MS Se Aceh Ikuti Rakor Dinul Islam di Banda Aceh

Banda Aceh | langsa.ms-aceh.go.id
Rapat Koordinasi pelaksanaan Dinul Islam yang diselenggrakan oleh Dinas syari’at islam Provinsi Aceh yang diselenggrakan mulai tanggal 10 sampai dengan 12 Juni bertempat di hotel Grand Nanggroe Banda Aceh berjalan sukses.
Rakor dihadiri oleh berbagai unsur yang terkait dengan pelaksanaan syar’iat islam di Aceh seperti Dinas Syari’at Islam kab/kota se Aceh, Mahkamah Syar’iyah kab. Kota se Aceh,Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) kab/Kota se Aceh, Kepolisian Daerah Aceh, Kejaksaan Tinggi Aceh, Kanwil Kemenag, Ormas Islam dan media massa yang meliput kegiatan tersebut.
Selaku panitia penyelengara Kepala Dinas Syar’iat Islam Provinsi Aceh Prof. Syahrizal Abbas MA menyampaikan, bahwa kegiatan Rakor dinul Islam digelar setiap tahunnya adalah untuk melakukan evaluasi, koordinasi antar lembaga sekaligus juga menjalin silaturrahmi guna memperkuat penyatuan langkah visi,missi pelaksanaan syar’iat Islam di Aceh.
Acara di buka oleh gubernur yang diwakili oleh Sekretaris daerah Provinsi Aceh. Dalam sambutannya, gubernur menyatakan bahwa pelaksanaan syar’iat Islam di Aceh selama hampir sepuluh tahun mengalami kemajauan dari aspek pelaksanaannya. Hal tersebut dapat dilihat dari segi pengamalan ajaran Islam masyarakat dalam kehidupan sehari-hari.
Sedangkan dari segi aspek penegakannya yang berkaitan dengan hukum public, Aceh baru dapat melaksanakan hukuman terhadap pelaku maisir (perjudian dan sejenisnya ) khamar (minuman khamar dan sejenisnya), dan khalwat (mesum)ditambah dengan pengenaan sanksi bagi mereka yang tidak puasa dan shalat jum’at tanpa adanya uzur syar’i. sebagai pelaksana dan penanggung jawab jalannya syar’iat Islam di Aceh, pemerintah Aceh akan terus mendorong agar pelaksanaan syar’iat Islam secara total dapat dipercepat pelaksanaannya, tandasya.
Oleh karenanya dalam rangka mengukuhkan komitmen atas pelaksanaan syar’iat Islam, telah dilakukan penandatanganan fakta integritas berbagai unsur terkait seperti Dinas syar’iat Islam, Mahkamah Syar’iyah Aceh, Kepolisian Daerah Aceh dan kejaksaan Tinggi Aceh, Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh, selesai acara penandatanganan Fakta integritas, acara dilanjutkan dengan penyampaian materi dari Polda Aceh Irjen Pol.Herman Effendi yang diwakili oleh Kabidkum Polda Aceh.
Dalam pemaparannya beliau menyampaikan bahwa Polda Aceh siap bekerja sama melaksanakan syar’iatIislam di Aceh, karena kepolisian di Aceh disamping melaksanakan tugas secara nasional dalam menjaga ketertiban,keamanan dan ketentraman masyarakat juga memilki tugas Penegak Qanun syari’at Islam yang ada di Aceh.
Menurut beliau banyak daerah lain seperti Sumatera Barat , Sulewesi Selatan dan berbagai daerah lainnya sedang mengintip pelaksanaan syari’at Islam di Aceh, bila Aceh sukses, maka tidak tertutup kemungkinan daerah lain akan ikut meniru system hukum Islam yang diterapkan di Aceh.
Perlu grand Design
Menurut Prof. Syahrizal Abbas MA., Agar pelaksanaan Syari’at Islam di Aceh berjalan konsiten, terstruktur dan akuntable perlu dirumuskan grand design yang meliputi Visi, Misi, program, sasaran serta kebijakan, yang dapat menopang keberlangsungan cita-cita perjuangan pelaksaaan syar’iat Islam secara total, hal ini dimaksudkan agar pelaksaan Syar’iat Islam tidak berjalan sproradis, karena bisa jadi dengan gonta-gantinya pejabat Provinsi dan Kab/kota maka berganti pula program dan kebijakan, disinilah fungsi grand design diharapkan mampu sebagai kawal sekaligus pedoman guna menentukan arah yang harus ditempuh pemerintah Prov dan Kab/Kota ke depan meski terjadi pergantian kepala pemerintahan.
