PA Kayuagung Berhasil Eksekusi Perkara Harta Bersama

Kayuagung | PA Kayuagung
Panitera Pengadilan Agama (PA) Kayuagung memimpin pelaksanaan eksekusi perkara harta bersama, Selasa (23/7) kemarin. Eksekusi itu berdasarkan surat permohonan Pemohon tanggal 19 Januari 2019 dan terdaftar di kepaniteraan PA Kayuagung tanggal 20 Januari 2019.
Berdasarkan Putusan PA Kayuagung nomor 21/Pdt.G/2016/PA.Kag tanggal 5 Mei 2016, penggugat/pemohon eksekusi sebagai pihak yang menang mendapatkan setengah bagian dari harta bersama yang disengketakan. Adapun harta bersama tersebut berupa rumah di atas sebidang tanah.
Menurut Panitera, pelaksanaan eksekusi berjalan lancar setelah pihak PA Kayuagung dan pemohon didampingi aparatur desa melakukan komunikasi persuasif.
“Semula memang sedikit ada perlawanan, gejolak dan riak-riak kecil, tapi berkat tim kami yang menyampaikan bahwa eksekusi itu sudah sesuai putusan pengadilan agama Kayuagung, Alhamdulillah, pihak tergugat pasrah,” kata Dra. Khodijah, SH, MH didampingi Panmud Permohonan Jauhari, SH dan jurusita M. Marjazuli, S.Ag.
Lebih lanjut ibu Panitera mengatakan, pelaksanaan eksekusi ini melalui proses panjang dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Setelah putusan berkekuatan hukum tetap (in kracht van gewijsde), maka pihak pengadilan telah melakukan anmaning agar pihak yang kalah dengan sukarela melaksanakan putusan itu, namun hasilnya tidak sesuai harapan.
Selain itu kata Panitera, upaya persuasif dari pihak penggugat/pemohon eksekusi seringkali dilakukan, termasuk mengajak bicara, memohon dan meminta bantuan tokoh adat setempat agar pihak tergugat mematuhi putusan PA Kayuagung.
“Jadi, apa yang kami (PA Kayuagung.red) lakukan hari ini, sah menurut hukum,” tegas Panitera.
Pada bagian lain, pihak penggugat mengakui bahwa pelaksanaan eksekusi ini berjalan lancar dan berhasil, ia pun bersyukur dan berterima kasih PA Kayuagung memberikan rasa keadilan dan kepastian atas hak-haknya.
“Saya sangat berterima kasih, hak-hak saya diberikan, saya yakin pihak PA Kayuagung benar-benar menegakkan hukum,” kata Kiki Ismasari.
Sudikno (1998: 200) membagi jenis eksekusi dalam tiga kelompok: Pertama, pembayaran sejumlah uang (Pasal 196 HIR/208 RBg.). Kedua, melaksanakan suatu perbuatan (Pasal 225 HIR/259 RBg.). Ketiga, eksekusi riil (Pasal 1033 Rv).
Merujuk kepada bentuk-bentuk penghukuman dalam putusan condemnatoir, Yahya Harahap (2005: 23-24) merinci penghukuman tersebut antara lain: (a) penyerahan suatu barang; (b) pengosongan benda tidak bergerak; (c) pelaksanaan suatu perbuatan tertentu; (d) penghentian suatu perbuatan tertentu; (e) pembayaran sejumlah uang.
Putusan hakim, salah satunya, harus mempunyai kekuatan eksekutorial sehingga dapat dijalankan. Adapun yang memberi kekuatan eksekutorial pada putusan hakim adalah kepala putusan yang berbunyi “Demi Keadilan Berdasarkan Ke-Tuhanan Yang Maha Esa”. Hal ini sesuai dengan UU No. 48 tahun 2009 pada Pasal 2 ayat (1) bahwa peradilan dilakukan “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.
Secara garis besar, implikasi penerapan eksekusi melekat pada dua pihak, yaitu pengadilan agama dan pihak masyarakat pencari keadilan. Urgensi eksekusi bagi pihak pengadilan agama adalah untuk meneguhkan bahwa kewenangan yang diberikan undang-undang mampu dijalankan dengan baik. Sehingga stigma sebagai quasi peradilan yang dahulu pernah melekat mampu ditepis dari benak masyarakat melalui penerapan hukum eksekusi secara baik dan benar.
Eksekusi bukanlah ranah ijtihad melainkan sudah diatur dalam peraturan perundang-undangan, maka pelaksanaan eksekusi harus mengacu pada peraturan tersebut sehingga tidak ada pihak yang dirugikan akibat kekeliruan dalam pelaksanaan eksekusi. Di samping itu, eksekusi menurut mantan Wakil Ketua MA Bidang Non Yudisial Mohammad Saleh, merupakan suatu seni yang menuntut syarat keterampilan dan kesabaran, kebijaksanaan, dan ketegasan. Karena itu, keberhasilan dalam mengeksekusi putusan memberikan poin lebih bagi Peradilan Agama.
Urgensi eksekusi bagi masyarakat pencari keadilan untuk memberikan kepastian hukum, keadilan, dan kemanfaatan. Di samping itu juga meningkatkan daya kritis masyarakat. Pencari keadilan semakin paham
hak-haknya dalam mendapatkan pelayanan yang disediakan oleh pengadilan agama. Apabila terjadi ketimpangan atau permasalahan dalam pelayanan masyarakat, maka akan menyebabkan adanya pengaduan masyarakat berkaitan dengan kualitas pelayanan tersebut, salah satu dari bentuk pelayanan pengadilan ialah pelaksanaan eksekusi saat masyarakat memohonkannya.(selengkapnya tentang eksekusi baca; Majalah PA edisi 15, Juni 2019 http: https://badilag.mahkamahagung.go.id/pengumuman-elektronik/pengumuman-elektronik/download-majalah-peradilan-agama-edisi-15-23-7).
Ketua PA Kayuagung setelah mendengar pelaksanaan eksekusi berhasil, sumringah. Hal ini menjadi tolok ukur keberhasilan kinerja PA Kayuagung sejak beliau memimpin.
Menurut Dra. Sri Wahyuningsih, SH, MHI, ke depan saat ada permohonan eksekusi pihak PA Kayuagung akan menindak lanjutinya.
“Kita berusaha kerja cepat dan kerja cerdas, jangan ada lagi penunggakan perkara, penyelesaian perkara yang terlalu lama, termasuk permohonan eksekusi yang berlarut-larut, saya senang keberhasilan eksekusi hari ini,” kata ibu ketua. (humas pakag)