logo web

Dipublikasikan oleh Ridwan Anwar pada on .

Susun SKP, PA Bukittinggi Lahirkan “Deklarasi Parai “

Drs. Syahrial Anas, SH, Hj. Helmi Yunettri, SH, MH, dan Riswan, SH (Ketua, Waka dan Panitera PA Bukittinggi) dan Rismal, Riandi, SH (Wasek) sebagai pemimpin acara (Doc : Reymon Chemok, Kamis, 28 November 2013)

Bukittinggi │pa-bukittinggi.go.id

Kamis, 28 November 2013. “Untuk menyamakan persepsi tentang segala ketentuan di bidang kepegawaian dalam membangun aparatur negara yang profesional, bertanggungjawab, dan berkualitas serta birokrasi pemerintah yang efisien dan efektif diperlukan penyusunan Sasaran Kinerja Pegawai Negeri Sipil (SKP) sesuai yang diatur pada PP Nomor 46 Tahun 2011 tentang Penilaian Prestasi Kerja PNS,” ujar Drs. Syahrial Anas, SH (Ketua Pengadilan Agama Bukittinggi) saat memimpin acara penyusunan SKP di Parai Mountain Resort Bukittinggi (28-29 November 2013).

Penyusunan Sasaran Kinerja Pegawai (SKP) yang dikuti oleh  seluruh hakim, pejabat stuktural dan seluruh pejabat fungsioanal dan staf di lingkungan PA Bukittingi. Acara dilaksanakan bersamaan dengan kegiatan penyusunan program kerja tanggal 28 Nopember 2013, dan Insya Allah akan berakhir pada hari Jumat, 29 Nopember 2013.

Management Kinerja

Lebih lanjut Drs. Syahrial Anas, SH mengatakan, diharapkan bagi setiap aparat PA Bukittinggi mampu menyusun sendiri SKP sesuai dengan tugas jabatan dan rencana kerja tahunan instansi. Di samping untuk menjamin objektivitas pembinaan PNS yang dilakukan berdasarkan sistem prestasi kerja dan sistem karier yang dititik beratkan pada sistem prestasi kerja dalam menjelang pemberlakuan PP No 46 tahun 2011, yang kemudian diatur lebih lanjut dengan Peraturan Kepala BKN Nomor  1 Tahun 2013 terhitung Januari 2014.Seluruh proses dan hasil penilaian pretasi kerja bersifat terbuka (transparan) dan tidak bersifat rahasia. Untuk itu manajemen kinerja harus memiliki komponen sebagai berikut :

Planing/ Perencanaan kerja, di mana atasan dan bawahan berupaya merumuskan, memahami dan menyepakati target kinerja bawahan dalam rangka mengoptimalkan kontribusinya terhadap mencapaian tujuan-tujuan organisasi ;

Organizing/ Komunikasi berkelanjutan antara atasan dan bawahan guna memastikan bahwa apa yang telah, sedang dan akan dilakukan bawahan mengarah pada target kinerjanya sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak, serta guna mengantisipasi segala persoalan yang mungkin timbul ;

Actuating/ Pengumpulan data dan informasi oleh masing-masing pihak sebagai bukti pendukung realisasi kinerja bawahan. Pengumpulan dapat dilakukan melalui formulir penilaian kinerja, observasi langsung maupun tanya jawab denga pihak-pihak terkait. Pertemuan tatap muka antara atasan dan bawahan untuk mengkaji bukti-bukti otentik kinerja bawahan diklarifikasi, didiskusikan dan disimpulkan bersama sebagai kinerja bawahan pada priode tertentu ;

Controlling/ Diagnosis berbagai hambatan efektivitas kinerja bawahan dan tindak lanjut bimbingan yang dapat dilakukan atasan untuk menyingkirkan hambatan-ambatan tadi guna meningkatkan kinerja bawahan.

Dengan manajemen kinerja inilah penilaian kinerja dapat dilakukan dan merupakan kesempatan periodik untuk melakukan komunikasi antara orang yang menugaskan pekerjaan dengan orang yang mengerjakannya untuk mendiskusikan apa yang saling mereka harapkan dan seberapa jauh harapan ini dipenuhi. Penilaian kinerja memungkinkan terjadinya komunikasi antara atasan dengan bawahan untuk meningkatkan produktivitas serta untuk mengevaluasi pengembangan apa saja yang dibutuhkan agar kinerja semakin meningkat. Jika hal ini telah terwujud, maka lahirnya Deklarasi Parai dapat dijadikan sebagai wujud komitmen bersama demi kemajuan PA Bukittinggi ke arah yang lebih baik.

