Pansek PA Pelaihari: Tidak Semua Perkara dalam Sidang Keliling Harus Dikabulkan

"Memang masyarakat dimudahkan dalam pelaksanaannya namun majelis hakim tetap tunduk pada hukum formil dan materiil" Kata Pansek PA Pelaihari. (Foto: Bagus)
Pelaihari | pa. pelaihari.go.id
Empat perkara dinyatakan ditolak setelah melewati tahap pembuktian. Dua diantaranya terbukti pada saat menikah pemohon II (istri) tidak memiliki wali dan dua lainnya terbukti pemohon I (suami) pada saat menikah dengan pemohon II (istri) bersetatus telah menikah dengan perempuan lain dan belum bercerai. Dengan demikian Majelis Hakim PA Pelaihari menolak empat perkara itsbat nikah dalam sidang keliling.
Majelis Hakim dipimpin oleh Drs, H. Amir Husin, S.H. dengan anggota Muh. Irfan Husaeni, S.Ag., M.S.I. dan H. Khoirul Huda, S.Ag., S.H. dengan panitera sidang Drs. Abdul Mujib dan Marsikin, S.H. Sidang keliling dilaksanakan pada Senin (16/6) di Kantor Desan Banyu Irang Kecamatan Bati-Bati Kabupaten Tanah Laut. Majelis memeriksa 65 perkara empat dinyatakan ditolak dan 61 dikabulkan.
Alasan majelis menolak dua perkara itsbat (Nomor 077/Pdt.P/2014/PA.Plh dan Nomor 090/Pdt.P/2014/PA.Plh) karena tidak terpenuhinya salah satu rukun pernikahan yaitu wali. Pemohon II tidak memiliki wali nasab karena ayah, kakek dan paman telah meninngal sementara ia tidak meiliki saudara laki-laki. Pemohon II juga sebagai perantau yang tentu saja tidak mempunyai sanak famili di perantauan. Maka pemohon II (istri) mengambil jalan pintas dengan menunjuk guru ngaji di sebuah mushalla setempat sebagai walinya dan sekaligus yang menikahkannya.
Majelis memperkuat penetapannya dengan mengemukakan Hadits shahih diriwayatkan oleh ‘Abdurrazzaq, ath-Thabrani dan al-Baihaqi dari Shahabat ‘Imran bin Hushain:
لاَ نِكَاحَ إِلاَّ بِوَلِيٍّ وَشَاهِدَى عَدْلٍ
Artinya: Tidak sah nikah kecuali dengan adanya wali dan dua saksi yang adil.
Dalam pertimbangannya majelis berkesimpulan, pernikahan pemohon I dan pemohon II tidak memenuhi rukun dan syarat pernikahan berdasarkan hukum munakahat dan berdasarkan Pasal 2 ayat (1) Undang Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, jo. Pasal 7 ayat (3) huruf (e) Kompilasi Hukum Islam, oleh karena itu permohonan pemohon I dan pemohon II dinyatakan ditolak.
Namun majelis berijtihad dengan mempertimbangkan kemaslahatan dengan merujuk Hadits shahih, diriwayatkan oleh Abu Dawud, at-Tirmidzi, Ibnu Majah, Ahmad, ad-Darimi, Ibnul Jarud, Ibnu Hibban, al-Hakim dan al-Baihaqi dari ‘Aisyah radhiyallaahu ‘anha:
أَيُّمَا امْرَأَةٍ نَكَحَتْ بِغَيْرِ إِذْنِ وَلِيِّهَا فَنِكَاحُهَا بَاطِلٌ، فَنِكَاحُهَا بَاطِلٌ، فَنِكَاحُهَا بَاطِلٌ،
فَإِنْ دَخَلَ بِهَا فَلَهَا الْمَهْرُ بِمَا اسْتَحَلَّ مِنْ فَرْجِهَا فَإِنِ اشْتَجَرُوْا فَالسُّلْطَانُ
وَلِيُّ مَنْ لاَ وَلِيَّ لَهُ
Artinya: “Siapa saja wanita yang menikah tanpa seizin walinya, maka nikahnya bathil (tidak sah), pernikahannya bathil, pernikahannya bathil. Jika seseorang menggaulinya, maka wanita itu berhak mendapatkan mahar dengan sebab menghalalkan kemaluannya. Jika mereka berselisih, maka sulthan (penguasa) adalah wali bagi wanita yang tidak mempunyai wali.”
Majelis berpendapat karena pemohon II tidak mempunyai wali nasab, maka yang bertindak sebagai wali nikah adalah sultan yaitu wali hakim yang dalam hal ini negara memberi kewenangan kepada Kepala Kantor Urusan Agama. Maka majelis memerintahkan kepada pemohon I dan pemohon II untuk menikah ulang di Kantor Urusan Agama Bati-Bati dengan menunjuk Kepala Kantor Urusan Agama Bati-Bati sebagai wali hakim pemohon II.

Tim Sidang keliling foto bersama seusai kegiatan. (Foto: Bagus).
Sedangkan dua perkara itsbat lainya ditolak (Nomor 074/Pdt.P/2014/PA.Plh dan Nomor 081/Pdt.P/2014/PA.Plh) karena pemohon I telah beristri. Dalam pertimbangannya majelis berkesimpulan telah terbukti pernikahan pemohon I dengan pemohon II adalah poligami tanpa izin pengadilan agama karena pemohon I bersetatus kawin atau telah menikah dengan perempuan lain, dengan demikian pernikahan pemohon I dengan pemohon II tidak memenuhi Pasal 4 dan 5 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan jo Pasal 56 Kompilasi Hukum Islam maka permohonan itsbat pemohon I dan pemohon II dinyatakan ditolak.
Pansek PA Pelaihari Drs. Abdul Mujib menuturkan kepada tim redaksi bahwa tidak semua perkara dikabulkan dalam sidang keliling. Memang masyarakat dimudahkan dalam pelaksanaannya namun majelis hakim tetap tunduk pada hukum formil dan materiil. Menolak perkara setelah tahapan persidangan bukan berarti tidak memberi pelayanan prima.
Pelayanan prima jangan diartikan semua perkara masuk harus dikabulkan. Meskipun dinyatakan ditolak para pihak tetap memdapatkan keadilan, manfaat dan kepastian hukum karena penetapan majelis disertai dengan solusi. Seperti itsbat “poligami” yang ditolak majelis memberi solusi agar pemohon mengajukan izin poligami. “Namun hingga saat ini mereka belum mengajukan izin poligami, mungkin setelah lebaran ini” ujarnya. (Muh).