Tegasnya. Disamping grand disigne juga sangat diharapkan dukungan informasi melalui kawan-kawan pers, karena tidak bisa dipungkiri selama ini banyak pemberitaan pelaksanaan syari’at Islam di Aceh, oleh media sering dibenturkan dengan isu-isu Demokratisasi, Hak asasi Manusia, kesetaraan gender, yang pada akhirnya terjadi adalah proses pembusukan, bila ini terjadi ungkap beliau, maka pelaksanaan syari’at Islam yang susah payah diperjuangkan rakyat Aceh hanya tinggal nama saja tanpa bisa dimplementasikan dalam kehidupan nyata.
Segera sahkan Qanun jinayat dan Qanun hukum Acara Jinayat
Saat ini Pembahasan tentang Qanun Jinayat dan Qanun Hukum Acara Jinayat sedang dilakukan. Kita bersyukur Qanun-qanun tersebut atas desakan ulama dan masyarakat, akhirnya tahun 2013 dimasukkan dalam daftar Program legislasi (Prolega) DPR Aceh.
Sesuai informasi yang disampaikan Prof Syahrizal Abbas MA kepada redaktur TI Langsa , pemhasannya sudah dua kali dilakukan, dan insya Alllah ditagetkan selesai akhir tahun 2013 ini. Bila Qanun Jinayat dan Qanun Hukum Acara Jinayat sudah disahkan, maka salah satu ganjalan dalam penegakan hukum jinayat akan hilang. Dan ini berarti kewenangan Mahkamah Syari’ah akan mengalami perluasan yang cukup signifikan.
Tantangan dan hambatan SI
Salah sorang konseptor pelaksanaan Syar’iat Islam di Aceh Prof. Al-Yasa’ Abu Bakar dalam makalahnya ‘Tantangan dan hambatan pelaksanaan Syari’at Islam di Aceh” mengatakan saat ini Aceh menghadapi tantangan yang cukup berat ,berbagai kendala internal seperti minimnya kesadaran hukum masyarakat, kurangnya dukungan pemerintah menyangkut penyediaan anggaran kegiatan serta minimnya sarana yang dapat digunakan untuk mempercepat pelaksanaan syar’iat Islam .
Sementara tantangan yang bersifat ekternal adalah dampak negative yang ditimbulkan pengaruh globalisasi seperti menjamurnya warnet, judi online, maraknya keyboard dan tempat-tempat wisata dll. Meskipun masyarakat sudah diingatkan oleh petugas, namun masih banyak yang tidak menghiraukan.
Dalam sesi Tanya jawab dari peserta terungkap bahwa selain tantangan di atas, hambatan yang cukup berarti dalam pelaksanaan syari’at Islam bagi petugas wilayah Hisbah ketika melakukan penertiban adalah adanya back up dari aparat sehingga ini sangat meropatkan petugas di lapangan. Saya pernah dilempar dengan botol miras ketika membubarkan pesta keybord di suatu tempat di langsa, ujar Kadis syar’iat Islam Langsa.
Perlu kerjasama
Apapun ceritanya, pelaksanaan syar’iat Islam di Aceh membutuhkan kerjasama antara lembaga yang terkait seperti Pemerintah Prov. Kab/Kota, Kepolisian, kejaksaan, mahkamah Syar’iyah, Majelis Pertimbangan Ulama (MPU), Akademisi, Majelis Adat Aceh (MAA) dan reka-rekan pers.
Menurut Ketua Mahkamah Syar’iyah (Dr. Idris Mahmudy,MH.) tidak mungkin pelaksanaan syar’iat Islam dilakukan oleh orang perorang atau lembaga tertentu saja. Bila Kepolisian tidak bekerja melakukan penyelidikan dan penyidikan dan tidak melimpahkannya ke Kejaksaan, maka Mahkamah tidak bisa memberi keputusan hukum terhadap pelanggaran qanun jinayat, begitu juga masyarakat tidak akan bisa tertib melaksanakan syar’iat islam, bila petugas hisbah tidak menjalankan fungsinya selaku lembaga yang mengemban tugas amar ma’ruf nahi munkar, tegasnya.
Kita semua berdoa, dengan ditanda tanganinya nota kesapahaman tersebut (MOU) diharapkan dapat mempercepat pelaksanaan syar’iat Islam di Aceh (by Ribat)