Sistem Kelompok Dalam Penyusunan SKP

Kemudian acara dilanjutkan dengan pendampingan penyusunan SKP yang dipandu oleh Rismal Riandi, SH Wakil Seretaris PA Bukittinggi. Mengawali pemaparan dalam pendampingan penyusunan SKP ini yang dihadiri oleh seluruh hakim, pejabat stuktural dan seluruh pejabat fungsioanal PA Bukittingi. “Urgensi pembuatan SKP ini yang mau tidak mau harus dibuat oleh masing-masing pegawai karena ini sudah menjadi kewajiban “fardhu ‘ain,” tegas Rismal Riandi.

Pembagian kelompok Hakim, JS/JSP dalam penyusunan SKP PA Bukittinggi  (Doc : Reymon Chemok, Kamis, 28 November 2013)

Penyusunan SKP sangat ini sangat penting. Dalam UU No 43 Tahun 1999 dengan jelas tertulis bahwa untuk mewujudkan penyelenggaraan tugas pemerintahan dan pembangunan diperlukan PNS yang profesional, bertanggung jawab, jujur dan adil melalui pembinaan yang dititik beratkan pelaksanaannya berdasarkan pada sistem prestasi kerja dan sistem karir.

KPA Bukittinggi menggaris bawahi, bahwa kewajiban menyusun SKP tidak lantas terlepas bagi pegawai yang pangkatnya sudah maksimal, karena menurutnya dalam Pasal 6 PP 53 Tahun 2010 tersebut juga menyebukan bahwa konsekuensinya PNS yang tidak menyusun SKP dijatuhi hukuman disiplin sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang mengatur mengenai disiplin PNS.

Kedudukan profesi hakim bisa menjadi begitu unik, karena pada dasarnya hakim merupakan pegawai negeri yang diangkat menjadi pejabat negara. Karena itu, dalam hal penilaian kinerja, selama ini kenaikan pangkat hakim tidak didasarkan pada angka kredit,  hakim juga menggunakan ‘rapor’ bernama DP3 sebagaimana PNS.

Kegiatan Penyempurnaan ini dilaksanakan untuk memberi kontribusi yang nyata terhadap perbaikan yang lebih baik, khususnya masalah kepegawaian yang muaranya untuk mendukung reformasi birokrasi, dimana penilaian prestasi kerja PNS secara sistemik menggabungkan antara penilaian sasaran kerja PNS dengan penilaian prilaku kerja. “Prestasi kerja terdiri atas dua unsur yaitu sasaran kerja SKP dan prilaku kerja dimana bobot nilai unsur SKP 60 persen dan perilaku kerja 40 persen. Sedangkan penilaian SKP meliputi aspek kuantitas, kualitas, waktu dan biaya,” KPA Bukittinggi menerangkan.

Dalam pembuatan SKP secara bertahap dan perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut :

Jelas

Sasaran Kerja Pegawai (SKP) merupakan kegiatan tugas jabatan dan target yang harus dicapai oleh seorang pegawai PNS dalam kurun waktu penilaian yang bersifat nyata dan dapat diukur, yang di susun dan disepakati bersama antara Pejabat Penilai dengan Pegawai Negeri Sipil yang dinilai.

Dapat diukur

Kegiatan yang dilakukan harus dapat diukur secara kuantitas dalam bentuk angka seperti jumlah satuan, jumlah hasil dan lain-lain maupun secara kualitas seperti hasil kerja sempurna, tidak ada kesalahan, tidak ada revisi dan pelayanan kepada masyarakat memuaskan dll.

Relevan

Kegiatan yang dilakukan harus berdasarkan lingkup tugas jabatan masing-masing

Dapat dicapat

Kegiatan yang dilakukan harus disesuaikan dengan kemampuan PNS.

Memiliki Target Waktu

Nyata dan dapat diukur artinya kegiatan yang realistis dapat dilaksanakan dan hasilnya dapat dihitung dalam satuan angka, umpamanya jumlah, persentase dan lamanya waktu.

SKP juga wajib disusun oleh semua pegawai dalam seluruh tingkatan, mulai dari pejabat eselon I hingga staf. “Acuannya adalah Rencana Kinerja Tahunan (RKT), lalu di- break down, mulai dari pejabat eselon I, eselon II, eselon III, eselon IV, hingga staf. Semakin ke bawah semakin teknis sifatnya,” tutur Rismal Riandi.

Untuk bisa menyusun SKP setiap pegawai harus punya uraian tugas. Isi SKP mengacu kepada uraian tugas itu. Tapi tidak semua uraian tugas harus dimasukkan ke dalam SKP. Ada beberapa aspek yang harus diperhatikan, diantaranya :

Aspek kuantitas

Dalam SKP, diukur dengan seberapa banyak dokumen yang dihasilkan. Dokumen itu bisa berupa laporan kegiatan, naskah peraturan, surat atau data tertulis lainnya.

