Pengadilan Agama Pematangsiantar mengikuti Dialog Antar Pengadilan Ditjen Badilag MA-RI dan Family Court of Australia secara virtual pada Selasa, 12 April 2022 dan dimulai pada pukul 09.00 WIB. Tema yang diusung dalam dialog ini ialah “Meningkatkan Penyediaan Informasi Layanan Pengadilan yang Berorientasi Pengguna”.
Kegiatan ini dilaksanakan dalam rangka meningkatkan kualitas dan kapasitas Lembaga Peradilan Agama, Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama dan Australia Indonesia Partnership for Justice (AIPJ). Kerjasama yang terjalin antara Ditjen Badilag MA-RI dan Family Court of Australia ialah Peningkatan Pelayanan dan Akses Masyarakat terhadap Pengadilan Agama antara lain :
- Perlindungan perempuan dan anak;
- Peningkatan Kualitas Pelayanan Pengadilan.
- Standar Layanan Disabilitas;
- Poster (Whatsapp) Pengaduan, agar masyarakat dengan mudah melaporkan pelanggaran yang terjadi ke Mahkamah Agung R.I.
- Monitoring Eksekusi Putusan, membuat laporan perkara eksekusi yang belum terlaksana.
Selanjutnya, Drs. H. Aco Nur, S.H., M.H. yang bertindak sebagai keynote speaker dalam sambutannya mengatakan terimakasih kepada para peserta, sebab kegiatan ini merupakan sarana pertukaran informasi hukum dan peradilan di Indonesia. Adapun moderator yang memandu acara ini ialah Direktur Pembinaan Tenaga Teknis Ditjen Badilag MA-RI Dr. H. Candra Boy Seroza, S.Ag., M.Ag. dengan narasumber narasumber Janelle Olney, Communication Manager, Federal Circuits and Family Courts of Australia, dan Drs. Arief Hidayat, S.H., M.M, Sekretaris Ditjen Badilag serta Tim IT Ditjen badilag MA-RI.
Narasumber Janelle Olney memberikan informasi mengenai website di Australia dalam memberikan informasi kepada masyarakat dengan lebih banyak menampilkan gambar dan grafik serta bahasa yang mudah untuk dipahami serta dapat dengan mudah diakses oleh penyandang disabilitas.
Lalu, Sekretaris Dirjen Badilag Drs. Arief Hidayat, S.H, M.H. menyampaikan akan melakukan rebuild template website terbaru dan penyeragaman tampilan website Badilag, pengadilan tingkat banding dan tingkat pertama agar informasi yang disampaikan kepada masyarakat mudah dipahami.
Selanjutnya moderator membuka dialog dengan Yayasan PEKKA (pemberdayaan Perempuan Kepala Keluarga) dan SAPDA (Sentra Advokasi Perempuan, Difabel dan Anak). Tanggapan dari yayasan dan organisasi ini meminta agar diberi kemudahan dalam mengakses informasi untuk pencari keadilan yang berada di daerah terpencil dengan jangkauan akses internet yang terbatas maupun bagi penyandang disabilitas.
Tim IT PA Pematangsiantar