MS Aceh Menerima Kunjungan Pejabat Agama Islam Daerah Klang, Selangor
Banda Aceh | ms-aceh.go.id
Mahkamah Syar’iyah Aceh, menerima lawatan/kunjungan kerja rombongan tamu dari Pejabat Agama Islam Daerah Klang, Selangor Darul Ehsan – Malaysia, dengan jumlah anggota lebih kurang 40 orang. Lawatan rombongan dari negera jiran tersebut disambut oleh Ketua dan Wakil Ketua Mahkamah Syar’iyah Aceh, Drs. H. Jufri Ghalib, S.H., M.H. dan Drs. H.M. Jamil Ibrahim, S.H., M.H., M.M. Pertemuan dan dialog berlangsung tanggal 29 April 2015, pukul 14.00 s/d 16.00. WIB. di ruang Aula, Lantai II Mahkamah Syar’iyah Aceh, yang dipandu oleh Drs. H. Abd. Mannan Hasyim, S.H., M.H. Hakim Tinggi senior di Mahkamah Syar’iyah Aceh tersebut.
Perkenalan dari rombongan para tamu ini disampaikan oleh Jamali bin Mohd Adnan, yang juga sebagai Pimpinan rombongan dengan penuh penghormatan. Beliau menyampaikan bahwa sebetulnya mereka sudah lama merencanakan untuk berkunjung, ke negeri “Serambi Mekah”, dengan tujuan utama lawatan kerja ini disamping ingin mengetahui lebih jauh tentang pelaksanaan Syariat Islam di Aceh juga hendak melihat berbagai situs peninggalan sejarah dan situs Tsunami Aceh yang sangat dahsyat terjadi 10 tahun yang lalu, agar semua itu dapat menjadi pengetahuan yang berharga bagi para peserta.
Mengawali penyampaian informasi ini, Drs. H. Abd. Mannan Hasyim, S.H., M.H. sebagai moderator, memberi penjelasan bahwa Mahkamah Syar’iyah Aceh ini merupakan Pengadilan Tingkat Banding atau yang dikenal dengan “Mahkamah Rayuan” di Malaysia, dengan kewenangannya yang meliputi berbagai berbagai hal dengan berbagai kasus yang ditanganinya.
Drs. H. Abd. Mannan Hasyim, S.H., M.H. menyampaikan bahwa kewenangan Mahkamah Syar’iyah di Aceh menduduki posisi yang sangat strategis dan mempunyai landasan yuridis yang kuat sebagaimana telah diatur dengan beberapa Undang-Undang, diantaranya Keputusan Mahkamah Agung RI No. 070/SK/X/2004 Tanggal 6 Oktober 2004 dan Pasal 25 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2001 serta Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 10 Tahun 2002 telah memberikan kewenangan terhadap Mahkamah Syar`iyah di Aceh untuk memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara-perkara pada tingkat pertama dalam bidang: Al-Ahwal al-Syakhshiyah, Mu'amalah dan Jinayah. Disamping penyampaian tugas dan kewenangan Mahkamah Syar’iyah di Aceh melalui layar monitor juga menampilkan beberapa video pelaksanaan uqubat cambuk (sebat) yang telah dieksekusi beberapa bulan yang lalu dan rekaman Tsunami Aceh yang maha dahsyat ketika mengguncang negeri Serambi Mekah ini.
Dalam sesi Tanya jawab, dari berbagai pertanyaan yang diajukan para delegasi, Ketua Mahkamah Aceh, Drs. H. Jufri Ghalib, S.H., M.H. dan Wakil Ketua, Drs. H. M. Jamil Ibrahim, S.H., M.H., M.M., serta Drs. H. Abd. Mannan Hasyim, S.H., M.H. memberi penjelasan secara bergantian tentang persoalan yang menyangkut dengan pelaksanaan Syariat Islam di Aceh secara tuntas dan lugas, yang diantaranya;
Kesan masyarakat mengenai pelaksanaan hukum jinayat di Aceh memang beragam; bagi masyarakat Aceh sendiri hal ini disikapi dengan perasaan senang dan gembira oleh karena hukum itu telah sesuai dengan aspirasinya, adat budaya yang Islami yang telah diperjuangkan dalam waktu puluhan tahun. Sedangkan bagi masyarakat non Islam, maka mereka harus menghormati pelaksanaan hukum jinayat ini. Suatu hal yang menarik bahwa ada orang-orang non Islam yang melakukan pelanggaran syariat, atas kesadaran sendiri mereka memilih hukum syariat untuk diterapkan kepadanya;
Bahwa dengan penerapan hukum Syariat ini dampaknya cukup positif bagi masyarakat. Hal ini dapat dilihat bahwa yang sebelumnya banyak remaja memakai pakaian minim, namun kemudian mereka kini semakin senang dan menyukai pakaian yang Islami, walaupun masih ada dalam skala kecil pelanggaran yang terjadi;
Menyangkut dengan peran Mahkamah Syar’iyah pasca Tsunami; adalah sangat besar dan dapat dikatakan mempunyai beban yang sangat berat dalam menangani berbagai kasus yang terjadi dalam masyarakat. Hal ini dapat dibuktikan ada lebih dari 20.000 kasus yang harus segera ditangani dan diselesaikan. Dengan keluarnya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang RI. Nomor 2 Tahun 2007 Tentang Penanganan Permasalahan Hukum Dalam Rangka Pelaksanaan Rehabilitasi dan Rekontruksi Wilayah dan Kehidupan Masyarakat di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Kepulauan Nias Provinsi Sumatera Utara, maka Mahkamah Syar’iyah telah menyelesaikan berbagai perselisihan dan sengketa, terutama menyangkut tentang pengesahan nikah, pengangkatan wali, penetapan ahli waris dan pengesahan untuk keperluan penataan kembali atas tanah yang hilang dan musnah serta untuk keperluan Perbankan yang menyangkut kebenaran nasabah atau ahli waris, yang putusan akhir berupa “Penetapan” (beschikking) dan “Pengesahan” (waarmarking) disamping perkara kewarisan lainnya.
Tentang adanya Hakim Wanita; bahwa di Indonesia dan Aceh tentunya baik laki-laki maupun wanita mempunyai hak yang sama dan termasuk dalam menangani berbagai kasus di pengadilan. Karena kaum wanita ini mempunyai kesabaran dan ketelitian yang tinggi. Demikian Ketua Mahkamah Syar’iyah Aceh, dalam ulasannya.
Drs. H. Jufri Ghalib, S.H., M.H. dalam kesempatan ini juga memohon maaf atas segala kekurangan dan kekhilafan yang tak disengaja dan mudah-mudahan pertemuan ini memang yang pertama namun tidaklah untuk yang terakhir, semoga ada izin Allah SWT suatu saat nanti warga Mahkamah Syar’iyah Aceh dapat mengunjungi bapak/ibu di negeri seberang. Dan akhirnya acara ini ditutup dan diakhiri dengan saling menukarkan cindera mata atau “bungoeng Jaroe” serta foto bersama. (Tim Redaksi MS. Aceh).