Aspek kualitas

Menunjukkan mutu dokumen yang dihasilkan. Semua pegawai diharuskan memasang target 100 sebagai ukuran kualitas tertinggi.

Aspek waktu

Menunjukkan berapa lama suatu pekerjaan dilakukan. Satuan pengukurannya adalah bulan. Jika suatu pekerjaan dilakukan setahun, maka di kolom waktu ditulis 12 bulan. “Tapi tidak semua pekerjaan harus dilakukan selama 12 bulan. Bisa saja dua atau tiga bulan,” ujarnya.

Aspek biaya

Yang hanya wajib diuraikan oleh pegawai yang merangkap PPK, menunjukkan berapa banyak anggaran yang diperlukan untuk pengadaan barang/jasa.

Pembagian kelompok Kesekretariatan, Panitera Pengganti dalam penyusunan SKP PA Bukittinggi  (Doc : Reymon Chemok, Kamis, 28 November 2013)

Seorang atasan menilai perilaku pegawai bawahannya dengan cara mengamati pegawai yang bersangkutan. Agar pengamatan ini lebih objektif, dan untuk menghindari kecenderungan like and dislike, agar seorang atasan mengkombinasikan perilaku kerja dengan nilai SKP yang meliputi unsur:

Orientasi pelayanan

Sikap dan perilaku kerja PNS dalam memberikan pelayanan terbaik kepada yang dilayani antara lain meliputi masyarakat, atasan, rekan sekerja, unit kerja terkait, dan/atau instansi lain.

Iintegritas

Kemampuan untuk  bertindak sesuai dengan nilai, norma dan etika dalam organisasi.

Komitmen

Kemauan dan kemampuan untuk menyelaraskan sikap dan tindakan PNS untuk mewujudkan tujuan organisasi dengan mengutamakan kepentingan dinas dari pada kepentingan diri sendiri, seseorang, dan/atau golongan.

Disiplin

Kesanggupan pegawai negeri sipil untuk menaati kewajiban dan menghindari larangan yang ditentukan dalam peratura n perundang -undangan dan/atau peraturan kedinasan yang apabila tidak ditaati atau dilanggar dijatuhi hukuman disiplin.

Kerjasama dan kepemimpinan.

Selain melakukan kegiatan tugas jabatan yang sudah menjadi tugas dan fungsi, apabila seorang pegawai memiliki tugas tambahan terkait dengan jabatan, maka dapat dinilai dan ditetapkan menjadi tugas tambahan. PNS yang melaksanakan tugas tambahan yang diberikan oleh pimpinan/ pejabat penilai yang berkaitan dengan tugas pokok jabatan, hasilnya dinilai sebagai bagian dari capaian SKP. Tugas tambahan adalah tugas lain yang ada hubungannya dengan tugas jabatan yang bersangkutan.

Selain tugas tambahan, PNS yang telah menunjukkan kreatifitas yang bermanfaat bagi organisasi dalam melaksanakan tugas pokok jabatan, hasilnya juga dapat dinilai sebagai bagian dari capaian SKP.  PP 46 / 2011 tentang Penilaian Prestasi Kerja PNS yang bertujuan untuk meningkatkan prestasi dan kinerja PNS. Hal ini merupakan salah satu pemacu semangat dan kemauan dari PNS untuk lebih meningkatkan kualitas dan kemampuan dalam melaksanakan tugas sehar-hari yang pada akhirnya bertujuan untuk menciptakan PNS berkinerja tinggi.

“Dalam penilaian prestasi kerja PNS menggunakan teori skala likert atau skala berjenjang/ bertahap yang berfungsi untuk memudahkan penilaian prestasi kerja bagi PNS, misalnya: point 91 ke atas: sangat baik, 76-90 baik, 61-75 cukup, 51-61 kurang, 50 kebawah : buruk. Dalam penilaian prestasi kerja memuat prinsip objektif, terukur, akuntabel partisipatif dan transaparan,” jelas  Rismal Riandi, SH diakhir acara. (red. Rismal Riandi, SH).

Hubungi Kami

Gedung Sekretariat MA (Lt. 6-8)

Jl. Jend. Ahmad Yani Kav. 58 ByPass Jakarta Pusat

Telp: 021-29079177
Fax: 021-29079277

Email Redaksi : Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.
Email Ditjen : Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.

Lokasi Kantor

 Instagram  Twitter  Facebook

 

Responsive Voice