PA Tarutung Terus Galakkan Diskusi

Tarutung | pa-tarutung.net
Seolah tidak mengenal rasa bosan, itulah suasana yang nampak dengan jelas terlihat pada saat berlangsungnya acara diskusi yang digelar oleh Pengadilan Agama Tarutung pada hari Selasa, tanggal 10 September 2013.
Acara diskusi ini digelar di ruang sidang tepat pada pukul 9.00 WIB dengan dihadiri oleh hampir semua Pegawai Pengadilan Agama Tarutung. Nampak hadir Ketua, Bapak Drs. Mahmud Dongoran, MH, Wakil Ketua Bapak Drs. H. Martias yang sekaligus bertindak sebagai nara sumber, para Hakim, Pansek, Wakil Sekretaris dan Pejabat Struktural lainnya, Staf serta Pegawai Honorer dengan moderator Ibu Tri Indah Sari, SH.
Bapak Wakil Ketua yang bertindak sebagai nara sumber dalam acara diskusi ini membahas topik tentang Syiqoq. Secara terus terang beliau menyatakan tidak membuat secara khusus makalah tentang Syiqoq, melainkan mengambilalih secara khusus persoalan tentang Syiqoq yang terdapat pada Buku II edisi Revisi 2010 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Peradilan Agama.
Dalam pemaparannya, nara sumber menjelaskan bahwa di kalangan para hakim baik pada tingkat pertama, tingkat banding bahkan sampai pada tingkat kasasi masih terjadi perbedaan pendapat mengenai persoalan alasan perceraian yang dimuat dalam Pasal 19 huruf f Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 jo. Pasal 116 huruf f Kompilasi Hukum Islam dengan (perselisihan dan pertengkaran terus-menerus antara suami isteri) dengan ketentuan yang terdapat pada pasal 76 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 sebagaimana telah diubah untuk yang kedua kalinya dengan Undang-undang Nomor 50 Tahun 2009 (alasan Syiqoq). Ada kalangan yang menyatakan bahwa kedua alasan tersebut sama saja, namun ada juga yang menyatakan bahwa kedua hal tersebut satu sama lain berbeda. Dengan mengutip pendapat pakar hukum, Yang Mulia Bapak H.M. Yahya Harahap, SH nara sumber menyatakan bahwa keduanya adalah sama.
Setelah nara sumber menyampaikan penjelasannya sekitar 20 menit, lalu moderatorpun memberikan kesempatan kepada peserta diskusi untuk menyampaikan tanggapan maupun pertanyaan. Kesemapatan inipun lalu dimanfaatkan oleh beberapa orang peserta diskusi yaitu Bapak Drs. Mahmud Dongoran, MH. Bapak Amri Yantoni, SHI.,MA. Bapak Mulyadin, SH., Bapak Drs. Aidil Nasution serta Bapak M. Iqbal, SHI. sehingga membuat suasana diskusi semakin hidup dan bersemangat.
Bapak Drs. Mahmud Dongoran, MH dalam tanggapannya menyampaikan bahwa beliaupun sependapat dengan nara sumber yang mengutip pendapat Yang Mulia Bapak HM Yahya Harahap, SH yang menyatakan bahwa antara kedua alasan tersebut adalah sama sembari beliau mengatakan bahwa kedua istilah tersebut hanyalah perbedaan dari segi kata saja, namun dari substansinya adalah sama.
Keduanya berbeda dalam segi penyebutan tidak bisa terlepas dari suasana pada saat disahkannya kedua peraturan perundang-undangan tersebut. Dalam Pasal 19 huruf f PP No. 9 Tahun 1975 disebut dengan istilah atau term perselisihan dan pertengkaran sementara dalam Pasal 76 UU No. 7 Tahun 1989 disebut dengan syiqaq adalah karena pada tahun 1975 yang lalu istilah-istilah yang berbau keislaman masih “dihindari” karena suasana untuk hal tersebut belum mendukung, namun seiring dengan perkembangan zaman, maka secara perlahan suasanapun telah berubah sehingga pada tahun 1989 istilah yang berbau keislaman sudah tidak perlu dihindari.
Untuk memperkuat alasan tersebut Bapak Mahmud Dongoran pun kembali mengutip istilah yang terdapat dalam PP No. 9 Tahun 1975 dengan yang terdapat dalam Kompilasi Hukum Islam. Dalam PP No. 9 Tahun 1975 tidak akan ditemukan kata-kata “iddah” melainkan kata “masa tunggu”, namun dalam KHI akan jelas kita temukan kata-kata iddah.
Hal ini terjadi juga tidak bisa terlepas dari suasana pada saat keduanya disahkan, inilah sebagai bukti betapa politik itu sangat besar pengaruhnya dalam pembentukan hukum, tidak hanya pada tataran substansinya tetapi bahkan pada penyebutan kata-katanya.
Lebih lanjut penanggap menyatakan bahwa kalau kita merujuk kepada penjelasan para ‘ulama fiqh, maka kita akan menemukan beberapa makna dari syiqaq, misalnya antara suami isteri saling diam, satu sama lain tidak saling berteguran dan lain-lain yang pada akhirnya dapat kita simpulkan bahwa perselisihan dan pertengkaran yang dimuat dalam Pasal 19 huruf f PP No. 9 tahun 1975 serta makna syiqoq yang dimaksudkan oleh ketentuan Pasal 76 UU No. 7 Tahun 1989 (perselisihan yang tajam antara suami isteri) semuanya tercakup dalam pengertian Syiqaq.
Setelah penanggap serta penanya selesai menyampaikan tanggapan serta pertanyaan masing-masing, maka nara sumberpun memberikan tanggapan balik serta jawaban atas berbagai pertanyaan.
Tiada terasa jam rupanya telah menunjukkan pukul 11.00 WIB, Ibu Tri Indah Sari, SH sebagai moderator menyatakan acara diskusi telah selesai seraya mengajak semua peserta mengucapkan lafaz hamdalah alhamdulillahirobbil’alamin, semoga acara diskusi ini bermanfaat dan mendapat ridho serta berkah dari Allah Swt. Aamiiin.