PA Tarutung Terus Galakkan Diskusi

Tarutung | pa-tarutung.net
Perkara Cerai Gugat adalah satu jenis perkara dari sekian jenis perkara yang mendominasi perkara yang diterima dan diputus di lingkungan peradilan agama. Namun pernahkah terpikir oleh majelis hakim ketika akan menjatuhkan putusan cerai gugat misalnya keadaan si Penggugat yang nota bene adalah kaum perempuan dalam keaadan suci atau tidak ? Tidakkah dalam Fiqh Munakahat para ‘Ulama telah sepakat bahwa talak yang dijatuhkan terhadap isteri yang dalam keadaan haidh adalah termasuk talak bid’iy ? Bila demikian bagaimana cara mensiasatinya agar hakim yang menjatuhkan talak dalam perkara cerai gugat terhindar dari hal tersebut ?
Itulah beberapa pokok persoalan yang menjadi bahan diskusi yang dilaksanakan oleh Pengadilan Agama Tarutung pada acara Tuesday Meeting yang digelar pada hari Selasa, tanggal 11 Februari 2014 di ruang sidang P.A. Tarutung. Tampil sebagai nara sumber Bapak Drs. H. Martias (Wakil Ketua) dengan moderator Ibu Tri Indah Sari, SH.
Dijelaskan oleh nara sumber bahwa memang terjadi perbedaan pendapat tentang boleh tidaknya menjatuhkan talak terhadap seorang isteri yang dalam keadaan haidh. Ada sebagaian yang menyatakan tidak boleh sama sekali karena akan menimbulkan dosa, namun ada juga yang menyatakan boleh-boleh saja meskipun itu tetap tergolong perbuatan dosa. Terjadinya perbedaan pendapat ini tidak terlepas dari perbedaan ‘Ulama dalam menafsirkan Hadits Rasulullah yang berbunyi : “Murhu, falyuroji’haa”.
Dalam pemaparannya, pemateri cenderung memilih pendapat yang menyatakan bahwa tidak boleh sama sekali menjatuhkan talak terhadap seorang isteri yang dalam keadaan haidh, oleh karena itu konsekwensinya majelis hakim sebagai pejabat yang mengambil hak dari pihak suami untuk menjatuhkan talak dengan sendirinya tidak boleh menjatuhkan Putusan Cerai Gugat (dikabulkan) kalau pada saat itu pihak penggugat dalam keadaan haidh. Dengan demikian, sidang idealnya harus ditunda sampai pihak penggugat berada dalam keadaan suci agar terhindar dari talak bid’iy.
Setelah nara sumber selesai memaparkan bahan diskusi, maka dilanjutkan dengan termin tanya jawab, kesempatan inipun tidak dibiarkan berlalu oleh para peserta. Pak Amri Yantoni, SHI. MA, Pak Drs. Andayany, SH dan Pak Drs. Ramli Nasution satu-persatu angkat bicara untuk menanggapi materi diskusi dan sekaligus mengajukan beberapa pertanyaan yang langsung dijawab oleh pemateri satu-persatu.
Bapak Ketua Drs. Mahmud Dongoran, MH dalam bimbingan dan arahannya menyatakan terima kasih kepada nara sumber dan seluruh peserta diskusi yang telah begitu bersemangat dalam mengikuti acara, semoga membawa manfaat untuk kita semua seraya menggarisbawahi bahwa dalam berbagai persoalan hukum tidak bisa terlepas dari perbedaan pendapat.

Oleh karena itu perlu disikapi secara bijaksana agar tidak memunculkan ekses negatif. Bagi majelis hakim tentunya bebas untuk memilih pendapat yang akan diterapkan dalam memutus suatu perkara khususnya Cerai Gugat yang mengandung persoalan sebagaimana digambarkan di atas, namun perlu juga diingat aspek kehati-hatian (lil ihtiyat) sekaligus memikirkan adakah sesuatu hal atau keadaan yang membolehkan untuk melakukan sesuatu perbuatan yang mengandung dosa ?
Acara diskusi yang dimulai tepat pada pukul 9.00 WIB, akhirnya pada pukul 10.30 WIB telah selesai, Ibu Tri Indah, SH sebagai moderator mengajak semua peserta diskusi menutupnya dengan sama-sama melafazkan hamdalah, alhamdulillahi robbil ‘alamin. Semoga acara ini mendapat ridho dan berkah dari Allah swt. Aamiiin. (admin, Alfian M.Htg).
