Permasalahan Identitas Hukum di Nunukan Cukup Kompleks
Tim Supervisi di Lokasi Pembangunan Mushalla Al-Hikmah Didampingi KPN dan KPA Nunukan
Nunukan | pa-nunukan.go.id
Berada di ujung Kalimantan Timur yang merupakan wilayah perbatasan Indonesia-Malaysia, Kabupaten Nunukan memiliki kompleksitas masalah dalam hal dokumen hukum. Ini terjadi karena banyak warga Nunukan yang melakukan mobilitas ke Tawau, Malaysia.
Hal itu terungkap dalam perbincangan Ketua PN dan Ketua PA Nunukan dengan Tim Supervisi MA yang meninjau kedua pengadilan tersebut, Kamis (11/4/2013).
Ketua PN Nunukan H. Adeng Abdul Kohar, S.H. menjelaskan, banyak warga Nunukan yang menasabkan diri pada ibunya saja, karena orang tua mereka tidak memiliki surat nikah. Akibatnya, di akta kelahiran, yang tertulis hanya nama ibu. Akta kelahiran itu mereka urus untuk mendapatkan paspor supaya bisa ke Malaysia.
“Kami mengetahuinya ketika mereka mengurus perkara penetapan kelahiran putra-putri mereka yang melebihi batas waktu satu tahun,” ujarnya.
Bahkan, menurut Ketua PN Nunukan, ada yang warga yang menginginkan identitas kependudukan yang sudah ada di akta kelahiran diganti dengan identitas yang berbeda, yang selama ini sudah mereka gunakan di Malaysia, agar mereka dapat masuk kembali ke Malaysia dan tetap memperoleh hak dan tunjangan yang selama ini mereka dapatkan dari pemerintah Malaysia.
Karena menghadapi permasalahan yang cukup kompleks, menurut Ketua PN Nunukan, pengadilan yang dipimpinnya memiliki “kekhususan” dibanding pengadilan-pengadilan berkelas sama.
“PN Nunukan adalah PN kelas II, tapi KPN-nya di sini harus berpangkat minimal IV-b. Padahal di tempat lain biasanya PN kelas II KPN-nya cukup berpangkat IV-a saja. Ini karena PN Nunukan terletak di perbatasan yang permasalahannya cukup kompleks,” ujarnya.
Permasalahan administrasi kependudukan tidak hanya dihadapi dan diselesaikan oleh PN Nunukan saja.
PA Nunukan yang baru berdiri pun tidak luput dari kompleksitas permasalahan itu.
Mayoritas warga Nunukan adalah pendatang yang sebelumnya bekerja di Malaysia, tepatnya Tawau, Sabah, dan sekitarnya.
“Bagi mereka, sejak dulu kala, sejak kakek-neneknya merantau ke sini, Nunukan-Tawau itu adalah satu, hanya terpisah dan dipisahkan oleh laut dan negara saja,” ujar Ketua PA Nunukan Drs. Rusliansyah, S.H.
Ia menegaskan, menurut aturan, seharusnya mereka yang pernikahannya belum dicatatkan mengurus dulu penetapan isbat nikah di PA Nunukan, hingga dapat dicatatkan dan dikeluarkan Kutipan Akta Nikah oleh KUA setempat. Setelah itu, mereka dapat mengurus akta kelahiran untuk anak-anak mereka yang telah lewat masa satu tahun.
Tinjau mushalla
Tim Supervisi MA yang datang ke Nunukan berjumlah tiga orang. Mereka adalah adalah Hadi Suharto, S.H., M.H., Kusnadi, S.H., M.H., dan Subagyo, B.A.
Di akhir kunjungannya ke PN Nunukan, tim supervisi menyempatkan diri meninjau pembangunan mushalla Al-Hikam yang terletak di belakang gedung kantor PN Nunukan. Sebelumnya, mereka meninjau PA Nunukan.
Ketua PN Nunukan menjelaskan bahwa pembangunan mushalla Al-Hikam ini adalah murni swadaya warga PN Nunukan, tanpa menggunakan dana APBN.
Tim Supervisi Saat Berada di Ruang KPN dan di Depan PN Nunukan
Dengan berdirinya mushalla ini, maka warga PN Nunukan dan masyarakat pencari keadilan tidak perlu lagi melaksanakan shalat di tempat lain.
“Di mushalla ini mereka akan lebih tenang beribadah, dan warga PN Nunukan dapat melakukan kegiatan pembinaan rohani di sini,” ujur Ketua PN Nunukan.
(tim redaksi jurindomal pa-nnk)