PA Tarutung Terus Lakukan Peningkatan Kualitas SDM

Tarutung | www.pa-tarutung.net
Tak ada kata bosan, itulah yang tergambar dalam kegiatan Tuesday Meeting yang digelar oleh Pengadilan Agama Tarutung pada hari Selasa, tanggal 4 Maret 2014. Kali ini dalam kegiatan Tuesday Meeting digelar kembali acara diskusi dengan nara sumber Bapak Amri Yantoni, SHI, MA (Hakim) dengan moderator Ibu Suannisa, A.Md.
Acara ini digelar di Ruang Sidang P.A. Tarutung yang dimulai tepat pada pukul 09.00 WIB dengan materi tentang hadhanah yang dihadiri oleh hampir seluruh pegawai P.A. Tarutung mulai dari Ketua sampai Dengan Tenaga Honorer.
Nara sumber menyatakan bahwa salah satu pihak yang akan merasakan imbas dari terjadinya perceraian adalah anak hasil perkawinan suami isteri yang bercerai tersebut, oleh karena itu persoalan pemeliharaan anak (hadhonah) merupakan suatu hal yang sangat urgen atau penting untuk diperbincangkan.
Maka tidak heran, sebagaimana dikutip oleh nara sumber dalam makalahnya mulai dari al-Qur-an, al-Hadits, para ‘Ulama maupun pemerintah tidak terlepas dari persoalan mengenai pemeliharaan anak tersebut.
Nara sumber dan para peserta diskusi sepakat bahwa dalam pemeliharaan anak, maka yang paling ditonjolkan adalah kemaslahatan anak, bukan hak ayah atau ibunya. Oleh karena itu ketika menentukan siapa yang akan memelihara anak pasca terjadinya perceraian apakah ayah atau ibu maka majelis hakim yang menangani dan mengadili suatu perkara hadhanah harus berusaha secara maksimal untuk mendapatkan fakta-fakta mengenai siapa diantara keduanya yang memenuhi persyaratan untuk menjadi pengasuh.
Seorang hakim yang bijak, tentu tidak boleh hanya terikat dengan ketentuan Pasal 105 Kompilasi Hukum Islam yang menyatakan bahwa anak yang belum mumayyiz atau belum berumur 12 tahun maka hak hadhanahnya jatuh kepada ibunya. Majelis hakim tetap harus menggali fakta-fakta siapa diantara mantan suami isteri (ayah ibu si anak) tersebut yang memenuhi syarat untuk menjadi pemelihara anak mereka.
Janganlah kita menjadi hakim yang terlalu terikat dengan ketentuan suatu aturan, sehingga tidak ada keinginan untuk mencari fakta-fakta yang akan menjadi bahan pertimbangan dalam rangka menentukan siapa yang memenuhi persyaratan untuk menjadi pemelihara anak dalam rangka mewujudkan kemaslahatan bagi si anak di masa yang akan datang, demikian pernyataan yang disampaikan oleh Pak Ketua dalam bimbingan dan arahannya.
Masih banyak hal yang disampaikan dalam acara diskusi tersebut yang berkaitan dengan persoalan-persoalan mengenai hadhonah, baik yang disampaikan oleh nara sumber, Panitera/Sekretaris maupun yang lainnya yang pada tujuannya menyegarkan kembali ingatan.

Terakhir Pak Ketua memberi pesan kepada para hakim agar dalam membuat suatu putusan supaya jangan membuka peluang bagi pihak lain untuk menilai bahwa putusan hakim berbau sara, persoalan agama dalam perkara hadhanah memang suatu hal yang tidak bisa dihindarkan karena salah satu syarat untuk menjadi pemegang hak hadhanah adalah harus seagama dengan anak yang akan diasuhnya.
Oleh karena itu buatlah pertimbangan hukum sebagus mungkin yang tidak terlalu menonjolkan persoalan agamanya. Sebagai manusia, calon pemegang hak hadhanah tentu punya sifat atau sikap yang kurang menunjang terhadap persyaratan untuk menjadi haadhin, maka sifat atau sikap itulah yang harus ditonjolkan. Wallohu a’lam bishshowab. Semoga acara diskusi ini bermanfaat.
