengisi menu website Badilag.

Akhirnya sesuai rencana, pada Selasa malam (4 Agustus 2008), disela-sela pelaksanaan Rakernas Akbar 2008, Badilag mengumumkan pengadilan yang menjuarai lomba. Tersebutlah PTA Bandung, PTA Banjarmasin, PTA Semarang, PTA Surabaya, PA Wonosari, PA Palembang, dan PA Tual sebagai pengadilan yang dinilai lebih dari pengadilan lainnya dalam hal pemanfaatan teknologi informasi.  Selain itu diberikan pula penghargaan kepada pengadilan kategori pelopor kawasan untuk pemberdayaan teknologi informasi.(klik arsip berita).

Yang penting dari adanya penyelenggaraan  lomba sesungguhnya bukan pada siapa yang akan menjadi pemenangnya. Yang penting dan memang yang menjadi tujuan adalah efek domino dari adanya kompetisi tersebut. Apakah efek dominonya berhasil?. Benar, bahkan bisa dikatakan sangat berhasil. Dalam kurun waktu perlombaan, kurang lebih sepuluh bulan, telah lahir 159 buah website. 19 website PTA dan 140 website pengadilan agama. Jumlah 159 website adalah jumlah yang fantastic di waktu itu. Hal ini karena lingkungan lain website yang dimiliki masih bisa dihitung jari, bahkan ada yang belum memiliki. Jumlah dari nol ke 159 dalam periode sepuluh bulan adalah sebuah lompatan quantum (quantum leap). Demikian penilaian yang diberikan oleh penggiat access to justice.  Yang menjadi pemicu lompatan quantum itu adalah ide brilliant Pak Wahyu yang dilontarkan sewaktu obrolan siang di ruang redaksi badilag.net.

Dari counter culture ke mainstream culture.

Periode 2006-2007, isu pemberdayaan teknologi informasi di dunia peradilan Indonesia belum menjadi arus utama (mainstream)  kebijakan. Tidak heran kampanye pemberdayaan IT melalui lomba dinilai sebagian kalangan sebagai sesuatu yang menentang arus (counter of culture). Bahkan, Beliau sempat mendapat “kritik cukup pedas” dari kebijakannya tersebut. Ia seolah  “dipersalahkan” karena hanya mengurusi teknologi informasi, sementara pembinaan teknis yudisial diabaikannya. Sempat juga  pemberdayaan IT di periode awal ini dijadikan kambing hitam oleh sebagian kalangan  terhadap tengara menurunnya kualitas pelaksanaan pola bindalmin.

Mendapatkan kritikan tersebut, Pak Wahyu tidak reaksional. Beliau menanggapinya dengan sangat bijak. Pak Wahyu sangat menghargai kritik.  Kritik itu lahir karena rasa memiliki peradilan agama.  Belum dilakukan penelitian akademis mengenai hipotesa adanya korelasi penerapan IT dan menurunnya pelaksanaan Pola Bindalmin. Adanya kritik tersebut dari perspektif lain,  mungkin juga karena adanya perbedaan sudut pandang atau karena kesenjangan informasi.

Pak Wahyu selalu menggariskan bahwa teknologi informasi hanyalah alat bantu, penguasaan teknis yudisial bagi pegawai teknis peradilan agama adalah yang utama. Performa warga peradilan agama akan lebih baik jika alat bantu itu dikuasai dengan baik.

Dari sisi kebijakan organisasi, anggapan bahwa Dirjen melulu mengurus IT sama sekali keliru. Dari sisi kebijakan anggaran, alokasi anggaran untuk pemberdayaan IT sangatlah sedikit dibandingkan  anggaran untuk pembinaan teknis yudisial dan administrasi perkara.  Bahkan pada periode awal, nyaris tanpa anggaran, termasuk juga penyelenggaraan lomba.  Mungkin karena kampanye penyadaran pentingnya IT yang dilakukan kapan dan dimana saja, kemudian dikesankan  orang “melulu” mengurusi IT.

Saya melihat kritik yang dilontarkan pada periode awal pemberdayaan IT karena Pak Wahyu memiliki kecerdasan managerial yang progresif. Disaat kebanyakan pimpinan  peradilan  lainnya belum tertanam kesadaran pentingnya IT, sejak jauh hari Beliau sudah melakukan aksi. Buktinya, kini apa yang telah dimulai Pak wahyu sejak tahun 2006, menjadi mainstream culture di dunia peradilan Indonesia. Bukti teraktual adalah Rakernas 2011 yang sangat bernuansa IT, Pak Wahyu ditunjuk sebagai ketua OC. Dan  dinilai sangat sukses !!!.

Kini apa yang dikampanyekan Pak Wahyu telah kita rasakan. Kini kritik berganti dengan pujian. Semoga pujian tidak  menjadikan kita terlena.

Go Internasional.

