Pengadilan Agama Wonosari Hadiri Gelar Kasus Kekerasan terhadap Anak Berhadapan Dengan Hukum (ABH) Di UPT PPA Kabupaten Gunungkidul
Rabu (25/9/2024), UPT PPA (Perlindungan Perempuan dan Anak) Kabupaten Gunungkidul mengundang Pengadilan Agama Wonosari, Pengadilan Negeri, Kejaksaan, Unit PPA Polres Gunungkidul, RSUD Wonosari, Dinas Pendidikan, Bapas, Satgas PPA, Advokat, LBH terkait seperti: Rifka Annisa dan Sigab, hadir dalam kegiatan gelar kasus kekerasan terhadap Anak Behadapan Dengan Hukum (ABH) di Kabupaten Gunungkidul.
Kegiatan tersebut merupakan wadah untuk saling sharing terkait kasus-kasus Anak Berhadapan Dengan Hukum (ABH) di wilayah Gunungkidul. Kegiatan diawali dengan penyampaian materi mengenai Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA) dan penanganan perkara ABH oleh Kepala Unit PPA Polres Gunungkidul, IPDA Ratri Ratnawati, S.H., M.H. Kemudian dilanjutkan dengan tanya jawab dan sharing perkara ABH pada masing-masing satuan kerja.
Hadir dalam kegiatan ini, wakil ketua PA Wosari, Dr. Latifah Setyawati, S.H., M.H., yang memaparkan perkara terkait dengan anak yang ditangani oleh PA Wonosari yakni mengenai Dispensasi Nikah. Adapun terkait kekerasan terhadap perempuan, disampaikan data perceraian dikarenakan alasan KDRT.
Berdasarkan data PA Wonosari pada tahun 2022, angka Dispensasi Nikah pada tahun 2022 berjumlah 161 perkara, pada tahun 2023 berjumlah 145 perkara dan sejak bulan Januari sampai dengan Agustus tercatat 78 perkara. Dari data tersebut menunjukkan angka dispensasi nikah yang diajukan ke PA Wonosari mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Hal ini sejalan dengan Peraturan Bupati Gunungkidul Nomor 36 Tahun 2015 tentang Pencegahan Perkawinan pada Usia Anak.
Adapun data perceraian pada PA Wonosari karena alasan KDRT, tercatat pada tahun 2023 sejumlah 8 perkara dan sejak Januari hingga Agustus 2024 tercatat sejumlah 16 perkara, dari data tersebut ditemukan fakta bahwa perceraian dikarenakan KDRT mengalami peningkatan. Fakta tersebut diakui oleh Unit PPA Kabupaten Gunungkidul, Unit PPA Polres Gunungkidul maupun dari LBH dan Adokat bahwa akhir-akhir ini salah satu faktor meningkatnya laporan KDRT adalah sebagai alasan perceraian di Pengadilan Agama karena berpisahnya suami istri belum ada 6 bulan. Hal ini berkaitan dengan penyempurnaan bunyi angka 1 huruf b poin 2 SEMA Nomor 1 Tahun 2022 menjadi angka 1 SEMA Nomor 3 Tahun 2023 bahwa perkara perceraian dengan alasan perselisihan dan pertengkaran terus menerus dapat dikabulkan jika terbukti suami istri terjadi perselisihan dan pertengkaran terus menerus dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga diikuti dengan telah berpisah tempat tinggal paling singkat 6 (enam) bulan, kecuali ditemukan fakta hukum adanya Tergugat/Penggugat melakukan KDRT.
Kesimpulan dalam diskusi ini yakni perlu adanya pendampingan dari aparat terkait dan LBH terhadap korban anak agar lebih mudah mendapatkan restitusi dengan lebih mudah. Perlu adanya Forum Perlindungan Korban Kekerasan (FPKK) agar kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak dapat ditangani dengan lebih baik. Banyaknya kasus-kasus terkait dengan ABH, baik anak sebagai pelaku maupun sebagai korban di wilayah Gunungkidul, perlu mendapatkan perhatian khusus baik dari mulai tingkat preventif yang melibatkan keluarga sebagai satuan terkecil dalam masyarakat, hingga pendampingan dan penanganannya dalam ranah hukum, serta pasca ABH mendapatkan hukuman agar dapat kembali ke masyarakat dan memiliki masa depan yang lebih baik.
Terkait dengan usaha penurunan angka dispensasi nikah di wilayah Gunungkidul, Pengadilan Agama dan instansi terkait akan terus menerus membangun komunikasi dan kegiatan berkelanjutan untuk mengedukasi anak, orangtua dan masyarakat tentang kesadaran bahayanya perkawinan anak. Dan alasan perceraian dengan alasan KDRT, Hakim wajib memeriksa dengan seksama apakah benar-benar telah terjadi KDRT dalam rumah tangga yang dapat dibuktikan dalam persidangan ataukah hanya sebagai alasan perceraian saja (LS).