logo web

Dipublikasikan oleh Ridwan Anwar pada on .

PA Gresik Gelar Diskusi Perdana Hukum dan Peradilan

Gresik | pa-gresik.go.id

Jumát (15/3/2013), kendatipun tidak ada aktifitas persidangan, namun merupakan Jumát yang melelahkan, sejak pagi full aktifitas, mulai dari do’a bersama, senam pagi, soft launching website, rapat pembinaan rutin sampai diskusi hukum, keluh salah satu pegawai yang enggan disebut namanya.

Kegiatan diskusi ini merupakan program kerja yang tertunda, karena sejatinya jadwalnya sudah tersusun sejak lama, maklum hampir selalu berbenturan dengan kegiatan-kegiatan kantor lainnya, seperti pemeriksaan setempat, rapat pembinaan rutin, Jumát sehat dan Jum’at bersih maupun kegiatan-kegiatan yang lain.

Diskusi hukum dan peradilan ini dihadiri oleh Bu Ketua PA Gresik (Hj. Atifaturrahmaniyah), Bpk. Wakil Ketua (Drs. Arifin, M.H.), Para Hakim, Panitera/Sekretaris (Hj. Mudjiati, S.H.) dan para jajarannya yakni Wakil Panitera, Wakil Sekretaris, Para Panmud, dan para Panitera Pengganti.

Acara diskusi dimulai pukul 09.00 WIB dan dipimpin langsung oleh Bu Ketua selaku moderator diskusi perdana ini didampingi oleh Abdul Kodir, S.Ag. (Wakil Sekretaris) sebagai notulen.

dalam pengantarnya beliau merasa bersyukur karena ditengah bejibunnya rutinitas aktifitas kantor, kita masih sadar akan tanggungjawab pribadi untuk selalu meningkatkan kualitas SDM kita baik dalam hal pengetahuan tekhnis hukum formil, hukum materiil maupun pengetahuan hukum lainnya.

Selanjutnya selaku moderator Bu Ketua memperkenalkan bahwa untuk diskusi perdana ini ditunjuk Bpk. H. Suhartono, S.Ag.,S.H.,M.H. (salah seorang hakim PA Gresik) sebagai penyaji dengan makalah berjudul: Diskursus Seputar Pencabutan Perkara Perceraian di Pengadilan Agama“.

Dalam prolognya Pak Hartono –demikian sapaannya- mengkritisi beberapa ketentuan hukum acara yang selama ini dianggap mapan dan seolah-olah kebal kritik, pemakalah berikhtiar mereview dan memberikan pikiran pembanding karena menurutnya hukum acara peradilan agama bukanlah buku suci yang kedap kritik.

Maklum saja kehadirannya tidak hanya dipengaruhi oleh hukum kolonial Belanda yang sudah berjalan ratusan tahun yang lalu, tetapi kental dengan muatan-muatan hukum Islam khususnya fikih munakahat maupun kearifan lokal (hukum adat), sehingga dimungkinkan sudah kurang relevan dengan kondisi saat ini (kontekstual).

Diskusi berjalan hangat dan dinamis, masing-masing peserta diskusi diberi kesempatan oleh moderator untuk menyampaikan pokok-pokok pikirannya, terutama para hakim yang paling antusias mengkritisi makalah ini.

Tidak ada kesimpulan dalam diskusi ini karena masing-masing mempunyai konstruksi hukum yang berbeda, bahkan begitu menariknya diskusi ini, sehingga sebagian hakim masih mengharapkan ada diskusi lanjutan untuk tema yang sama.

Menghadapi hal ini pemakalah tidak kalah antusias menyambutnya, menurutnya makalah ini hanyalah stimulator untuk merangsang munculnya pemikiran baru, memang analisanya dibuat sesimpel mungkin agar ada ruang bertukar fikiran, jika para peserta penasaran dan berebut menyampaikan analisanya itu berarti diskusi ini hidup.

Dan kondisi ini yang diharapkan dalam diskusi ini, yakni adanya ada komunikasi dua arah yang sinergis sehingga diperoleh analisa terhadap permasalahan secara komprehensif.

Setidak-tidaknya ditemukan dua mainstream pemikiran yang mengemuka, yakni pertama, seyogyanya pencabutan perkara perceraian tidak perlu persetujuan pihak tergugat meskipun tergugat telah menyampaikan jawabannya, hal ini untuk kesederhanaan pemeriksaan sesuai amanat undang-undang yang memberikan hak privilege hukum (hak istimewa) kepada suami yang disebut cerai talak dan  hak privilege hukum kepada istri yang disebut cerai gugat, meskipun kedua jenis perkara itu sama-sama diperiksa secara contentiosa.

Adapun pendapat kedua, tetap bersikukuh pada pendapat yang selama ini sudah berjalan, yakni berdasarkan ketentuan RV alinea kedua, perlunya mendapatkan persetujuan dari pihak tergugat jika tergugat sudah menyampaikan jawabannya, hal ini untuk melindungi kepentingan tergugat, karena dikhawatirkan adanya i’tikad tidak baik dari salah satu pihak jika pencabutan dilakukan secara sepihak.

Tidak ada kesimpulan dalam diskusi ini, masing-masing mempunyai konstruksi hukum yang mendasari pendapatnya, lalu pendapat mana yang benar secara yuridis formil yaitu  ketika pendapat tersebut menjadi bagian dari putusan hakim sesuai azas rechts juridicata, namun kebenaran secara hakiki hanya milik Allah SWT.

Diskusi berjalan hangat dan dinamis, Bu Ketua selaku moderator mengapresiasi atas atmosfir diskusi ini yang berjalan dengan baik dan sukses. Awal yang baik, harapan saya semoga diskusi berikutnya lebih menarik lagi. Selanjutnya tepat pukul 11.00 WIB diskusi ditutup oleh moderator. (Tim IT)

 

Hubungi Kami

Gedung Sekretariat MA (Lt. 6-8)

Jl. Jend. Ahmad Yani Kav. 58 ByPass Jakarta Pusat

Telp: 021-29079177
Fax: 021-29079277

Email Redaksi : Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.
Email Ditjen : Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.

Lokasi Kantor

 Instagram  Twitter  Facebook

 

Responsive Voice