Meski perlombaan pemberdayaan  teknologi informasi sudah usai, bukan berarti semangat kompetisi berakhir. Penyelenggaraan lomba selain telah berhasil menanamkan semangat fastabiq al-khairat, juga berhasil menjadikan teknologi informasi sebagai budaya. Bak jamur di musim hujan, website peradilan agama mulai bermunculan. Jumlah  200  website pun terlampaui di awal 2008.

Lompatan quantum pemberdayaan teknologi informasi, khususnya website,  di lingkungan peradilan menjadikan fenomena menarik bagi kalangan luar. Badilag semakin dilirik oleh penggiat  access to justice. Adalah Prof. Graham Green Leaf dan Dr. Philip Chung masing-masing dari University New South Wales dan University Technology of Sydney yang mulai melirik Badilag. Keduanya petinggi di Australasian Legal Information Institute (AustLII), sebuah situs yang menyediakan informasi hukum berskala internasional. Tentu saja lirikan Prof. Graham dan Philip Chung ke Badilag atas informasi dari Cate Sumner dan “keluarga besar” Family Court of Australia. Misi mereka berdua adalah mengajak Badilag berkontribusi untuk memasukan putusan peradilan agama ke situs asianli. Ajakan tersebut langsung disambut positif oleh Pak Wahyu.   Selanjutnya, oleh Dr. Philip Chung kami diberikan akses untuk upload putusan ke Asianlii.

Seperti para Pembaca duga, Pak Wahyu akan melakukan reaksi cepat terhadap program baru yang akan membawa peradilan agama ke komunitas hukum internasional ini. Dalam kesempatan rapat pembinaan dengan KPTA se-Indonesia program ini di sampaikan, kemudian melalui surat Dirjen  Badilag diperintahkan  agar seluruh PTA mengirimkan putusannya ke email Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.. Karena transparansi dan IT ini sudah menjadi bagian dari “culture” peradilan agama, seluruh PTA merespon dengan baik program ini.

Redaksi memiliki kesibukan baru untuk mengirim putusan ke asianlii. Sebelum menggunggah ke situs asianlii,  kami melakukan anonimisasi  identitas para pihak, standardisasi nama file,  hingga merubah format file. Untung  sebagian dari tim redaksi menjadi peserta program doktor (mondok di kantor). Kami bisa melakukan aktivitas tersebut sambil melewati malam di gedung badilag. Hati kami berbunga-bunga ketika apa yang kami kirim termuat di situs asianlii untuk pertama kalinya.” Hore Badilag go Internasional !!!,”,  teriak Helmi begitu menerima email konfirmasi dari Philip Chung.



Suasana Launching Publikasi Putusan PTA di asianlii 3 tahun yang lalu di ruang Kusumaatmaja

 

12 Pebruari 2008, adalah saat yang bersejarah bagi badilag.net. Pada hari itu, termuatnya putusan PTA di asianlii akan di launching secara resmi. Tidak tanggung-tanggung, yang meresmikannya adalah Ketua Mahkamah Agung , Prof. Dr. H. Bagir Manan, SH, M, Cl dan Ketua Family Court of Australia, The Honourable Dyana Briant. Tempatnya di ruang yang paling “bergengsi” di gedung Mahkamah Agung. Ruang Kusumaatmadja. Tidak sembarang kegiatan bisa dihelat di Kusumaatmadja. Hanya kegiatan  strategislah yang bisa dilaksanakan di ruang sidang utama MA ini. Hadir dalam acara launching ini para hakim agung, pejabat eselon I dan II MA, delegasi  FCoA, dan   pimpinan pengadilan se- Jabodetabek.

Dengan dimuatnya putusan PTA di situs internasional, www.asianlii.org , Badilag di bawah kepimpinan Pak Wahyu kembali melakukan lompatan quantum. Nama Badilag pun mulai ramai dibicarakan oleh  orang bule.

Badilag Pasih Diucapkan Orang Bule.

Badilag mulai ramai dikunjungi oleh orang “bule”. Dari mulai  keluarga besar Family Court of Australia, University Technology of Sydney, Leiden University,  Southwestern Law School Los Angeles,  dan NGO’s lainnya. Mereka seringkali melakukan meeting dengan jajaran Ditjen Badilag. Nah, dalam pembicaraan mereka di ruang meeting ada hal yang menarik. Mereka, orang-orang bule itu, begitu fasih mengucapkan kata Badilag. Demikian pula ketika meeting itu dilaksanakan di negeri mereka. Kata ”Badilag” diucapkan oleh orang Bule  dengan pelafalan yang tepat sebagaimana orang Indonesia mengucapkannya. Kefasihan tersebut hanya terjadi apabila mereka sering mendengar atau mengetahui segala informasi tentang Badilag. Badilag sungguh fenomenal!!!.

Hubungi Kami

Gedung Sekretariat MA (Lt. 6-8)

Jl. Jend. Ahmad Yani Kav. 58 ByPass Jakarta Pusat

Telp: 021-29079177
Fax: 021-29079277

Email Redaksi : Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.
Email Ditjen : Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.

Lokasi Kantor

 Instagram  Twitter  Facebook

 

Responsive Voice